Rumah Tangga~

3.7K 338 16
                                    

-Awali dengam Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-

💐💐

"Rumah tangga itu tidak semuanya tentang bahagia, ada sedih dan kecewa sebagai ujian penguat kesetiaan. Kunci utama dalam rumah tangga itu, iman, Islam, dan kasih sayang."
Indahnursf~

💐💐

Setelah selesai salat magrib, Asya memutuskan untuk melanjutkan tugas skripsinya. Bagaimanapun juga Asya sudah memasang target kalau bulan depan semua urusan skripsi sudah selesai dan secepatnya dia bisa sidang. Rasanya Asya sudah tidak tahan lagi ingin segera menyelesaikan kuliahnya yang sudah memasuki tahun keempat.

"Mau dibantuin?"

Asya mengangkat kepalanya, terlihat Zaid dengan jubah berwarna maroon tengah berdiri di depannya. "Mau dibantuin?" tanya Zaid sekali lagi.

Dengan cepat Asya mengangguk, baru saja dia kepikiran untuk bertanya beberapa hal pada Zaid, namun belum Asya menemui Zaid, suaminya sudah datang lebih dulu.

"Bapak mau makan apa malam ini?" tanya Asya seraya tersenyum.

Seminggu terakhir ini Asya sudah mulai dekat dengan Zaid, selain sikap Zaid yang selalu lembut walau dingin, tetapi Zaid selalu mengalirkan kasih sayang pada sikapnya untuk Asya. Hal itulah poin terpenting yang bisa membuat Asya nyaman di samping Zaid.

"Apa aja yang kamu masak, saya akan makan." Zaid mengambil alih laptop yang ada di atas meja. Kursor itu digerakkan oleh Zaid menandakan dia sedang mengerjakan sesuatu.

"Ya sudah, Asya masak dulu ya. Sekalian Asya buatin piscok untuk camilan," ucap Asya, kemudian dia menuju dapur.

Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, hingga azan Isya menyadarkan mereka dan menghentikan aktivitas mereka untuk segera menunaikan salat.

Semenjak Asya tinggal bersama Zaid, setiap suara azan kalau Zaid di rumah pasti lelaki itu menginstruksikan Asya untuk menghentikan segala kegiatan, entah kegiatan sepenting apa pun. Dengarkan azan dengan sesekali menjawab sesuai ajaran, dan setelah selesai azan, doa dan solat. Seperti itulah yang Zaid terapkan dalam rumah tangganya. Asya pernah bertanya kala itu pada Zaid, kenapa mereka harus seperti itu. "Kenapa harus begitu Pak, kalau pekerjaannya penting, bagaimana?" tanya Asya kala itu, lantas Zaid tersenyum seraya mengusap kepala Asya, "Allah itu harus selalu kita utamain dari hal apa pun. Semua ini tak lain adalah urusan dunia, dan Allah adalah urusan dunia akhirat. Jika kita mengejar akhirat, niscaya dunia mengikuti, tetapi jika kita mengejar dunia, niscaya akhirat akan terlena. Mengerti maksudnya, Sayang?" jelas Zaid. Tanpa Zaid sadari kala itu, dia telah berhasil membuat kedua pipi Asya bersemu merah. Sungguh, itu perlakuan yang sangat manis. Asya merasakan ada kehangatan dalam hatinya.

"Saya ke masjid dulu, ya. Kamu langsung solat, jangan lupa pintunya di kunci lagi." Instruksi Zaid saat hendak keluar rumah. Asya mengangguk dan menuruti perintah suaminya.

💐💐

Dentingan sendok dan garpu memenuhi ruang makan yang klasik itu. Keduanya sibuk dengan makanan masing-masing, seperti biasanya. Asya berusaha untuk cepat menghabiskan makanannya agar segera melanjutkan tugas skripsinya.

"Pisangnya enak," puji Zaid saat mengunyah pisang cokelat buatan istrinya.

Asya tersenyum, "Serius enak?" tanya Asya memastikan. Entah kenapa, semenjak Zaid beberapa kali memujinya dan berhasil membuat rasa hangat dan nyaman dalam hatinya, membuat Asya ingin mendengar pujian itu setiap hari. Ralat, bahkan setiap detiknya. Entahlah, Asya benar-benar merasakan hal yang berbeda semenjak bersama Zaid.

"Istri dosen batu es ternyata masakannya enak ya. Pintar masak, cantik, salihah, masya Allah. Beruntung banget ya dosen batu es bisa punya istri seperti Afifah Asyaqila," ucal Zaid dengan senyuman yang berhasil membuat Asya jatuh cinta.

Asya tersenyum lembut, senyumnya penuh arti. Seakan semua lelah dan letihnya mengurus rumau hilang begitu saja. "Makasih Mas Zaid," jawab Asya.

Andai Zaid tahu, sekujur tubuh Asya sudah gemetar dan seakan mati rasa. Perlakuan Zaid begitu sederhana, namun mampu memberi energi hangat bagi Asya. Beginikah rasanya mencintai suami sendiri? Ah! Asya pernah jatuh cinta. Tetapi, beberapa kali pula cintanya kandas dan berujung air mata dan sakit hati.

💐💐

"Kalau di bagian ini, kamu harus lebih memperjelas pembahasan, tidak usah bertele-tele tetapi langsung pada intinya dengan bahasan yang pas," instruksi Zaid sambik membenarkan apa yang menurutnya kurang.

Asya menatap lekat-lekat atas apa yang Zaid jelaskan, ternyata membuat skripsi tidak sesulit yang Asya bayangkan. Ya, tidak akan terasa sulit kalau ditemani sama suaminya. Apalagi kalau Zaid yang menyelesaikan skripsinya, pasti dia akan sangat senang.

"Ayo dilanjutkan, nanti saya pantau setiap perkembangannya. Kamu pasti bisa," jelas Zaid.

Asya tersenyum menatap Zaid, "Makasih Mas," ucapnya.

"Jadi main ke rumah ayah?" tanya Zaid saat Asya sudah kembali fokus menatap layar monitor.

Fokus Asya kembali teralihkan ke Zaid, "Jadi dong, abis zuhur aja ya Mas. Asya masih tanggung nih, mau selesaiin ini dulu setelah itu baru kita ke rumah ayah ibu," pinta Asya.

Zaid mengangguk, "Kamu butuh camilan? Saya masakin ya. Mau apa?" tanyanya.

Hari libur ini mereka putuskan untuk berada di rumah seperti hari minggu sebelumnya. Tetapi semalam Asya merengek minta di ajak ke rumah orang tuanya. Kata Asya, dia rindu sama ayah dan ibunya. Rindu suasana rumah. Zaid pun setuju dan akan mengajak Asya ke rumah orang tuanya. Tetapi Asya memutuskan untuk bermain ke sana setelah selesai zuhur.

"Kamu suka pempek?" tanya Zaid dengan suara sedikit keras, karena suara minyak yang terkena air begitu nyaring sehingga membuat suara keduanya tidak terdengar.

"Ya, iyalah Mas Zaid. Asya orang asli Palembang, masa ga suka pempek," ucap Asya.

Zaid tertawa mendengar respons Asya, padahal niatnya hanya memancing kekesalan Asya saja.

"Mau pempek telor, adaan, atau tahu? Eh tapi persediaan ikan giling ga ada ya?" tanya Zaid.

Asya menggeleng melihat tingkah dan ucapan Zaid. Asya segera menyusul ke dapur, "Mas, Asya kan selalu belanja di super market, belum pernah ke pasar, gimana Asya mau beli ikan giling. Dan juga, memang persediaan di lemari tinggal telur, gandum, dan sagu aja. Semuanya udah habis," jelas Asya seraya menunjukkan isi lemari dapur.

Sejak dua minggu lalu, Asya memutuskan untuk menjalani tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Di mana memasak, belanja, dan membereskan rumah itu tugasnya, ya, walau Asya hanya melakukan itu semanpunya saja.

Asya diberikan Zaid uang saat sehari setelah akad, Zaid menginstruksikan pada Asya bahwa uang itu untuk keperluan Asya pribadi, urusan rumah nanti dia yang akan membeli sendiri. Namun, lambat laun Asya sadar, bahwa urusan rumah juga tugasnya. Alhasil, Asya minta ditambah uang belanja untuk membeli isi rumah.

"Sayangku, kenapa ga bilang kalau sudah habis, kan saya bisa belanja pagi ini," ucap Zaid menatap Asya.

"Asya lupa, Mas. Maaf ya, gimana kalau sekarang kita ke pasar? Beli ikan giling, beli sayur-sayuran dan buah, terus beli perlengkapan dapur," ajak Asya.

Zaid tersenyum, "Skripsi kamu?"

"Sudah, urusan gampang. Kan ini kewajiban Asya," jawabnya.

Zaid mengangguk setuju, Zaid sangat bersyukur makin hari Asya makin berproses untuk menjalani rumah tangga mereka. Ini proses yang akan selalu Zaid ingat. Perjuangannya untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rohmah.

💐💐

-Utamakan Salat dan Membaca Al-Quran Dalam Segala Hal-

💐💐

Follow ig: indahnsf_

Salam Sayang,
Indahnursf 💗💗💗

Di Penghujung Doa Cinta {Terbit}Место, где живут истории. Откройте их для себя