Part 12

3.3K 74 2
                                    

"Kuingin kamu bahagia, ratu hatiku. Meski tidak kau sedari, semuanya kulakukan kerana rasa cinta. Aku mencintaimu, Vanilla Aresha Abraham. Aku mencintaimu," - Maddy Maxwell

Vanilla tidak dapat membantah saat suaminya menawarkan diri untuk membantunya bersiap. Lelaki itu tidak mempedulikan rengekan Vanilla yang menolak saat lelaki itu berkeras untuk mengeringkan tubuh Vanilla yang baru selesai mandi.

" Please, Maddy," Vanilla menutup kedua breast miliknya yang kelihatan mengacung ke arah Maddy. Lelaki itu tanpa aba-aba menarik tuala yang membalut tubuh Vanilla, meninggalkan tubuh putih itu telanjang sepenuhnya.

"Jangan ditutup, Vanilla. Biar aku mengeringkan tubuhmu," tangan Maddy menarik lembut tangan Vanilla yang menutupi payudaranya. Spontan pipi putih Vanilla kelihatan merah.

"Aku cuma mahu kamu mengingat sesuatu yang manis tentang kita, Vanilla. Aku mahu kamu sentiasa mengingati aku sebagai suamimu yang manis," Maddy senyum sumbing.

Vanilla terpaksa menahan rasa malu berada di hadapan Maddy dalam keadaan tubuhnya tanpa seurat benangpun. Dia hanya membiarkan lelaki itu mengelap setiap inci tubuhnya.

" Mad.. dy.. ohh..., " Vanilla menahan erangannya saat Maddy sengaja berlama menekan-nekan miss V nya. Sialnya lelaki itu melakukannya di hadapan cermin besar. Mata lelaki itu mengintai apa yang dilakukannya pada tubuh Vanilla melalui cermin besar itu.

"Cukup, Maddy," Vanilla cuba menahan gerakan tangan Maddy. Tubuhnya tersandar pada tubuh Maddy yang hanya mengenakan boxer.

"Diam, Vanilla," katanya dengan suara tertahan. Hembusan nafasnya terasa panas menyapu tengkuk dan pipi Vanilla.

" Ma.. Mad.. ahh.. Maddy..." Vanilla tidak dapat menahan erangan saat merasa sesuatu yang keras menekan punggungnya, hampir sekali dengan miss V nya. Pada bayangan mereka di cermin, Vanilla dapat melihat dengan jelas boxer yang tadi dipakai Maddy, kini telah melorot ke bawah kaki lelaki itu.

"Jangan, Maddy," Vanilla protes saat Maddy cuba menerobos masuk ke miss V nya.

"Kenapa, Vanilla? Kau mahu menyimpannya untuk Ivander saat di Australia nanti?" mata Maddy menatap Vanilla. Vanilla dapat melihat tatapan itu sarat dengan ghairah dan cemburu.

"Kita akan terlambat, Maddy."

"Tidak sabar untuk bertemu kekasih, hmm?" tanya Maddy. Jemarinya memilin puting Vanilla. Kakinya membuka kaki Vanilla dan dalam hitungan saat mr jack sudah berada di dalam miss V.

"Aku akan memilikimu, Vanilla. Sebelum dia menyentuhmu, aku yang akan menyesap manismu," ucapnya dengan nafas memburu. Satu tangannya memeluk tubuh Vanilla dan satu tangan lagi menekan daerah intim Vanilla agar penyatuan mereka lebih erat.

Vanilla mengerang dan mendesah. Tangannya memaut tengkuk Maddy. Wajahnya berpaling pada Maddy, mencari bibir lelaki itu.

"Aku suamimu, Vanilla. Hanya aku dapat memberikan kenikmatan ini," dia tidak mahu mengecewakan Vanilla. Bibirnya menyambar bibir isterinya, mengucup dan menghisap dengan liar, seperti liarnya dia menghentakkan mr jack nya.

"Sebut namaku, Vanilla. Katakan apa yang kau rasa," katanya dengan suara letih. Tiga puluh minit memuaskan sang isteri dalam keadaan berdiri ternyata menguras tenaganya.

"Katakan, sayang. Aku hanya akan berhenti setelah aku mendengarnya," lagi-lagi tatapan mereka beradu. Mata Vanilla sudah kelihatan layu. Kakinya sudah terasa gontai. Peluh sudah mengucur membasahi tubuhnya. Sentuhan Maddy memang luar biasa. Dalam tiga puluh minit, sudah dua kali dia mencapai titik nikmatnya.

" Maddy, this is so wonderful. And beautiful..." ucap Vanilla.

" Really?" Maddy sengaja menduga meski dia tahu kebenarannya. Andai penyatuan mereka biasa-biasa saja, mana mungkin isterinya mencapai orgasme sampai dua kali.

"Ya, Maddy. Please, aku letih," katanya. Maddy mempercepatkan gerakannya hingga akhirnya dia memancutkan benihnya ke dalam rahim isterinya.

💕💕💕

Di dalam pesawat menuju ke Australia, Vanilla tertidur pulas dengan bersandar pada bahu Maddy. Maddy mengukir senyuman puas melihat sang isteri yang keletihan.

"Semoga kamu cepat mengandungkan anakku, Vanilla. Aku bersumpah tidak akan menyerahkanmu pada Ivander atau lelaki manapun. Aku akan menjadikan kau hanya milikku, apapun caranya," katanya dalam hati.

Perjalanan menuju Australia memberinya banyak waktu untuk memikirkan masa depan keluarga kecilnya. Keluarga yang cuma ada dia, Vanilla dan anak-anak mereka yang bakal lahir dari rahim Vanilla.

Tetapi Maddy sedar, untuk mencapai kebahagiaan itu bukan mudah. Ibunya begitu membenci Vanilla dan akan selalu berusaha untuk memisahkannya dari Vanilla. Bagi ibunya, hanya Anila gadis yang sesuai mendampingi Maddy.

"Mungkinkah suatu hari nanti kamu akan mencintaiku, Vanilla?" Maddy menggenggam jemari Vanilla. Cincin pernikahan mereka tersarung indah pada jari manis Vanilla.

"Aku pernah mencintaimu, Maddy. Andai saja aku belum jatuh cinta pada Ivander, pasti aku sangat bahagia menjadi isterimu. Tapi saat ini, aku cuma ingin kamu melepaskanku. Aku ingin bersama Ivander," Vanilla cuma menjawab dalam hatinya.

Jauh... Pada lubuk hatinya yang paling dalam, dia ingin mencintai lelaki yang sudah berstatus suaminya itu. Tetapi sejak mula, lelaki itu tidak mencintainya, malah memilih sahabatnya.

Kemudian, kerana insiden di hotel, lelaki itu menjadikannya tawanan, memintanya agar menikah dengan lelaki itu. Sayangnya, semuanya bukan kerana cinta. Dia menikahi Vanilla sekadar untuk menghukum Vanilla atas kesalahan yang dirancang Anilla, gadis yang sangat dicintai lelaki itu.

Cinta? Lelaki itu berbicara tentang cinta. Vanilla tidak tahu apa maksud cinta bagi Maddy. Cinta Maddy hanya buat Anila. Vanilla cuma singgahan, pemuas nafsu Maddy. Saat Anila kembali, Vanilla bukan sesiapa.

"Aku membencimu, Anila. Kau yang merancang semuanya. Tetapi kau tetap permata yang bersinar di mata Milly dan Maddy. Aku pula hanya sampah, hanya perempuan tidak bermaruah di mata mereka," Vanilla menahan rasa sebak.

"I love you, Vanilla," Maddy mendekatkan jemari Vanilla ke bibirnya dan mengucup jemari itu. Vanilla masih memejamkan matanya, berpura-pura tidur, seolah-olah dia tidak mendengar kata-kata yang diungkapkan Maddy. Vanilla mendiamkan diri agar Maddy menyangka dia tidak menyedari semua yang dilakukan suaminya itu.

"Bertahan di sampingku, hingga saatnya aku memintamu pergi," kata-kata yang pernah diucapkan Maddy terngiang kembali.

"Aku akan pergi sebelum kau memintaku pergi, Maddy. Jika takdir mempertemukan aku dengan Ivander, saat itu aku akan pergi dari sisimu, Maddy."

"Jangan pernah berfikir untuk meninggalkanku, Vanilla. Kau hanya boleh pergi jika aku memintamu pergi. Itupun pergi tanpa membawa apa-apa yang menjadi milikku," bisiknya. Maddy mencondongkan wajah ke arah Vanilla dan mengucup lembut pipi isterinya.

"Bagaimana... bagaimana kau tahu apa yang ada dalam fikiranku?" Vanilla bertanya gugup. Dia tidak mengerti mengapa Maddy sering dapat membaca apa yang ada dalam fikirannya.

"Jadi benar kau merancang ingin pergi dariku, Vanilla?" Maddy mengenyitkan matanya.

"Kita suami isteri, Vanilla. Tubuh kita sudah sering menyatu. Sebagai suami, aku dapat merasakan apa yang kau fikirkan," ucap Maddy membuat mata Vanilla terbeliak kaget mendengarnya.

"Tidur, Vanilla. Perjalanan masih jauh. Aku tidak mahu kau keletihan saat kita sampai nanti. Ingat, tujuan kita ke Australia untuk honeymoon, bukan mencari seseorang yang seharusnya tidak perlu difikirkan lagi," ucap Maddy penuh makna tersirat.

Vote dan komen.
Selamat membaca.
Jumpa di part seterusnya.
Tbc....

Please, Release Me ✔️Where stories live. Discover now