Part 30: Akhir Perayaan Ini

764 97 5
                                    

Aku masih sadar tapi tak mampu melawan.
Detik ini, apa yang bisa kulakukan?
Pasrah?
Atau mengemis pada takdir untuk memberiku setitik keajaiban?
Aku benci dua pilihan itu.

Aku menatap marah bangsawan berandal ini . Namun, dia tak memedulikannya. Terus mendekatkan wajahnya padaku. Enam belas tahun, aku tahu apa yang akan dilakukan lelaki ini. Lebih baik dia menembak ku beratus-ratus kali lagi daripada melakukan itu. Jika saja aku mati hari ini, aku tak akan mati dengan tenang. Hatiku tenggelam dalam kemarahan.

BAIKLAH! AKU PASRAH!!

TAKDIR! KAU DENGAR AKU?! AKU SUDAH MENYERAH! MENYERAH!!

SIAPA SAJA, CEPAT DATANG DAN TOLONG AKU!!!

Aku tak tahu takdir itu seperti apa, tapi dia mendengar teriakanku.
Ya, dan itu cukup mengesalkan.

"Awas Tuan!!" Teriak salah satu pengawalnya yang melihat sosok lain datang.
Whuss!
Sekejap saja, sosok itu langsung muncul di depan pengawal yang berteriak tadi.
"Die." Sahutnya sepelan angin
"Argh!"
Bugh!

"Si-siapa ka--'"
"Die." Katanya samar.
"Ugh!"
Bugh!

"Ah, tidak. Jangan!"
"And the boss.."
"Aku minta maaf. Sungguh! Aku tak akan melakukannya. Ja-jangan bunuh aku.." kata lelaki bangsawan itu langsung ciut.
Shhuts! Mendadak sosok tadi menghilang.
"Lead to hell." Ucap sosok itu yang tiba-tiba sudah muncul di belakangnya​. Sama seperti nasib dua pengawalnya, sebilah pedang menyayat tubuhnya.
"Argh!"

Bugh!

Tiga lelaki itu terkapar tak bergerak.
Entah keajaiban apalagi yang terjadi padaku. Aku bisa menggerakkan tubuhku kembali. Aku bangkit perlahan dan merangkak ke kursi ibuku terikat. Aku berlutut dan menggerak-gerakkan tubuh ibuku.
"Ibu..."
"Bangunlah.."
Sayangnya, ibuku masih tak merespon. Matanya masih terpejam.
Aku merosot ke pangkuan ibuku. Kepalaku pusing luar biasa, rasanya seperti akan pecah. Pandanganku buram oleh air mata keputusasaan.
Ibuku tak kunjung bangun. Baiklah, aku mulai yakin aku akan mati sebentar lagi. Tapi setidaknya, aku ingin berbicara dengan ibuku untuk terakhir kalinya.

Mataku semakin panas membayangkan saat ibu terbangun, aku sudah tergeletak tak bergerak dihadapannya. Tak sanggup rasanya membayangkan perasaan ibu saat kehilanganku. Sedih, amarah, kecewa, dendam. Semuanya menghitamkan hatiku.

Tekanan dalam​ kepalaku semakin hebat menyiksaku. Wajah ibu tertutup ilusi kunang-kunang di mataku. Tidak. Aku sungguh tak mau meninggalkannya. Aku tak mau meninggalkan apapun yang kumiliki. Semuanya masih terlalu berharga untuk kutinggalkan.

Tubuhku perlahan merosot dan akhirnya jatuh tanpa daya diatas lantai. Semakin banyak kunang-kunang di mataku. Aku tahu ini, terlalu banyak darah yang keluar. Dan sebentar lagi...
Sebentar lagi...

Tap!
Sepasang kaki bersepatu boot itu tepat disamping kepalaku yang terlentang sejajar lantai. Aku melihat sosok yang menjulang itu dari bawah. Berkas cahaya satu lampu yang masih menyala menampakkan siluet lekuk wajahnya. Itu seorang wanita.

Ya ampun, siapa lagi ini?

Sosok yang mengenakan jubah panjang itu berjongkok menatapku lebih dekat. Aku mengenal hampir semua orang di kota ini tapi wanita ini asing sekali bagiku. Wajahnya seperti orang yang ada di lukisan-lukisan kuno.
Mendadak aku merasa takut.

"Kasihan sekali dirimu, nak." Ucapnya lembut. Nada itu membuatku terperangah.
"Bi...sakah...Ka.. u.. meno..longku?" Ucapku lemah.
Lekuk alisnya memperjelas ekspresi prihatinnya.

Owari no Seraph -Spin Off-Место, где живут истории. Откройте их для себя