"Yuk masuk dulu," ujar Ari seraya mengulum senyum. Ia segera turun dari motor, sementara Aira sudah turun semenjak tadi.

Setibanya di pintu, Ari memberi salam. Tak lama setelah itu ada seorang perempuan paruh baya membukakan pintu untuk mereka.

"Di mesjid ini ada orang khusus yang akan buka pintu? maa syaa Allah.." Aira takjub, sementara Ari diam saja.

Arsitektur bangunan dengan nuansa islami itu membuat Aira terpikat. Rasanya ia ingin berfoto di sana nantinya.

Seorang lelaki tubuh tinggi semampai yang berkulit putih bersih dengan jenggot tipisnya menghampiri mereka lalu berjabat tangan lalu berpelukan mesra dengan Ari. "Bagaimana akhy? sempat nyasar?" tanya lelaki itu dengan kekehan geli.

"Hampir," balas Ari sembari tersenyum.

Mereka terus berjalan menyusuri ruangan, hingga akhirnya tiba di ruang tamu yang dipenuhi sofa, membuat Aira bingung, tempat ini seperti rumah, tidak seperti mesjid. Ia melirik suaminya yang sedang terkekeh geli padanya lalu berbisik, "ini rumah Winda,"

Untung aja aku belum selfie di rumah ini. Kaulah segalanya, suamiku... semoga Allah membalas mu!!!

"Eh, kalian sudah sampai. Silakan duduk," ujar Winda yang baru saja muncul di hadapan mereka. Aira berjabat tangan dengannya, setelah itu duduklah di sofa.

Lirikan mata tajam Aira lemparkan kepada suaminya. Ari tertawa tipis mengingat perjanjian mereka ketika dalam perjalanan tadi.

"Awas aja kalau kamu panggil dia 'Dek' nantinya. Aku nggak suka," ancam Aira.

"Tapi aku suka. Gimana ya? soalnya udah terbiasa manggil Winda seperti itu," balas Ari santai.

"Berarti mulai sekarang dibiasakan dengan memanggilnya dengan panggilan lain. Aku nggak mau tau,"

"Kalian pada kenapa sih? kok dari tadi pake bahasa isyarat gitu?" ujar Winda kebingungan seraya melihat sepupunya dan Aira secara bergantian.

"Aku boleh bilang sesuatu, nggak?" tanya Ari kepada mereka. Aira mendelik tajam ke arah suaminya.

"Mau bilang apa memangnya?" tanya Winda penasaran, tanpa embel-embel 'Bang'. Semenjak bertemu dengan Aira di rumah sakit tempo hari, Winda mulai menjaga dirinya, takut dengan sikap Aira yang menurutnya cemburu padanya.

Aira mulai mencubit pinggang suaminya yang duduk hanya berjarak satu sentimeter darinya itu, membuat Ari meringis kesakitan.

"Ada apa sih, akhy? oh iya ana lupa, kalau kedatangan antum kesini karena Aira sedang mengidam ketemu Sultan, ya?" ujar Zafran.

"Iya, kalau boleh kami juga mau membawa Sultan ke rumah selama beberapa hari," jawab Ari pelan.

Aira mendesah lega mendengar ucapan suaminya.

Kirain tadi bang Ari mau bilang kalau aku udah salah paham sama Winda. Syukur Alhamdulillah...

"Boleh aja sih kalau Sultan mau," balas Winda kemudian. "Tapi sepertinya susah deh, soalnya dia sekarang lengket banget sama adik-adiknya."

Perempuan paruh baya tadi membawakan minuman dan cemilan ke hadapan mereka dan memintanya untuk mencicipinya.

"Mbok, kalau si kembar sudah dimandikan tolong dibawakan kesini ya. Tolong suruh Sultan buat mandi juga," titah Winda pada pembantunya itu.

"Mereka bertiga lagi pake baju, Bu" jawab pembantu itu sopan lalu berjalan menuju belakang.

Aira meneliti setiap sudut ruangan dengan tatapan kagum.

Manajemen Rumah Tangga ✔Where stories live. Discover now