Begitukah kehidupan Justin. Dan siapakah dia yang dimaksud olehnya. Apakah dia kekasihnya atau temannya? Ah aku tidak mau memikirkan hal itu. Yang jelas kehidupannya tak jauh beda dengan ku.
Mom dan dadku memang juga sudah bercerai, tapi aku beruntung masih ada dad yang selalu menemaniku. Dia, Justin, kuakui kehidupannya sangat menyedihkan. Aku tidak menyangka bahwa Justin akan  menceritakan semua masalahnya padaku. Tanganku tergerak mengelus pundaknya bermaksud untuk menenangkannya.

"Masalahmu dengan masalahku sama, hanya saja aku masih ada dad yang selalu ada untukku. Kau tau aku juga tak percaya bahwa dadku mengalami kebangkrutan setelah menjalankan bisnis diperusahannya. Saat itu mom juga meminta dad untuk menceraikannya. sekarang ia sudah menikah dengan pria lain. Aku tak kuat melihat mereka berdua berpisah. Bahkan sekarang mom sudah tak mengakui diriku sebagai anaknya lagi. Menyedihkan bukan? Seorang anak yang dilupakan oleh ibu kandungnya sendiri. Batinku tersiksa, tapi dad selalu menenangkanku hingga aku tak memikirkannya lagi. Tapi ingatlah Just, tetap tersenyumlah kepada orang lain meskipun masalahmu sangat besar."  ucapku dan Justin terlihat sedikit terkejut setelah mendengarkan ceritaku.

"Kau bisa sebahagia ini?" Tanya nya heran. Akupun tersenyum hangat padanya.

"Apa kita harus terus menerus larut dalam kesedihan? Coba kau fikir, itu tidak ada gunanya Just, gunakanlah waktumu untuk berbagi senyuman pada semua orang. Sebenarnya diriku hancur, kadang aku menangis saat aku teringat mirisnya nasib keluargaku. Tapi itu tak lama, kemudian aku melupakannya dan tersenyum kembali. Aku mencoba mencari kesibukan dengan bekerja di restauran dan mengenal banyak teman hingga akhirnya sedikit demi sedikit aku bisa melupakan masalahku." Jelasku lagi dan tersenyum kearah Justin.

Justin masih terdiam. Tak tau apa yang ada difikirannya saat ini. "Kau hebat, aku mengagumimu" ucapan Justin berhasil membuatku blushing. Baru saja ia mengatakan bahwa dirinya mengagumiku, benarkah. Aku berusaha menutupi rasa senangku dengan raut wajah yang terlihat biasa-biasa saja. Sungguh rasanya aku ingin terbang saat ini! (Ok ini terlalu berlebihan wkwk :v)

*Justin's POV

Aku tau saat ini dia sedang blushing. Terlihat dari pipi chubby nya yang memerah. Aku tau dia sedang memaksakan raut wajahnya agar terlihat biasa saja. Sungguh lucu.

"Ingin bermain salju?" Tawarku padanya. Dia mendongak menatapku sambil tersenyum manis. Itulah yang kusukai darinya.

"Kau mengajakku?" Gadis itu mengernyitkan alisnya.

"Menurutmu?" Ucapku datar lalu keluar dari gubuk dan menuju ke tumpukkan salju yang tebal. "Kemarilah!" Aku memanggilnya dan ia keluar menghampiriku. Ia memainkan salju dengan manis seperti anak kecil.

"Justin?" Panggilnya dan dia menghampiriku.

"Ya?"

"Katanya kau ingin pulang" tanya nya dengan raut wajah polos. Dan sungguh.. itu sangat menggemaskan!

"Kapan aku bilang" balasku dingin. Aku tak mau jika dia banyak bertanya.

"Saat tadi keluar dari Cafe. Kau mengatakan bahwa kau harus pulang dan kau menarikku paksa" ucapnya lagi. Dan ya, aku lupa bahwa  tadi diriku sudah membuat alasan yang tak masuk akal saat menghindari Chris tadi.

"Nanti" balasku dan masih dengan raut dinginku.

"Justin?? Panggilnya lagi dan ia menjauh dariku. Membuatku sedikit bingung.

"Apa!" Balasku agak meninggikan suara. Karena aku kesal dari tadi ia terus memanggilku. Sungguh Cerewet.

"Kemarilah Just, lihatlah!" ajaknya seperti ingin menunjukkan sesuatu padaku dan bodohnya aku langsung menuruti ucapannya. Aku menghampiri dirinya yang sedang duduk berjongkok membelakangi ku. Aku tidak tau apa yang sedang dilakukannya. Dan shit! Dengan gerakan cepat ia menyerbuku menggunakan bola-bola salju yang ia buat tadi dan mengenai diriku. Gadis itu terkekeh dan terus melempariku. Menyadari perbuatan yang sudah dilakukannya, membuatku ingin membalasnya. Aku membuat bola salju berukuran besar dan melemparkan padanya. Dia menjerit dan aku tersenyum puas melihat dirinya terkena bola saljuku.

My Sweatheart Justin Where stories live. Discover now