Part 5

3.8K 81 3
                                    

" Terlanjur aku memilikimu, biar kamu hanya menjadi milikku, selamanya. Kupasrah, mengikat hidupku pada ikrar sehidup semati denganmu" - Maddy Maxwell

Panggilan telefon daripada ibunya mengejutkan Maddy daripada tidur nyenyaknya yang hanya dapat dinikmatinya seawal jam lima dinihari.

"Hello, ma," sahutnya setelah menggeser butang hijau pada telefon bimbitnya. Dia mengerling sejenak Vanilla yang masih terlelap di sampingnya. Wajah Vanilla nampak begitu lesu. Maddy senyum puas, semalaman dia menguras tenaga Vanilla untuk melayaninya.

"Pulang, Maddy. Mama sudah menemukan calon pengganti untuk menggantikan Anila," terasa ingin luruh jantungnya mendengar suara ibunya di hujung sana. Apa kata ibunya, calon pengganti untuk menggantikan tempat Anila? Tidak, aku tidak mahukan gadis lain untuk menggantikan Anila, jawab suara hatinya. Pandangannya masih tertumpu pada wajah cantik Vanilla.

"Nanti aku pulang, ma," putusnya sebelum mematikan panggilan. Maddy kembali berbaring di samping Vanilla. Jemarinya mengelus lembut pipi Vanilla dan terhenti pada hujung bibir gadis itu. Kemudian jarinya menelusuri bibir tipis nan merah itu. Ada rasa damai setiap kali dia memandang wajah itu. Mimpi yang dulu pernah wujud, ternyata hari ini bukan lagi tinggal mimpi.

"Vanilla, bangun," Maddy berbisik tepat di telinga Vanilla. Gadis itu hanya mengeliat dengan mata masih terkatup rapat.

"Bangun, Vanilla," ulang Maddy. Dia menggoyang lembut tubuh Vanilla. Tetapi Vanilla tetap tidak membuka matanya. Bukan dia tidak mendengar panggilan Maddy. Hanya saja badannya terlalu letih dan matanya terlalu berat untuk dibuka.

"Kalau kau tak juga bangun, aku akan mengulangi permainan kita semalam, Vanilla. Kau tahu aku sentiasa bersedia untuk mengulanginya," ugut Maddy. Mendengar ugutan itu, Vanilla berusaha membuka matanya.

"Maddy.." ucapnya lemah. Matanya menatap wajah Maddy yang begitu dekat dengan wajahnya. Tangannya menahan dada Maddy yang sudah siap sedia menindih tubuhnya.

"Jangan menolakku, Vanilla. Aku mahu kau bangun dan memberikan aku sarapan pagiku," katanya dengan wajah menyeringai. Vanilla memalingkan wajah tika bibir Maddy hampir mendarat pada bibirnya.

"Mahu bermain-main hmm, Vanilla?" kedua telapak tangannya menahan pipi Vanilla hingga tidak dapat bergerak lagi.

"Buka mulutmu, sayang. Izinkan aku masuk untuk mendapatkan sarapan pagiku," katanya dengan suara serak. Vanilla tahu, melawan hanya mempersulitkan keadaan. Dia tidak akan pernah menang melawan lelaki itu.

"Ya... begitu, Vanilla. Jadi pelacurku yang penurut," katanya tika Vanilla membuka mulutnya dan membiarkan lidah Maddy menerobos masuk dan meneroka di dalam sana.

"Ahhh.. Maddy.." suara erangan Vanilla kedengaran. Jari Maddy dengan nakal berlari menuju ke satu destinasi, untuk mencari tahu sesuatu.

"Maddy..." Vanilla semakin mengerang bila jemari panjang Maddy singgah di daerah sensitifnya.

"You're wet, Vanilla. You're ready for me. But.. Sorry, honey. Kau tidak akan mendapatkan kepuasanmu pagi ini," ucapnya lalu bangun meninggalkan tubuh Vanilla.

Vanilla mendesah kecewa, menahan ghairah yang sudah dibangunkan Maddy. Matanya jatuh pada bukti ghairah Maddy yang mengacung gagah, siap untuk bertempur. Tika dia siap untuk menyerah, Maddy malah menarik diri. Mengapa? Vanilla merapatkan kedua kakinya, menahan rasa denyut yang masih menggila, menuntut untuk dituntaskan.

Please, Release Me ✔️Where stories live. Discover now