Bab 2

436 9 4
                                    

                                                                Kecamuk dan Asmara

Kecamuk pikiran gadis itu menjadi – jadi. Takut sekaligus bingung, rasa apakah ini. Banyak pemuda datang padanya, tidak ada getaran sedahsyat saat bertemu lelaki ini. Tidak peduli apakah pria ini sudah beristri atau belum, cinta itu buta, jatuh cinta hanya pada pandangan pertama. Ada aura lain saat melihat tatapan mata laki-laki itu. Entah, jika seandainya laki-laki itu tiba-tiba mengungkapkan isi hatinya apakah kuasa menolaknya. Tetapi tidak elok rasanya langsung menerima. Perempuan tidak boleh percaya pada laki-laki asing yang baru pertama kali dilihat, tidak tahu siapa laki laki dihadapannya.Jika lantas jatuh cinta, menyerahkan seluruh raganya, dan kemudian laki-laki itu menghilang begitu saja ia yang rugi. Tapi sungguh tidak menampik bahwa lelaki itu telah merampas seluruh perhatiannya.Ia jadi banyak berkhayal yang tidak – tidak.

Sentuhan badan yang tidak sengaja tadi telah menenggelamkan Ranti dalam khayalan-khayalan. Ia menggigit bibirnya, menahan gejolak asmaranya yang merambat pelan. Ia tidak tahu cara menghentikannya. Sekali perempuan terkena panah asmara rasanya dunia serasa berhenti, ia hanya merasakan getaran-getaran itu terus berputar mengalir dalam pembuluh di seluruh tubuhnya. Bayangan Joko Nunggal membayang dan terus mengisi pikirannya.

Ranti bingung apa yang harus dilakukan untuk mengusir pikirannya yang liar. Lamunannya kembali menjebaknya. Ini satu tanda gejolak remajanya tengah memuncak, Rasa penasaran datang meskipun ia tidak tahu apakah rasa seperti itu dimiliki oleh semua orang terutama perempuan seperti dia. Bagi orang Jawa perempuan selalu merasa dibawah kendali lelaki. Ia tidak bisa spontan mengungkapkan rasa, karena selalu dipagari oleh unggah-ungguh. Dan ketika ia ingin merasakan remaja yang sudah akhil balik, mereka yang sudah bisa merasakan indahnya persetubuhan mereka hanya biasa berkhayal tapi tidak bisa melakukannya karena terikat oleh aturan tidak tertulis turun temurun. Norma agama, melarang laki –laki dan perempuan melakukan hubungan intim sebelum menikah.

Ranti tidak begitu paham tentang ilmu agama, ia tidak pernah belajar di pondok pesantren yang mengajarkan perempuan belajar ilmu agama. Ia hidup dari naluri alam dan ia belajar pada alam. Ayah ibunya jarang mengajarkan tentang norma-norma yang berkembang karena ajaran agama yang datang dari luar. Ibunya masih menganut kehidupan selaras dengan alam. Jika bisa menyesap ilmu dari alam semesta, sebetulnya manusia bisa menyerap kecerdasan alam, tanda-tanda alam, isyarat-isyarat alam dari mimpi atau gejala-gejala sebetulnya bisa diutak - atik gatuk.

Ketika remaja beranjak dewasa dan semakin mengerti bahwa ada reaksi-reaksi alami tubuh, apalagi ketika ia merasakan ada ketertarikan hormonal antara laki-laki dan perempuan, kenapa mesti menyimpannya sampai ia bisa melakukannya dengan bebas setelah menikah. Ia melihat hewan bebas melakukannya, kenapa dengan manusia, apa karena manusia mempunyai akal, otak yang lain sehingga untuk telanjangpun manusia mesti bersembunyi.

Ranti, masuk ke kamarnya ia menelanjangi diri, merasakan getaran-getaan darahnya, mengguling-guling seperti kesurupan sampai ia mencapai sebuah klimaks dari gejolak tubuhnya itu, disebuah titik puncak kenikmatan. Setelah itu ia tertidur dalam keadaan tubuhnya polos tanpa tertutup selembar benangpun.

Manusia sudah kodrat mengalami banyak peristiwa merasakan tubuh jasmaninya. Perempuan diciptakan dengan lekukan-lekukan, diciptakan mempunyai perasaan yang jauh lebih peka daripada lelaki. Perempuan lebih gampang menangis dan mudah larut dalam emosi. Ia pun akan merasakan lebih lama gejolak seksualnya ketika ia menemukan kenyamanan. Ia akan melemah ketika ada bisikan halus dan elusan lembut mendarat ditubuhnya yang lebih halus dari lelaki.

Jika lelaki mampu membuat rayuan yang membawa perempuan masuk dalam fantasinya, perempuan akan takluk dan jatuh dalam pelukannya tanpa ada perlawanan sama sekali. Tapi akan berbeda jika perempuan tidak merasa mencintai dan menyukai, ia hanya merasakan kesakitan saat dipaksa melakukan persetubuhan yang tidak pernah disukainya. Ada perlawanan rasa sehingga ia merasa terpaksa dan tidak bisa menikmati kebersamaan.

Merapi Membara, Sambungan dari Bara Asmara di Kaki Pegunungan MenorehWhere stories live. Discover now