"Sangat puas. Lihatlah dirimu dari kemarin melamun terus seperti seorang gadis yang ditinggal kekasihnya" Ucap Jules terkekeh.

"Apakah terlihat seperti itu?" Tanyaku heran.

Ya, biasanya aku bertemu dengan pria berhoodie hitam itu walaupun hanya sebentar. Padahal aku sering diabaikan oleh Justin saat kami bertemu. Bahkan aku sering mendapat perlakuan dingin darinya. Lantas mengapa saat aku tidak bertemu dengannya selama tiga hari aku merasa kesepian?

"Iya, apakah pria berhoodie mu itu tak menemui mu lagi? Tanyanya tanpa bersalah. Aku sudah biasa dengan mulutnya.

"Jangan sebut dia priaku. Aku melamun bukan karena pria dingin yang kau maksud itu. Kita hanya berteman, tidak mungkin aku menyukainya." Ucapku ketus.

Jules tertawa keras.
"Suatu saat nanti, pria itu pasti akan meluluhkan hati gadis Yang ada disampingku saat ini." Bisik Jules sambil mengedipkan satu matanya membuat ku bergidik geli.

"Luluh? Ah jangan sampai aku jatuh cinta padanya!" Teriaku pada Jules yang sudah jauh dariku.

Justin's POV

Pesawat yang aku tumpangi akhirnya sampai di penerbangan Udara Internasional O'Hare Chicago. Perjalananku dari LosAngeles memakan waktu tiga jam empat puluh menit. Aku turun dari pesawat dan mencari taxi. Tidak butuh waktu lama aku sudah mendapatkan taxi. Aku mencari penginapan sementara di Chicago.

"Terimakasih" ucapku pada sopir setelah aku keluar dari mobil. Aku berdiri tepat didepan bangunan yang menjulang tinggi bertuliskan Majestic Hotel. Salah satu hotel termurah di kota Chicago. Aku akan menginap disini.

Tiba-tiba aku teringat masa dulu, sebelum Mom dan dad  bercerai. Kami pernah memesan hotel berbintang lima di Chicago saat berlibur musim panas tanpa kesulitan biaya. Tapi sekarang, aku hanya bisa memesan hotel termurah. Ah sudahlah.. Aku memasuki lobi dan memesan kamar.


Waktu menunjukkan pukul 11 malam, aku keluar dari hotel dan terkejut saat melihat keadaan diluar.

"Sial! Sejak kapan turun salju? Ck, aku lupa membawa jaket dan shall"  Aku melihat jalan yang sudah dipenuhi salju.

Terpaksa aku membeli perlengkapan musim dingin di toko terdekat. Setelah aku membelinya. Aku melanjutkan pencarian terhadap Jaxon. Aku tidak tau harus mencari kemana. Tidak ada petunjuk sama sekali.

Drrrtt..

Ponselku bergetar. Kurasa Kendall mengirimkan pesan untukku.

From  +1714....

"Temui aku di bangunan tua dekat panti asuhan"

Rupanya dia ingin bermain-main denganku. Aku berlari menuju tempat itu, tak perduli dengan hari yang sudah malam. Pandangan mataku buram akibat lebatnya salju.

Satu jam berlalu akhirnya aku sampai di depan gudang tua. Aku bersembunyi dibalik semak yang tertutup salju dan berjalan melewati pintu utama untuk masuk ke bangunan tua yang sudah lama terbengkalai itu. Aku mengintip dari jendela belakang, betapa terkejutnya aku melihat Jaxon yang sudah diikat dikursi.

Hanya diterangi lampu redup, tapi masih terlihat jelas. Aku tidak tahan melihatnya, emosiku memuncak lalu tanpa fikir panjang aku masuk ke dalam gudang itu.

"Jaxon!" Teriakku. Belum sempat aku menghampiri Jaxon, tiga orang keluar dari ruangan kosong. Pakaiannya serba hitam, aku tak bisa mengenali wajahnya. Mereka menutupi wajahnya dan hanya matanya saja yg terlihat. Tanpa basa basi salah seorang dari mereka meninju perutku dengan keras.

"Argghh!!"  Shit! Pukulannya sangat keras membuatku jatuh tergeletak.

"Hanya dengan satu pukulan saja kau sudah melemah Justin Drew Bieber. Wajah saja yang terlihat tampan tapi tubuh seperti wanita!" Ujar salah satu dari mereka lalu tertawa lepas.

My Sweatheart Justin Where stories live. Discover now