6| Terlibat

12 3 10
                                    

Nadine melangkah dengan sedikit ragu memasuki ruang yang sangat pribadi milik Wisnu Justin. Walau begitu, dia tak bisa urung lagi. Sudah terlanjur mengetuk pintu rumah pemuda tersebut. Dan disambut hangat oleh Tamara, mama Wisnu. Wanita berusia 35 tahunan itu mendorong Nadine untuk langsung melihat kondisi putranya yang berada di kamar.

Saat itu pintu kamar Wisnu memang sudah dalam kondisi terbuka lebar. Hingga Nadine tak perlu lagi untuk mengetuk. Dia pun tak berani bersuara. Takut mengganggu Wisnu yang sedang beristirahat. Tamara memutuskan untuk keluar dengan alasan ke dapur. Nadine memilih berdiri mematung dengan canggung.

Wisnu bergerak sembari memegangi perutnya yang masih terasa sakit. Dia tidak dapat tertidur pulas dalam kondisi seperti ini. Hidungnya dapat mencium aroma yang tak asing. Parfum beraroma lembut. Perlahan Wisnu membuka mata dan mendapati sosok Nadine Brian tengah memerhatikannya.

"Apa yang kau lakukan disini?" ucapan itu terlontar begitu saja. Sejujurnya, Wisnu mengutuki dirinya sendiri atas responnya yang bernada dingin itu.

Nadine tergagap. Dia terkejut karena Wisnu tiba-tiba terbangun di depan matanya. Sama sekali dia tidak menghiraukan ucapan Wisnu tadi. Hal itu bukan sesuatu yang baru. Mereka sudah terbiasa atas sikap yang berubah-ubah terhadap satu sama lain.

"A-aku kebetulan akan melewati rumahmu. Jadi, aku berpikir untuk mengunjungi Mamamu sebentar"

"Mamaku ada di bawah. Kau salah memasuki ruangan" Wisnu kembali berbaring dan membelakangi Nadine.

Nadine mengatupkan giginya, menggeram. Pemuda ini sama sekali tidak peka. Atau memang sengaja pura-pura tidak menyadari tujuan Nadine sebenarnya? Nadine mengepalkan dua tangannya dan meninju ke udara mengarah pada Wisnu.

Nadine mulai tak sabar. Entah sejak kapan Wisnu menjadi kekanakan seperti ini. Nadine menendang ujung tempat tidur Wisnu, sembari mendengus kesal.

"Kau tidak tahu? Atau pura-pura bodoh?"

Wisnu dengan ekspresi pura-pura bodohnya berbalik badan mengarah pada Nadine.

"Kau tahu, aku sangat khawatir saat temanmu mengabarkan kepada temanku. Dan temanku mengabarkan padaku, tentang kondisimu ini!" Nadine memberenggut.

"Bisakah kau membuat kalimatnya lebih sederhana?" Wisnu Justin tersenyum. Membuka selimut yang menutupi separuh tubuhnya. Menarik kursi yang berada di samping tempat tidur. Mengisyaratkan gadis itu untuk duduk.

Nadine menggeleng. Dia tidak ingin duduk. Juga tak berniat lama menatap wajah pemuda itu. Apalagi berada di satu ruangan, membuatnya canggung.

"Lalu, kau datang kesini, karena mengkhawatirkan aku?" tanya Wisnu dengan tatapan menyelidik.

Nadine mengangguk samar. Wisnu tersenyum puas. Sesuai ekspektasinya.

"Apakah mengkhawatirkanmu adalah tindakan melewati batas?" tanya Nadine pelan, suasana berubah kikuk.

"Aku akan pulang. Sampai bertemu besok di sekolah!" Nadine berbalik dan meninggalkan kamar Wisnu.

***
Nadine mondar-mandir di koridor kelas 3. Jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Berkali-kali dia menggigit ujung kukunya, sembari berpikir keras. Dia akan bertemu Doni Alexander saat ini. Ditemani Bianka yang menunggu di tangga. Bianka akan memberinya isyarat melalu pesan singkat, jika Doni mulai menaiki tangga menuju kelasnya.

Saat satu dentingan berbunyi dari telepon genggamnya, Nadine tahu sudah saatnya menghadang langkah pemuda itu. Dan juga menanggung risikonya. Entah itu di dorong atau bahkan dipermalukan. Membayangkannya membuat Nadine bergidik ngeri.

Dan benar saja, Doni melangkah ke arah Nadine dengan tatapan mata tajam. Gadis itu sudah didahului rasa ketakutan, hingga Doni terlepas dua langkah melewatinya. Nadine dengan sigap menarik lengan pemuda itu dan berdiri di depannya sambil merentangkan tangan.

Radio Girl (Judul Sementara)On viuen les histories. Descobreix ara