Dugaan yang Menjadi Fakta

4.4K 367 12
                                    

"Eh, eh, kok ada Mas Rega—aduh bodohnya gue, Mas Rega kan praktik di rumah sakit ini." ucap Gisca pada dirinya sendiri saat melihat kakak iparnya sedang berjalan di lobby rumah sakit.

Dengan langkah terburu-buru, Gisca berlari mengejar Rega yang sedang berjalan menuju lift.

"Mas Rega!" panggil Gisca yang membuat Rega menoleh.

Rega menatap Gisca dengan kernyitan. "Loh, ngapain di rumah sakit?" tanyanya.

Gisca mengangkat paper bag yang ia bawa ke hadapan Rega. "Mau jenguk Rheva."

"Rheva sakit apa? Di rawat dari kapan?" tanya Rega bertubi-tubi yang membuat Gisca tersenyum usil.

"Ciee... Mas Rega kepo banget kayaknya sama Rheva. Suka ya?"

Rega tak menjawab pertanyaan Gisca, ia malah memencet tombol lift. Sementara Gisca masih penasaran dengan wajah datar Rega. Sebenarnya kakak iparnya ini naksir dengan sahabatnya atau tidak, sih?

"Mas, kok nggak jawab pertanyaan Gisca, sih?" ujarnya dengan gemas ketika mereka berada di dalam lift.

Rega menoleh pada Gisca. "Memang nggak mau jawab." sahutnya.

Melihat respon Rega, decakan dari Gisca terdengar. "Ck, susah banget tinggal jawab." gerutunya.

Ketika lift berhenti di lantai yang Rega tuju, laki-laki itu dengan santainya berjalan keluar dari lift tanpa menoleh lagi pada Gisca. Hal itu membuat Gisca memencet tombol lift untuk menahan pintu agar tidak tertutup lalu memanggil Rega.

"Mas Rega, nggak mau titip salam ke Rheva atau-nggak mau ikut Gisca dulu buat jenguk Rheva?" ucapnya.

Langkah Rega terhenti. Ia memutar tubuhnya, lalu kembali melangkah masuk ke dalam lift dengan wajah datarnya. Melihat tingkah kakak iparnya, Gisca menahan tawa gelinya sekuat mungkin. Masalahnya, selama ia mengenal Rega, laki-laki yang baru menjadi kakak iparnya dua minggu itu selalu terlihat dingin, flat, dan sedikit bicara. Bahkan Gisca tak pernah melihat Rega membawa atau mengenalkan seorang perempuan padanya. Namun ada yang berbeda dari sikap Rega ketika menghadiri resepsi pernikahannya dengan Leo yang Gisca dan Leo sadari.

Satu yang mereka tangkap yaitu tatapan Rega yang tak lepas dari Rheva malam itu.

Ketika keduanya sampai di lantai tempat kamar rawat Rheva berada, Rega tak henti-hentinya mendapat sapaan dari beberapa suster yang melihatnya. Gisca juga bisa mendengar suara bisik-bisik dari suster yang menyadari dirinya setelah menyapa Rega ketika keduanya berjalan beriringan menuju kamar Rheva.

"Terkenal juga ternyata ya, Mas Rega." celetuk Gisca.

Rega menghela napasnya kasar. "Biasa aja," sahutnya. "Nomor berapa kamarnya Rheva?" ia lalu bertanya.

"Kamar nomor 505." jawab Gisca lalu memimpin jalan di depan Rega.

Gisca membuka pintu kamar Rheva dan menyapa sahabatnya itu. Baru setelahnya, Rega ikut masuk ke dalam yang membuat Rheva cukup terkejut melihat keberadaan Rega.

"M—mas Rega?" sapa Rheva.

Rega tersenyum tipis. "Rhe," balasnya menyapa.

Sementara itu, Gisca melirik keduanya bergantian sebelum ia menjelaskan keberadaan Rega yang sedang bersama mereka sekarang.

Gisca berdeham pelan. "Mas Rega praktik di sini, Rhe. Kebetulan gue ketemu dia di lobby tadi. Terus dia nanya gue mau ngapain, ya, gue jawab aja mau jenguk elo. Eh, Mas Rega na-"

"Saya diajak Gisca buat jenguk kamu." potong Rega seraya melirik Gisca dengan datar.

Rheva hanya tersenyum dan mengangguk-angguk. "Saya baru tahu kalau ternyata Mas Rega dokter dan praktik di rumah sakit ini." ucapnya.

Setelah Mendung Where stories live. Discover now