When My Loneliness Calls You

577 44 6
                                    

.

.

.


Jemari Kwonjoo menyisir helaian rambutnya yang mulai memanjang menyentuh bahu itu ke belakang. Ia akhirnya menyerah dan memilih turun dari tempat tidur menuju kursi kerjanya, menyandarkan tubuh lelahnya dan mencari posisi duduk ternyaman setelah sebelumnya ia gagal bekali-kali saat mencoba untuk tidur. Kwonjoo hanya menatap lurus kedepan, melihat jam putih yang menempel pada dinding. Rupanya sudah pukul setengah dua pagi dan ia sama sekali belum bisa tidur.

Kwonjoo menghela napas yang terasa begitu berat. Bahkan pada setiap tarikan udara yang ia ambil hanya membuat dadanya semakin nyeri.

Kwonjoo perlahan menelisik sudut-sudut ruang unit apartement yang sudah cukup lama Kwonjoo tinggali selama ia bertugas di Poongsan, namun seketika gerakan matanya terkunci pada deretan foto kecil yang masing-masing ia bingkai dengan pigura kayu. Ada potret dirinya bersama mendiang sang ayah, lalu fotonya bersama Tim Golden Time, dan yang terakhir foto yang diambil saat ia bersama Tim Dispatch.

Cukup lama ia diam untuk memandangi foto terakhir itu. Akhirnya disanalah Kwonjoo menemui satu alasan mengapa ia selalu mengalami kesulitan untuk tidur selama ini. Dan pria dengan setelan baju serba hitam itulah jawabannya. Sejauh yang mampu Kwonjoo ingat, pakaian yang pria itu kenakan tak pernah jauh dari warna hitam dan tak pernah sekalipun pria itu repot-repot menunjukkan senyuman ramah dihadapan Kwonjoo secara langsung.

Bahkan dalam ingatan yang paling ingin Kwonjoo lupakan hanya pria itu seorang yang tertinggal.

Komandan Do Kangwoo.

Nama yang tak pernah gagal membuat dunia Kwonjoo jungkir balik setiap kali nama itu ia sebutkan pelan-pelan dalam hatinya. Menarik Kwonjoo pada akhir adegan menyakitkan malam itu. Dimana Kangwoo meregang nyawa karena berusaha melindunginya dan melawan sisi lain dari dirinya yang sepanjang hidupnya membuat pria itu selalu merasa takut memiliki seseorang di sisinya.

Rasanya masih segar dalam ingatan Kwonjoo. Betapa putus asanya ia hari itu.



Setelah satu suara tembakan yang ia tangkap di indera pendengarannya. Tepat di hadapan Kwonjoo, tubuh tegap pria itu limbung kesamping dengan darah yang perlahan mulai menggenang disekitar kepala Kapten Do Kangwoo. Dengan sisa tenaga yang Kwonjoo punya ia merangkak mendekat. Tangan kurusnya bergetar takut berusaha meraih tubuh lemas pria itu.

"Komandan Do.."

Bilah bibir pucat pria itu juga terbuka berusaha mengucapkan sesuatu padanya, namun Kwonjoo tidak dalam kondisi yang baik untuk berpikir jernih dan mendengarkan Kangwoo saat itu, sementara rasa sesak terus menghimpit dada dan kepalanya terasa berdenyut kuat, terisi penuh dengan rasa takut yang memusingkan. Demi apapun Kwonjoo tidak ingin ditinggalkan lagi dengan cara seperti ini.

Mengingatkannya pada hari kepergian sang Ayah.

Malam itu dingin sama seperti malam ini.

Saat itu separuh darinya hancur, dan jika ini terjadi lagi tepat dihadapannya, maka Kwonjoo telah sepenuhnya hancur.

"Tidak, Komandan Do.."

Kwonjoo kesulitan bernafas dan matanya memanas.

Tangisnya pecah saat para detektif dan polisi mulai berkerumun. Kwonjoo menumpukan kepalanya pada dada bidang Kangwoo untuk mendengar suara detak jantung yang semakin memelan di sana. Sebisa mungkin ia terus memanggil nama Kangwoo dalam sela tangisnya walau perlahan pandangannya mengabur dan kemudian dunia di matanya berubah gelap.



Part Of Your SymphonyWhere stories live. Discover now