Untuk Mereka

66 3 1
                                    

"Tidak perlu berlama-lama, Hadirin. Seperti yang saya katakan sebelumnya, orang yang berada di samping saya ini, bisa dibilang orang hebat". Ara menyunggingkan senyum percaya diri, menunjukan bahwa Ia menguasai panggung kali ini.

"Seorang alumnus universitas McGill Amerika". Lanjutnya.

"Rupanya kerja kerasnya dulu berbuah hasil. Ia bangun lebih awal. Bekerja ekstra keras untuk mendapat nilai IELTS yang disayaratkan McGill. Bahkan Ia mendaftar kuliah ke luar negeri pun tidak mengantongi beasiswa dari pemerintah. Melainkan dari usahanya sendiri. Dan yang paling penting, Ia menjalani program kuliah sambil bekerj, bukan begitu Pak?". Ara menatap pembicara. Tampak raut wajah serius, tak ada senyum sekalipun. Mungkin Sang Pembicara tak suka dengan cerita pembuka tentangnya. Mungkin pula Ia tak suka dengan sebutan "Bapak" yang jelas-jelas hanya selisih lima tahun dari Ara.

Sementara pembicara itu terus diam.

"Ma..af, Dok?", Ara berhenti sejenak, memikirkan dengan apa Ia harus memanggil asisten profesor tersebut, "Sir? Eh", Tangan Ara terlihat gugup, menaik-turunkan microphone berkali-kali, ragu untuk melanjutkan kalimat berikutnya. "Maaf, Pak. Saya sedikit grogi untuk berada di dekat Bapak". Kali ini Ara memaksa dirinya berbicara lancar, mengaku jujur, merasa tak nyaman dengan dirinya sendiri. Sepertinya keputusan menjadi pembawa acara kali ini salah. Pikirnya.

"Mengapa harus bingung, Ra?. Bukankah kita sudah saling kenal sebelumnya?" Raihan Adi Sanjaya, seorang doktor sekaligus asisten profesor itu menatap Ara. Tatapannya tajam menunjukkan keseriusan. Begitu pula dengan wajahnya yang sama sekali tak menunjukan lelucon apapun. Namun yang lebih membuat Ara bingung, cara menyebutny.

"Ra". Kenapa harus dengan sebutan "Ra"? bukankan ini forum formal. Sudah sepantasnya pembicara memanggil dirinya dengan sebutan "Mbak" atau "Bu" atau sebutan lain tanpa menyebut namanya secara langsung. Pikirnya.

Belum lagi suara ruangan yang berukuran 200 meter persegi itu terasa hening, tak ada suara apapun selain suara mereka berdua. Ara takut pernyataan ini membuat audiens salah paham.

"Ma..af". Ara berusaha berbicara senormal mungkin, menunjukan bahwa Ia benar-benar tak ingat dengan perkenalan yang dimaksud Pembicara itu. Sementara suara Ara tak kalah serius, terdengar dari soundsystem di setiap sudut ruang. " Tapi kapan ya, Pak?".

"Hmm... Memang kadang-kadang wanita itu sering pura-pura lupa", Raihan berkata hati-hati, melanjutkan kalimat berikutnya, "Apalagi kalau soal masa lalu. Biasanya, wanita lupa karena sangkin banyaknya laki-laki yang datang. Haha. Bukan begitu, Ra?" Ucapnya terkekeh yang diikuti para hadirin.

Meski membuat Ara sedikit kikuk, tapi setidaknya Ia berhasil membuat hadirin berinteraksi. Beruntung, suara-suara itu langsung berhenti sesaat setelah Raihan juga berhenti. Situasi ini membuat Ara harus melanjutkan acara segera, bukan berlama-lama meladeni intermezo yang sama sekali Ia sendiri tak tahu.

"Mungkin benar, Pak. Tapi mungkin kita akan membicarakannya di belakang panggung". Lagi-lagi Ara menyunggingkan senyum – merasa harus mengontrol perasaannya. "Sekarang tanpa berlama-lama, kami ingin mendengar tentang penjelasan Bapak bagaimana awal mula Bapak nekad ke Amerika hingga akhirnya menjadi asisten profesor di usia yang baru 30 tahun"

"Baik". Raihan mengatur suaranya, terdengar lebih bulat dan bewibawa.

Sementara Ara menunggu inti talkshow kali ini.

"Sebenarnya, saya bukan orang pintar. Tapi saya orang yang beruntung". Ia menatap hadirin sesaat setelah menatap pembawa acara di sebelahnya. "Saya dilahirkan dari keluarga yang sangat baik. Ibu-Bapak Saya sangat mementingkan pendidikan. Di satu sisi mereka mengajarkan saya untuk mandiri – tidak bergantung pada orang lain. Prinsip ini lah yang saya pegang hingga akhirnya saya memutuskan untuk tidak mengambil beasiswa dari pemerintah. Saya bekerja part-time sebagai asisten laboratorium universitas dan kemudian mendapat keringanan biaya pendidikan atas prestasi yang saya capai."

Tentang Kata dan KitaWhere stories live. Discover now