"Tadi Jaemin kesini?" tanya Hyunjin setelah menyeruput jus apelnya. Ia terlalu sibuk bertanding dan mengincar kemenangan sampai tidak sadar bahwa Jeongin dan Jaemin datang berdua sebagai pasangan kencan.

"Kau melihatnya, Renjunaa?" sambung Mark yang sedang memakan ayam goreng. Ia terlihat rakus karena tenaganya habis untuk bertanding. Diantara kelima siswa itu, hanya Mark seorang diri yang memesan makanan.

Renjun mengangguk. Sampai saat ini dia tidak mau bersuara. Ia tak mau menyakiti perasaan Hyunjin bahwa Jaemin datang bersama Jeongin dan terlihat sangat mesra.

"Aku melihatnya datang berdua bersama Jeongin. Mereka terlihat mesra hyung." Jeno mengadu, tak peduli jika tadi Renjun sudah melarangnya tadi.

"Jeno-ya!" Renjun menarik lengan Jeno kasar. Matanya melotot menuntut Jeno untuk tetap diam.

Menanggapi tatapan marah siswa yang bertubuh jauh lebih kecil darinya, yang dilakukan Jeno hanya menyentil dahi Renjun dengan tangannya yang bebas dari pelukan Renjun. "Tak usah membohongi diri sendiri, Injun."

Hyunjin masih mencerna kata-kata Jeno. Jaemin – Jeongin – bersama – mesra. "Maksudmu?" Kali ini giliran Hyunjin yang menuntut jawaban dari Jeno. Ia yakin bahwa Jeongin dan Jaemin tidak begitu dekat.

Tapi bagaimana bisa keduanya datang berduaan dengan begitu mesra?

Ucapan Jeno seketika membuat dadanya bergemuruh karena cemburu.

Renjun menatap Hyunjin takut-takut. Ia merasa bersalah karena harus membuat mantan teman sekelasnya itu ikut khawatir dan menambah beban pikirannya.

Mendapati Renjun menatapnya dengan rasa bersalah, Hyunjin menuntut penjelasan dari siswa bertubuh pendek itu. "Apa yang kau lihat sampai kau menangis disini? Benarkah Jaemin datang melihat pertandingan dan bermesraan dengan Jeongin?"

Renjun menunduk lalu mengangguk pelan. Sakit rasanya jika mengingat pemandangan tadi. Dalam hati ia bersyukur bahwa Hyunjin tak memergoki Jaemin dan Jeongin saat bertanding. Jika iya, pasti hatinya akan kacau, sama seperti Renjun sekarang, dan yang paling buruk, permainannya saat bertanding juga bisa terganggu.

Hyunjin diam, pandangannya kosong menatap jus apelnya. Ia yang biasanya cerewet dan selalu ada bahan gossip untuk diobrolkan kini terlihat marah dalam diamnya.

Haechan dan Mark yang tidak tahu jika Jaemin datang bersama Jeongin hanya bisa menghela nafas panjang. Keduanya tidak ingin melihat Renjun dan Hyunjin menjadi kacau begini. Haechan sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Jika ia mengomel, suasana pasti akan bertambah buruk. Maka dari itu siswa berkulit tan itu memilih untuk diam dan saling bertukar tatapan bingung dengan Mark.

Hyunjin tiba-tiba saja berdiri dari kursinya. Membuat semua orang disitu memandangnya. "Aku pulang duluan. Kita bertemu lagi besok di sekolah." Dengan itu, Hyunjin melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Haechan, Mark, Jeno dan Renjun tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Jelas sekali raut wajahnya kesal dan cemburu. Ia bahkan tidak peduli jika baju dan barangnya masih ia titipkan di tas Mark.

"Hyunjin!" panggil Haechan yang mencoba meraih tangan Hyunjin, mencegah anak itu agar tidak pergi duluan.

"Haechan, sudahlah." Mark menahan tubuh Haechan agar tetap duduk di tempatnya.

"Kenapa kau harus mengatakannya di depan Hyunjin?!" Renjun mendorong tubuh Jeno yang duduk di sampingnya hingga anak itu hampir terjengkang ke belakang. Ia kesal dan khawatir, perasaannya campur aduk menjadi satu.

Jeno hanya mendecak ketika menerima perlakuan Renjun, menyamankan duduknya lagi. "Kalau aku tak mengatakannya, Jaemin akan bertindak semakin bodoh, Injun. Jaemin teman Hyunjin juga kan?" ujar Jeno membela diri, menyadarkan betapa keras kepalanya Renjun yang keukeuh memendam semua rasa sakitnya sendirian.

"Tapi kau tidak perlu mengatakannya di depan Hyunjin. Kau tidak memikirkan bagaimana perasaannya?!" Renjun kokoh dengan pendapatnya. Ia hanya ingin melindungi Hyunjin dan persahabatannya dengan Jaemin yang baru seumur jagung.

Haechan tiba-tiba saja menggebrak meja dengan keras, membuat Mark yang sedang melahap ayamnya hampir tersedak. "Renjunaa! Sadarlah! Jika kau punya waktu untuk mencemaskan Hyunjin, kenapa tak kau gunakan untuk mencemaskan perasaanmu sendiri?!" bentak Haechan. Perkataannya tajam menusuk tepat di hati Renjun yang mengepalkan kedua tangannya setelah mendengar hal tersebut.

"Haechan." Mark mencoba menahan Haechan, perkataan siswa itu memang terkenal pedas dan menusuk walaupun jujur. Tangan besarnya menggenggam lengan Haechan erat.

"Kami peduli padamu, Injuna. Kau sahabatku, Hyunjin juga temanku. Aku memang kesal melihat Jaemin menyakitimu juga Hyunjin. Tapi tolong sekali ini saja pikirkan perasaanmu sendiri. Jika memang Jaemin menyukaimu, dia tidak akan berkencan dengan Jeongin," lanjut Haechan. Ia sudah muak melihat sahabatnya murung selama seminggu terakhir karena absennya Jaemin dari sekolah dan kini malah berakhir dengan mata sembab ketika akhirnya bertemu dengan Jaemin.

Renjun tidak kuat menahan tangisnya yang seketika meledak lagi setelah Haechan bicara. Ditutupnya wajah kacaunya dengan kedua telapak tangan, menyembunyikan air mata yang sudah deras keluar. Ia tidak kuat menahan semuanya sendiri. Tangisannya terdengar penuh luka, membuat semua orang yang ada di meja tersebut merasa iba.

"Hiks, Jaemin.. hiks.." panggil Renjun dalam isak tangisnya.

Jeno membawa Renjun ke dalam pelukannya, menenangkan sahabat masa kecilnya itu dengan membiarkan kepala Renjun bersandar di ceruk lehernya, membiarkan air mata Renjun membasahi kerah bajunya. Sedangkan Mark dan Haechan hanya bisa menahan rasa kesal mereka pada Jaemin ketika mendengar tangisan Renjun yang begitu tersiksa.

.

.

To be continued.

The Student ✦ JaemrenDove le storie prendono vita. Scoprilo ora