24

278K 30.9K 1.6K
                                    

Hari ini tepat satu bulan Langit masih tertidur manis di atas brankar miliknya. Ocha pun sudah keluar dari rumah sakit sekitar satu minggu yang lalu. Ia mulai kembali bersekolah hari ini, tak banyak yang berubah, ia tetap menjadi Ocha si gadis bullyable di sekolahnya, hanya saja sekarang ada Windy dan Ryan yang selalu berada di samping gadis itu. Membuat dirinya satu hari ini tak menerima ejekan atau hinaan sedikit pun.

Saat ini Ocha sudah tiba di rumah sakit, masih dengan seragam sekolahnya dan dengan sebuket bunga mawar merah di tangannya. Ia berjalan semangat ketika tak mendapat gerombolan Violet dan teman-temannya di depan kamar Langit. Kamar khusus untuk Langit hanya memperbolehkan empat orang berada di dalam ruangan itu dalam waktu yang bersamaan. Sehingga Violet dan teman-temannya selalu menunggu di depan kamar menunggu giliran masuk.

Ocha tiba di depan sebuah pintu berwarna putih, yang merupakan kamar rawat Langit. Gadis itu langsung melesak masuk tanpa permisi. "Lang-" ucapan Ocha terhenti ketika mendapati kamar rawat Langit kosong, tak ada tanda-tanda kehidupan disana.

Lutut Ocha melemas ketika menyadari kamar yang digunakan Langit selama beberapa hari terakhir ini sangat rapi dan bersih, seperti sang pemilik ruangan telah pergi dan tak akan pernah kembali.

"Langit! Kamu dimana?" tanya gadis itu entah ke siapa. Ia mengecek ke dalam kamar mandi dan ke balkon, siapa tahu Langit telah bangun dan berada disana. Namun, semua itu hanya harapan yang fana. Ruangan itu benar benar kosong.

Tanpa berpikir panjang dia berlari kearah luar kamar lalu segera berlari ke arah meja resepsionis rumah sakit.

"Langit dimana?" tanyanya langsung, membuat beberapa suster disana terlihat kebingungan.

"Maaf, Langit?"

"Pasien koma yang sebelumnya di rawat di ruang 103," terang Ocha tanpa mau berbasa-basi.

Suster itu tampak berpikir sejenak lalu mengetik sesuatu di komputer yang berada dihadapannya sebelum akhirnya berbicara, "Ohhh, pasien atas nama Langit itu tadi malam dibawa pergi oleh keluarganya dari rumah sakit ini."

"Kenapa?" tanya Ocha dengan tatapan nanar, ia hanya tak habis pikir, bisa-bisanya tak ada yang memberi tahunya.

"Kami dari pihak rumah sakit sama sekali tak bisa memberi tahu alasannya karena ini menyangkut masalah keamanan pasien, jadi kalau mau bertanya lebih lanjut silahkan untuk langsung bertanya ke keluarganya," ucap suster itu lalu beralih melayani orang yang berada di samping Ocha berdiri.

Gadis itu berjalan gontai menjauhi meja resepsionis itu, tangannya merogoh ponsel yang berada di saku bajunya. Tangannya terlihat menggeser layar ponsel itu ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya menempelkannya di telinga.

Suara operator membuat gadis itu menghela nafas kecewa, ia tak dapat menghubungi keluarga Langit. Apa yang sekarang harus ia lakukan.

Kakinya melangkah ke luar rumah sakit itu, air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia mendekat ke arah tong sampah yang berada di depan rumah sakit itu, tangannya yang memegang sebuket bunga terulur ke atas tong sampah, tanpa hati gadis itu melepaskan genggamannya lalu berlalu dari sana.

°°°

Satu bulan kemudian....

Hal pertama yang pria itu sadari adalah dalam keadaan sadar atau tidak sadar. Entah apa yang telah terjadi kepadanya, pria itu melenguh merasakan sakit luar biasa yang menyerang kepalanya. Matanya mengerjap perlahan, mencoba menyesuaikan dengan cahaya terang yang lama sudah tidak ia lihat.

Seolah lupa dengan apa yang telah terjadi padanya, bau obat-obatan menyengat langsung menusuk indera penciumannya. Pria itu sulit menggerakkan badannya, ia hanya bisa menggerakkan bola matanya ke segala arah, melihat keseluruh penjuru ruangan.

Ia mencoba menggerakkan mulutnya dan berteriak untuk meminta tolong, namun suaranya terasa sangat sulit untuk keluar. Lidahnya terasa sangat kelu, membuat pria itu meringis.

Sudah berapa lama ia tertidur? Kenapa ia sama sekali tak bisa mengingat apa yang telah terjadi.

Dia kembali berusaha untuk menggerakkan tangannya yang masih terasa sakit. Ia mencoba untuk bangun, tetapi tiba-tiba seseorang menghentikannya.

"Kamu sudah bangun?" tanya gadis itu dengan suara lembut yang terdengar begitu familiar di telinga pria itu.

Ia menatap wajah yang terpahat begitu indah di hadapannya. Siapa gadis ini? Batin pria itu tak tertahankan.

Gadis itu tersenyum senang lalu segera menekan tombol interkom yang menempel di dinding atas ranjang.

"Kamu sadar..." ucap gadis itu bahagia.

"...Makasih Langit."

°°°
tbc.

Pendek yah? Hehe maaf yah, emang gitu soalnya.

Kalau mau di lanjutin langsung dengan cerita selanjutnya takutnya jadi agak nggak sreg gitu.

Jadi chapternya harus dipisahin hehe.

See yaa💕

SEREINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang