01 - She, Valerie

100 32 52
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.
.

     Tetesan air hujan kian mereda. Lapangan SMA Taruna Mulya tampak basah. Pagi hari yang sangat menyegarkan untuk memulai aktivitas.

     Hujan di hari Senin pagi.

     Suatu kebahagiaan kecil untuk para murid karena tidak dilaksanakannya upacara. Tapi bagiku, tidak hanya di hari Senin kebahagiaan kecil itu datang.

     Selalu melihat gadis di hadapanku ini tersenyum saja, itu sudah cukup.

     Namanya Valerie.

     Seperti namanya, wajahnya juga cantik.

     Aku bukan murid baru, begitu juga sebaliknya. Jadi tidak ada yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama.

     Kita sudah berteman dari jaman SMP. Awal kita berteman karena dia yang mengajakku untuk bergabung ke kelompok belajarnya. Berawal dari sana, kita menjadi lebih sering mengobrol dan akhirnya bersahabat sampai sekarang.

     Apakah aku jatuh cinta padanya? Sepertinya tidak sampai sana. Menyukainya? Aku rasa lebih dari itu.

     Kita sudah berteman dan bersama cukup lama. Berbagai macam perasaan tumbuh seiring dengan kebersamaan itu.

     Jika kalian tetap bertanya bagaimana perasaanku padanya, aku tidak bisa menjawab. Karena aku juga membutuhkan jawaban itu untuk diriku sendiri.

     "Jepjep." Valerie memanggil nama panggilan yang dia buat. Aku juga membuat nama panggilan aneh untuknya.

     "Apa, Lele?"

     Ah, kedua nama panggilan itu kadang masih terasa lucu bagiku. Karena biasanya, Valerie akan dipanggil Vale. Dan aku akan di panggil Rey, atau tetap Jeffrey.

     Gadis dihadapanku membuka ransel putih miliknya. Mengeluarkan kotak bekal berwarna hijau pastel, kemudian meletakkannya di mejaku.

    "Tebak gue bawa buah apa hari ini."

    Tanpa berpikir lama, aku menjawab saja menggunakan buah kesukaannya.

     "Pir hijau?" Aku sengaja memberikan nada menebak agar Valerie senang.

     "Benar! Yey!" Valerie membuka kotak bekal tersebut. Dapat dilihat buah pir hijau yang sudah dipotong-potong dadu terlihat sangat segar.

     Tidak lupa dia mengeluarkan dua buah garpu dari kotak persegi panjang khusus alat makannya. Gadis itu memberikan garpu yang sudah ditancapi pir tersebut kepadaku.

     "Makasih, Le," ucapku sembari menerima garpu tersebut.

     Valerie mengacungkan jempolnya. "Silahkan dinikmati, hehe."

     Aku memakannya duluan. Sudah kebiasaan kita jika membawa makanan siapapun itu aku harus mencicipinya duluan. Meski itu tidak sopan. Dulu Valerie berkata 'takut ada racunnya, jadi lo cobain duluan, ya ....'

      Valerie menatapku. Aku tau dia sedang menunggu jawaban dariku tentang rasa buah ini.

     "Manis, kok. Manis."

     "Yey!" Valerie berseru senang. "Makan lagi, Jep. Abisin bareng, ya!"

     Aku mengangguk untuk menyetujuinya. Karena jika aku menolak ajakan makan bersamanya, gadis itu akan cemberut. Valerie sangat senang berbagi makanan kepada siapapun. Saat ada yang menolak makanannya, ia akan merasa bersalah dan beranggapan ada yang salah dengan makanannya. Untung saja aku bisa makan apa yang Valerie makan juga.

     "Jepjep, kok Bu Wina belum dateng?"

     Aku menggeleng tak tau. "Mungkin gak hadir?"

     "Masa iya? Ih jangan dong." Valerie mengerakan kepalanya ke kanan dan kiri. Aku rasa ia sedang mencari Nasya sang ketua kelas.

     Valerie menyukai cara mengajar Bu Wina. Jadi ia akan kecewa jika guru favoritnya itu tidak hadir.

     "Nas!" Valerie memanggil Nasya yang baru saja muncul dari pintu.

     "Apaan?" Nasya menghampiri meja Valerie yang berada di paling depan dan bersebrangan dengan pintu.

     "Bu Wina mana?"

     "Oh, gak hadir. Ngambil cuti dua minggu kata Pak Denis." Nasya baru saja hendak pergi tapi tangannya ditahan oleh Valerie.

      "Hah, Demi apa, sih. Kenapa, Naaaas?"

     "Ngejenguk anaknya di luar negeri."

     "Oooh." Setelah mendapatkan jawaban, Valerie membiarkan Nasya pergi ke tempat duduknya.

     Aku terkekeh pelan. "Yah, bakalan gak hadir dua minggu."

     Valerie kembali membalikkan badan menghadapku. "Ih, jangan ketawa dong. Kok ngejenguk doang sampe dua minggu, ya?"

     "Mungkin lama diperjalanan, Le."

     Valerie cemberut. Wajah masamnya itu selalu membuatku gemas.

     "Apa mungkin Bu Wina kesananya naik sepeda? Kan gak mungkin banget, ish, ish, ish."

     Kita melanjutkan acara makan pir yang sempat tertunda sejenak tadi.

     Sembari makan, aku memandangi wajah Valerie. Para awan di atas sana sudah pergi dan membiarkan sinar matahari menyebar keseluruh penjuru.

     Wajah Valerie sangat indah ketika sinar matahari menyinarinya. Rambut yang berwarna coklat tua miliknya terlihat lembut. Serta mata dan bibir kecilnya yang terlihat menawan.

     Aku tersenyum-senyum tidak jelas. Mengingat aku bisa bersahabat dengan gadis hampir sempurna ini.

     Valerie cantik, cerdas, baik hati, dan juga banyak point positif dari dirinya kepada yang lain.

     Perlahan senyumku mulai pudar ketika melihat seseorang di sebrang, berdiam diri di ambang pintu tengah melihat ke arah kita berdua.

     "Le, itu ada Naufal." Aku kembali tersenyum dan memberikan kode untuk menoleh ke sebrang belakang kepada Valerie.

     Valerie dengan sangat cepat menoleh, kemudian menghampiri lelaki itu dengan riang.

     Bagaimana perasaanku sekarang? Biasa saja. Aku ikut senang ketika melihat Valerie yang sangat berbahagia saat bertemu dengan pacarnya.

.
.
.
.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My Favorite HumanWhere stories live. Discover now