Lovebird 21

50.4K 2.5K 89
                                    

Di sebuah restoran mewah duduk seorang wanita dengan pakaian sederhana yang membalut tubuhnya, dia tidak menggunakan aksesoris apapun hanya cincin emas dengan permata kecil yang melingkar di jari manisnya --cincin pernikahan dengan suami keduanya--. Make-up yang digunakannya pun sangat tipis,menonjolkan kecantikkannya.

Beberapa kali dia melirik pintu masuk seperti menunggu seseorang, meskipun terkadang asik dengan minumannya tapi setiap ada yang masuk dia selalu meliriknya, sekali-kali dia melihat  ponsel yang sengaja di simpannya di atas meja tepat di samping minuman yang sedang dia aduk.

Dengan sabar ditunggunya orang yang membuat janji dengannya sampai orang itu datang dan meminta maaf atas keterlambatannya.

"Tidak apa-apa." Jawab si wanita ketika orang yang ditunggunya terus meminta maaf.

"Duduklah." Si wanita menyuruh orang yang dari tadi ditunggunya untuk duduk.

Tanpa basa-basi si wanita langsung ke pokok permasalahannya, karena dia tidak ingin berlama-lama duduk dengan seseorang yang di sewanya untuk menyelidiki sesuatu.

"Bagaimana?" Tanyanya tenang sambil menatap informan yang di sewanya dua hari belakangan ini.

"Beres Bu, ini data-datanya." Informan tersebut mengeluarkan amplop coklat seukuran A4 dan menyerahkannya.

Dengan cepat si wanita membuka amplop yang di pegangnya dan mengeluarkan isinya lalu membacanya dengan teliti, meskipun hanya terdiri dari empat lembar tapi si wanita cukup lama membacanya, dia sampai beberapa kali membolak-balokan kertas yang di pegangnya sebelum akhirnya menatap informan yang di sewanya dengan tatapan puas dan kembali memasukkan kertas tersebut kedalam amplop.

"Sudah saya duga." Katanya sambil menarik napas panjang dan menghembuskannya, wajahnya datar, ekspresinya tidak terbaca.

"Terima kasih, tidak sia-sia saya membayar mahal." Si wanita menjabat tangan informan yang di sewanya sambil berdiri.

"Sama-sama Bu. Jangan sungkan untuk menghubungi saya kalau Ibu membutuhkan sesuatu untuk saya selidiki."

"Pasti."

"Kalau begitu saya permisi."

"Ya." Jawab si wanita sambil kembali duduk dan mengaduk minumannya.

***

Nino POV

Aku sudah curiga, pasti Mama mengetahui sesuatu sampai menyuruhku pulang secepat yang aku bisa, padahal banyak sekali pekerjaan kantor yang harus aku selesaikan. Dengan terpaksa aku meninggalkannya dan pulang lebih cepat karena ancaman Mama yang tidak akan pernah mengakuiku sebagai anak kalau aku membantah perintahnya.

Ketika aku melangkah masuk ke dalam rumah, ku lihat Mama dan Luca sudah duduk di ruang keluarga menunggu kedatanganku. Mama diam, dia duduk dengan menegakkan punggungnya, hal yang jarang sekali di lakukannya, biasanya Mama akan duduk santai sambil meminum teh herbalnya, tapi kali ini tidak ada teh herbal di atas meja. Begitupun dengan Luca dari tadi ku lihat Luca duduk tidak nyaman dan gelisah. Atmosfer ketegangan menyelimuti mereka berdua.

"Ada apa?" Ku hampiri Mama dan Luca yang sedang menungguku.

"Akhirnya Bang Nino datang, duduk Bang." Aku duduk di samping Luca tanpa protes, berhadapan dengan Mama yang sebentar lagi pasti akan meledak marah.

"Mama sudah tau semuanya Bang." Bisik Luca dan aku sempat tertegun kemudian mengangguk mengerti. Aku memang sudah menduganya Mama akan tahu tapi tidak secepat ini. Aku harus sudah siap apapun bentuk kemarahan Mama aku harus bisa menerimanya.

"Bacalah ini." Mama menyerahkan amplop coklat yang dari tadi berada di atas meja.

Ku ambil amplop yang di serahkan Mama dan membuka isinya, lalu membacanya sekilas dan menyimpannya kembali di atas meja. Mama ternyata bergerak lebih cepat dari perkiraanku.

LOVEBIRDWhere stories live. Discover now