20. Perjanjian

288 44 6
                                    

"Dokter Cindy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Dokter Cindy ...," teriaknya antusias, bisa Cindy terka siapa pemiliknya.

Dia berlari kecil menghampiri Cindy yang sudah berada di depan ruang praktiknya.

"Selamat pagi, Suster Erika," sapa Cindy sembari melemparkan senyuman.

Sapaannya dibalas dengan sesuatu hal yang lebih mengejutkan, suster Erika berhamburan memeluk Cindy.

"Aah ... aku kangen, Dok" ujarnya.

"Kangen siapa? Pacar?" goda Cindy.

Dia melepaskan pelukannya, memicingkan sebelah matanya menatap Cindy. "Kok pacar, sih. Aku, 'kan nggak punya pacar, Dok."

"Ya, siapa yang tahu, dua hari aku tinggal ke Bali, kamu dapet pacar gitu."

"Ih, Dokter mah, apaan, sih." Dia meraih handle pintu, membuka ruang praktik yang Cindy tinggalkan beberapa hari kemarin.

Cindy mengangsurkan paper bag kecil ke suster Erika. "Ini, oleh-oleh buat kamu." Sesaat suster Erika berseru dengan semangat menyambut paper bag, yang sejak tadi Cindy jinjing.

"Aaah ... Dokter Cindy, terima kasih."

Cindy menarik garis melengkung ke atas membentuk senyuman. "Suka?"

"Suka banget," ujarnya, dengan mata berbinar seolah sedang menatap tas branded limited edition, yang sudah lama dia idamkan.

Cindy hanya terkekeh pelan memperhatikan tingkahnya yang terkadang cukup menggemaskan.

Cindy menyimpan tasnya ke dalam loker yang terletak di sudut ruangan, meraih snelli, dan duduk di kursi kebanggaannya.

"Dok," panggil suster Erika.

"Ya?"

"Bali ... pasti menyenangkan, ya?" Suster Erika sudah duduk di kursi di hadapan Cindy, memangku dagu menghadapnya.

"Hum, sangat menyenangkan. Kerja nggak terasa karena bisa sekalian refreshing."

"Kuring oge hoyong ka Bali, Dok," ujar suster Erika sambil mencebikkan bibirnya.

Aku hanya tersenyum. Suster Erika, gadis yang manis dengan logat Sunda-nya yang kental. "Nanti, ada waktunya," balas Cindy, menghiburnya.

Cindy membolak-balik lembaran berkas di dalam map biru, yang sudah bertumpuk di meja kerja, karena sudah dua hari ditinggalkan.

"Erika," panggil Cindy.

"Ya, dok. Kenapa?"

Cindy dan suster Erika memang bisa dikatakan cukup dekat, jika hanya berdua Cindy biasa memanggilnya tanpa embel-embel profesi. Cindy pernah meminta agar ia melakukan hal yang sama. Namun, ia enggan melakukannya, ia tetap memanggil Cindy dengan panggilan— dokter Cindy.

Cindy & Claudya (Republish)Where stories live. Discover now