Lovebird 10

Mulai dari awal
                                    

"Rencananya akan pake konsep apaan Din hotelnya?" Tanyaku antusias seperti biasa sambil memasang sfigmomanometer di lengan Dina. Dina teman yang cukup menyenangkan untuk diajak ngobrol, mungkin karena kita teman lama jadi apapun akan kita bicarakan kalau sudah bertemu, aku dan Dina bisa ngobrol sampai berjam-jam tanpa pernah merasa bosan.

"Wah kalau itu aku kurang tau, kamu harus tanya langsung sama  arsiteknya."

"Gak penting banget aku harus tanya sama arsiteknya." Aku memperhatikan angka yang terus naik secara perlahan dari sfigmomanometer.

"Ya, kali-kali aja kamu mau bikin rumah berkonsep."

"Uang dari mana? Normal 120/80.  Tetap stabil ya Din, jangan banyak pikiran apalagi stress. Banyak makan makanan bergizi supaya nanti ada tenaga kalau melahirkan, bukankah kamu ingin melahirkan secara Normal."

"Itu pasti Mel. Aku tidak akan  pernah kekurangan makanan bergizi karena setiap hari Ibu mertuaku datang ke rumah hanya untuk mengatur menu makanku. Malah sekarang ini dia sengaja mendatangkan ahli gizi untuk membuatkan menu makananku setiap hari." Jelas sekali kalau dina sangat kesal dengan apa yang di lakukan Ibu mertuanya dan dia sangat tidak menyukainya.

"Benarkah?" Tentu saja aku tidak percaya dengan apa yang di lakukan Tante Nurah Ibu mertua Dina yang sangat over protektif itu. Ku lihat Dina hanya angkat bahu.

"Terkadang aku suka sebel dengan perlakuan mereka semua yang terlalu berlebihan. Kamu tahu tidak hanya Mama mertuaku dan Fere yang over protektif, Papa mertuaku juga ikut-ikutan. Malah sekarang-sekarang ini Om Indra dan Dikal ikut sibuk membelikan barang-barang untuk bayi yang keluar saja belum." Keluhnya. Entah keberuntungan atau kesialan yang Dina dapatkan saat ini, karena kalau dilihat dari apa yang di alaminya sepertinya Dina tidak terlalu menyukai perhatian yang berlebihan seperti itu. Aku tau Dina orangnya sangat sederhana dan simple.

"Kamu harusnya bersyukur di kehamilan kamu ini semua orang ikut bahagia dan memperhatikan kamu. Nikmati aja apa yang Tuhan berikan, tidak semua orang seberuntung kamu Din."

"Iya Bu Dokter Iya." Dina terkekeh dengan nasehat yang tidak pernah bosan aku berikan.

Tidak berapa lama Fere mengetuk pintu dan muncul di hadapan kami berdua. Dia kemudian menghampiri istrinya yang sedang berbaring menunggu pemeriksaan selanjutnya. Mencium keningnya lalu duduk di pinggir ranjang.

"Apa kabarnya Mel?" Fere menjabat tanganku

"Baik."

"Bagaimana kandungannya sehatkan?" Tanyanya lagi.

"Sejauh ini tidak ada masalah. Kita lakukan USG sekarang ya?" Dina dan Fere mengangguk setuju.

"Semoga saja jenis kelaminnya bisa terlihat sekarang?" Doa Fere karena setiap USG dilakukan si bayi selalu menutupi miliknya seperti ingin memberikan kejutan kepada kedua orang tuanya.

"Aku tidak tahu, kita lihat saja." Ku pasang alat USG yang menghubungkan ke monitor lalu aku mulai memberi jel di perut Dina.

"Apa jenis kelaminnya Mel?" Dina antusias menyaksikan layar monitor melihat janin yang sedang meringkuk di dalam perutnya, aku mengarahkan alat USG ke bagian bawah perut Dina untuk melihat jenis kelaminnya.  Sementara itu Fere memejamkan matanya tidak mau melihat ke layar, dia berdoa.

"Aku berharap jenis kelaminnya laki-laki." Doanya

"Laki-laki atau perempuan sama aja Fere!" Dina mulai menaggapinya dengan lirih.

"Tidak, bayinya harus laki-laki!" Fere mempertahankan pendapatnya.

"Perempuan atau laki-laki sama saja."

LOVEBIRDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang