Bab 25 Semakin Kuat

2.9K 171 0
                                    

Aina tersenyum seperti tak terjadi apa-apa. Ayah dan Ibu hanya diam. Heran dengan reaksi Aina. Mereka tak menyangka Aina sangat berbesar hati saat ujian yang ia dengar dari Dokter.

Aina : "Ayah, Ibu, Aina minta maaf dan doanya, ya. Semoga Aina bisa ikhtiar."

Ibu menangis. Memeluk anak sulungnya. Lalu Ayah memeluk Ibu dan Aina. Ketiganya menangis berpelukan. Aina sedang butuh dukungan. Ia mungkin menyimpang segala kesedihan. Namun ia bisa menjadi dirinya di hadapan Ayah dan Ibu.

Ustadz Nabil yang melihatnya juga merasakan hancur di dalam hatinya. Ia tahu ini sebuah batu loncatan. Sebuah ujian yang harus ia hadapi dengan Aina. Ia bukan orang yang tegar. Ia juga bisa rapuh.

Kini berempat kembali pulang ke rumah.

Saat ini, rumah tidak seperti biasanya karena cerianya Aina. Semua orang di rumah nampaknya sedang menata hati. Membiarkan kesedihan pergi pelan-pelan. Mereka sedang mengumpulkan semangat, saling menguatkan. Saat ini, Aina adalah sebuah pusat perhatian.

Malam itu, seperti biasa ketika Aina dan Ustadz Nabil hendak tidur.

Ustadz Nabil : (tersenyum pada Aina) "Aina, semangat ya?"

Aina : (tersenyum) "Bohong kalo aku gak sedih, mas. Berkeping-keping rasanya waktu Dokter bilang kecil kemungkinannya punya keturunan. Seperti gak pingin hidup lagi. Tapi insya Allah. Banyak kekuatan dari semua orang. Aku juga harus kuat agar semua gak ikut sedih. Makasih, mas. Sudah mau nemani."

Ustadz Nabil memeluk Aina.

Ustadz Nabil : "Hal paling menarik dalam pernikahan adalah bersama-sama. Bergandengan sejajar. Gak ada yang mendahului. Aina jatuh, Mas bantu berdiri. Dan sebaliknya."

Aina : "Andai selamanya aku gak bisa kasih mas keturunan?"

Ustadz Nabil menutup mulut Aina dengan lembut.

Ustadz Nabil : "Mas tahu Aina mau nanya apa. Kita jalani saja dulu. Tapi kalo nanya mas, semoga Aina satu-satunya buat mas. Gak ada yang lain."

Aina : "Makasih ya, mas."

Ustadz Nabil memeluk Aina. Malam itu tak banyak pembicaraan. Mereka saling menguatkan.

**********

Hari ini Aina sudah mulai masuk tahun ajaran baru. Kali ini tahun kedua ia di Pondok Abah.

Di Kelas.

Lita : "Gimana-gimana? Hari-hari terakhir liburan kemarin?"

Putri : "Aku cari-cari jurusan kuliah, nih."

Lutfah : "Kemarin aku ngapain, ya? Oh, aku bantuin sepupuku di toko kue. Packing-packing."

Lita : "Kalo Aina?"

Aina : "Ha? Aku? Hehe... Sama suami."

Lutfah, Lita, Putri : "Ciyeeeeee.."

Aina tersenyum sumringah.

Lita : "Senangnya Aina. Masih muda sudah ada yang nemenin."

Aina : "Ya gak lah. Susah senang. Gak mudah juga adaptasi. Kan kita ini dijodohkan. Apalagi gak keduga kan kalo Mas Jun adalah blablabla, sensor ya?"

Lutfah : "Bisa ngerti, sayang. Tapi seru kayaknya dengar ceritanya."

Pembicaraan mereka terhenti dan keempatnya kembali duduk karena Ustadzah Ike sudah masuk ke dalam kelas. Mereka pun menjalani hari-hari di sebagai santri lagi.

Jam pelajaran berganti. Kelas Aina sekarang memasuki kelas Olahraga.
Semua santri sudah mengenakan pakaian olahraga. Berkumpul di tengah lapangan.

Ustadz, jangan jatuh cinta padaku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang