Part 25

3.1K 72 3
                                    

"I miss you. I need you. I love you. That's all I want to say. Always shower me with your love," - Maddy Maxwell & Vanilla Aresha Abraham

Ivander menyapu wajahnya dengan telapak tangannya yang terasa dingin. Tubuhnya gementar. Sudah hampir tiga puluh minit dia sampai. Namun sampai saat ini dia belum punya kekuatan untuk keluar dari keretanya.

Ivander masih berfikir keras apakah harus dia bertemu Maddy dan Vanilla untuk mengakui kesalahannya dan meminta maaf.

Akhirnya, Ivander menggagahkan diri mengetuk pintu rumah Maddy. Apapun hukuman yang akan diterimanya setelah ini, dia rela.

"Apa mahumu?" sergah Maddy saat membuka pintu dan mendapati Ivander tercegat di hadapannya. Ivander menjenguk ke dalam rumah, namun kelibat Vanilla tidak kelihatan.

Ivander duduk tanpa dijemput. Mukanya pucat. Dia tidak tahu bagaimana untuk memulakan pengakuan maafnya.

"Ada sesuatu yang ingin kukatakan, Maddy," dia mengelap dahinya yang berpeluh menggunakan lengan bajunya.

"Katakan cepat. Aku tidak mahu kau berlama-lama di sini," suara Maddy masih tidak bersahabat.

"Sebenarnya... aku yang menyakiti Vanilla hingga dia keguguran," Ivander berasa lega sudah mengatakannya. Bebannya sudah terlepas. Kini terpulang pada Maddy dan Vanilla sama ada mahu memaafkannya atau tidak.

Pengakuan Ivander ternyata membuka kembali luka yang masih bernanah meski kisah itu sudah lebih sebulan berlalu. Maddy bangun dan tanpa sabar lagi terus melayangkan pukulannya. Ivander hanya menerima tanpa melawan sedikitpun.

"Kau memang anjing! Kau tak ada rasa perikemanusiaan!" Maddy memukul tanpa peduli erangan kesakitan Ivander.

"Aku kehilangan anakku, Ivan. Dan aku hampir kehilangan isteriku!" Dia berteriak dan memukul Ivander seperti orang kerasukan.

"Maddy..." mendengar keriuhan di ruang tamu, Vanilla keluar dari bilik. Air matanya jatuh melihat Ivander terkapar di lantai. Vanilla separuh berlari mendekati Maddy dan Ivander.

"Maddy, cukup!" Namun Maddy enggan berhenti.

" Sayang, cukup! I love you! I love you!" Vanilla memeluk suaminya dari belakang. Pelukan Vanilla menyedarkan Maddy.

"Ya, Tuhan. Apa yang sudah kulakukan, Vanilla," Maddy terduduk di sofa. Vanilla menangis sambil memeluk suaminya.

"Izinkan aku menolongnya, Maddy," mata Vanilla berlinangan memandang tubuh Ivander yang terbaring tidak bermaya. Tubuh lelaki itu penuh lebam. Bibirnya menitiskan darah. Maddy mengangguk lemah.

"Aku akan menghubungi Aran untuk membawanya ke hospital," katanya.

Vanilla membantu Ivander berdiri. Lelaki itu memang pernah menyakitinya, pernah membuatnya kehilangan. Tetapi lelaki itu juga lelaki yang pernah memiliki sedikit kepingan hatinya. Sebenci apapun dia pada Ivander, dia tetap tidak sanggup melihat lelaki itu menanggung sakit begini.

"Maafkan aku, Vanilla," Ivander bersuara lemah. Tangannya menggapai tangan Ivander. Air mata Vanilla mengalir deras.

"Maafkan aku sudah menyakitimu. Maafkan aku kerana kamu telah kehilangan bayimu. Maafkan aku, Vanilla. Aku sangat mencintaimu...," Ivander menangis merasakan kesakitan pada tubuh dan hatinya.

💕💕💕

Vanilla masuk ke bilik tidurnya. Hampir tiga puluh minit dia menemani Ivander hingga Aran datang dan membawa lelaki itu ke rumah sakit.

Maddy berbaring dengan lengan menutupi matanya. Vanilla tersenyum. Suaminya menyedari kehadirannya tetapi tidak mahu menoleh kepadanya.

"Aku tahu kamu cemburu, Maddy," Vanilla mendekat ke arah tempat tidur. Maddy masih tidak menoleh kepadanya.

Please, Release Me ✔️Where stories live. Discover now