Being Rega's Girlfriend

Mulai dari awal
                                    

Ekspresi Gisca saat ini benar-benar terkejut dengan menganga lebar. Lebih tepatnya spechless mendengar cerita Rheva akan sikap kakak iparnya itu yang benar-benar diluar dugaan. Sebenarnya bukan diluar dugaan juga, sih, karena Gisca sudah bisa menebak tabiat Rega yang selalu memperlakukan perempuan dengan baik.

"Rhe," respon Gisca akhirnya.

"Hmm..."

"Gue kira waktu di rumah Mas Rega, lo berdua mau..." Gisca mengantung ucapannya dan memberi kode dengan tangan seolah menggantikan kata 'cium' pada Rheva. "Ternyata kalian belum." sambungnya.

"Oh, kalau itu sih memang nggak. Itu nggak sengaja muka kita lagi deket banget."

Gisca menompang kepalanya dengan tangan. "Gila ya, gue nggak habis pikir sama Mas Rega. Bisa sekuat itu dia pertahanannya." 

Rheva tersenyum. "Dan baru kali ini, Ca, gue menemukan laki-laki yang sangat sopan dan menghormati gue. Mas Rega bisa aja tuh cium gue waktu kemarin kita pergi setelah kita pacaran. Tapi nggak, tuh."

"Beda banget sama adeknya si Leo." celetuk Gisca.

Tawa Rheva terdengar. "Laki lo, tuh!" sahutnya.

"Iya sih, tapi gue cinta banget sih sama Leo. Hahahaha." ujar Gisca yang membuat Rheva langsung mencibir sahabatnya itu.

***

Dua minggu sudah Rheva menjadi pacar seorang Rega yang ternyata harus memiliki kesabaran ekstra dan pengertian yang lebih. Rheva mengetahui dan paham akan itu karena sejak ia belum berpacaran dengan Rega pun, Rheva sudah terbiasa dengan resiko pekerjaan Rega sebagai dokter yang membuat laki-laki itu sibuk.

Namun ada satu hal yang tak pernah Rega lupakan yaitu; laki-laki itu selalu menyempatkan diri untuk mengabari Rheva. Entah lewat telpon atau pesan. Walaupun waktu mereka sedikit untuk bertukar kabar jika sama-sama sibuk. Bahkan setelah dua minggu mereka resmi berpacaran dan pulang dari Bali, keduanya belum sempat bertemu lagi di karenakan Rheva yang harus pergi selama satu minggu ke Semarang untuk mengurus pekerjaannya.

"Kak Rhe, baru pulang?" tanya Dimitri, adiknya yang paling kecil.

Gerakan tangan Rheva yang sedang melepas heels-nya terhenti dan mengalihkan pandangannya pada Dimitri yang sedang menuruni tangga.

"Iya nih. Kamu mau kemana udah rapi gitu?" tanya Rheva balik.

Dimitri memperlihatkan cengirannya. "Biasa Kak, jemput pacar dulu." jawabnya.

Rheva mencibir adiknya itu. "Kuliah jangan lupa, jangan kerjaannya pacaran melulu." sahutnya.

Dimitri kemudian mendekati sang kakak. "Kak Rhe," panggilnya dengan nada manis. "Pinjem mobil, ya?"

"Biasanya pakai mobil Papa atau pakai motor kamu sendiri. Tumben-tumbenan pinjem mobil kakak." ucap Rheva lalu menghela napasnya.

"Mobil Papa lagi di bengkel. Kalau naik motor lagi hujan gini, kasihan pacarku, kak." ujar Dimitri.

Rheva memutar bola matanya lalu menyerahkan kunci mobilnya. "Nih, hati-hati ya nyetirnya. Salam buat pacarmu."

Dimitri meraih kunci mobil Rheva dengan senyum gembira. "Makasih kakak cantikku." ujarnya lalu memeluk Rheva. "Semoga kakak bisa cepet dapet calon suami. Biar nggak merana jadi jomblo terus."

"Heh, tengil banget sih!" seru Rheva seraya menepuk pundak Dimitri. "Udah sana, jemput pacarmu. Nanti kelamaan nunggu, kasihan."

Belum tahu aja ya, si Dimitri tengil kalau kakaknya ini  udah punya pacar.

Dimitri melepas pelukannya. "Oke-oke. Jalan dulu kak, see you." pamitnya lalu mencium sekilas pipi Rheva sebelum berlari keluar rumah.

Selepas kepergian Dimitri, Rheva hanya terkekeh pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah adik kecilnya. Yah, walaupun Dimitri sudah memasuki jenjang terakhir berkuliah, tetap saja Rheva menganggapnya sebagai adik kecil.

Begitu ia sampai di kamar, Rheva melirik jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Gadis itu kemudian langsung membersihkan makeup dan bergegas untuk mandi. Tubuhnya sudah sangat lelah hari ini. Jadwal yang padat mulai dari meeting di pagi hari dan juga di siang hari, lalu setelahnya mengerjakan pekerjaannya yang sudah hampir menuju deadline sementara belum ia kerjakan sama sekali membuat kepala Rheva lumayan pening.

Ketukan di pintu kamarnya membuat Rheva yang baru saja selesai berpakaian, langsung membuka pintu kamarnya.

"Rhe, kapan pulang? Mama kok nggak denger." ucap Miranda, Mama Rheva.

Rheva tersenyum. "Baru aja kok, Ma." sahutnya. "Kenapa Ma?"

Miranda menyodorkan kantung plastik yang ia bawa. "Tadi ada yang ke rumah bawain kamu kue pancong dan martabak keju susu. Namanya Rega." ucapnya.

Rheva meraih kantung plastik tersebut dan membukanya. Terlihat dua kotak yang ditumpuk rapi dan sebuah notes membuatnya tersenyum.

Jangan lupa dimakan ya, aku nggak sempet ngabarin kamu lagi buat kasih tahu kalau aku antar ini ke rumah kamu karena aku harus buru-buru balik ke rumah sakit lagi. Selamat makan, Rheva.

Ps: I love you, Rhe.

Bukan tanpa alasan mengapa Rega bisa membawakan kedua makanan itu ke rumah Rheva. Siang tadi ketika ia sedang break untuk makan siang, Rheva bertelponan dengan Rega yang juga sedang istirahat. Gadis itu sempat mengucapkan makanan yang sangat ingin ia makan saat ini. Just a random talk, tapi Rega diluar dugaan membelikannya ini semua. Rheva juga tak mengira, apalagi berharap Rega bisa membelikannya karena ia tahu malam ini Rega memiliki jadwal operasi.

Dan menurutnya juga, ia bisa membelinya sendiri. Namun Rheva lupa karena terlalu lelah dengan pekerjaanya.

Sementara itu, Miranda yang melihat anaknya tersenyum langsung menangkap sinyal jika laki-laki yang membawakan makanan tadi merupakan seseorang yang mampu mencuri hati sang putri yang selama beberapa tahun ini tak pernah tersenyum selebar saat ini.

"Mama sempet ngobrol sebentar, soalnya Mama lihat kayaknya dia lagi buru-buru. Anaknya sopan dan baik. Mama suka, Rhe." ucap Miranda seraya menepuk-nepuk pundak Rheva. "Calon menantu Mama, ya?" godanya.

Rheva cukup terkejut dengan ucapan sang Mama barusan. Ia langsung tertawa pelan dan salah tingkah.

"Mama setuju kok, kalau kamu sama dia." ucap Miranda, lagi. "But take your time buat mengenalnya lebih dalam. Mama nggak akan nyuruh kamu buat cepat-cepat nikah, kok. Mama balik ke kamar dulu ya, jangan lupa istirahat."

Miranda kemudian meninggalkan Rheva di kamarnya dan bergegas ke kamarnya. Sepeninggal sang Mama, Rheva hanya tersenyum dan meraih ponselnya untuk mengirim pesan pada Rega yang mungkin baru Rega balas ketika ia sudah tertidur nanti.

Rheva Agatha
Makasih buat martabak dan kue pancongnya. Aku gak tahu kalau kamu bakalan bawain ini ke rumah. Padahal cuma pengen aja dan aku bisa beli sendiri, tapi ternyata kamu beliin.
Ps: I love you too, Mas Re.

Sent 

Rheva kemudian memakan martabak dan kue pancong yang Rega belikan setelah mengirimkan pesan untuk Rega. Laki-laki itu memang tidak romantis, namun Rega mempunyai caranya tersendiri untuk membuat Rheva merasa jika ia sangat dicintai oleh Rega.

Setelah Mendung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang