"Gue gak mau jauh dari lo, Le."

"Najis! Sana lo!" Leia mendorong Abiseka yang hanya terkekeh tak merasa tersinggung.

Sejenak, suasana hening menemani Leia yang masih mencatat beberapa hal yang dia dapatkan dari tanaman yang sedang diamati.

Abiseka sedang mencari tanaman lain. Itulah sebabnya, Leia bisa melakukan tugasnya tanpa gangguan.

Tapi terlalu sunyi juga tak membuat Leia bisa menjadi tenang terus-terusan. Sudah sepuluh menit berlalu, jam pelajaran Biologi hampir selesai, tapi Abiseka belum muncul juga.

Sebenarnya, Leia sudah menyelesaikan tugas untuk mencari sepuluh jenis tanaman yang berbeda dan membuat laporan.

Dia mengizinkan Abiseka pergi hanya untuk menyelesaikan dua laporan terakhir yang ingin dia tulis dengan ketenangan.

Dan berakhirlah Leia dengan kecemasan karena Abiseka belum juga kembali. Bel istirahat dan penanda akhir dari jam pelajaran bahkan sudah berbunyi.

Leia melihat ke sekeliling. Abiseka pasti terlalu jauh pergi. Kenapa belum juga muncul sampai sekarang?

"Sal." Leia melambai ke arah teman sekelasnya yang hendak berlalu. "Gue titip kertas tugas ke elo, ya. Tolong sekalin kumpulin," ujar Leia dengan senyuman tipis.

"Oke, Le."

"Makasih, ya."

Leia segera berlari ke manapun tempat yang mungkin saja bisa membantunya menemukan Abiseka.

Sahabatnya itu bukan tipe cowok yang suka membuat khawatir, Abiseka cenderung mempertanggung jawabkan apa yang dia lakukan dengan baik. Tanpa berusaha untuk membuat nyawanya terancam.

Dan Leia selama ini juga tidak pernah sekhawatir seperti sekarang karna yakin Abiseka bisa menjaga dirinya sendiri.

Tapi entah kenapa, Leia benar-benar panik saat tak di manapun Abiseka bisa ditemukan. Mungkin dia juga merasa bersalah karena tadi mengomel tak jelas pada sang sahabat.

Leia hampir kehilangan napasnya karena berlari hampir mengelilingi sekolah yang penuh dengan siswa berlalu lalang.

Dia bahkan sempat melihat Ratu di persimpangan koridor. Leia langsung menghindar. Bukan tidak suka dengan adik kelas yang sekarang menjadi kekasih sahabatnya itu, Leia hanya tidak ingin mendapatkan banyak pertanyaan. Sedang diapun belum menemukan di mana Abiseka.

Leia duduk di belakang gedung sekolah yang lumayan sepi. Dia haus, tapi pikirannya tidak tenang karena Abiseka belum dia temukan.

Mata Leia berair, entah kenapa Leia menjadi emosional selama mencari Abiseka. Semua pikiran buruk bercampur di kepalanya.

"Le!" Suara itu membuat Leia langsung menoleh.

Leia mengusap pipinya yang basah karena airmata yang tiba-tiba turun karena kelelahan dan khawatir.

Dan manusia yang sedang dia cemaskan kini sedang tersenyum lebar, memperlihatkan semua deretan giginya yang tidak rapi itu dengan tubuh kumal.

Dengan langkah lebar, Abiseka mendekatinya. Leia berdiri dengan menahan sesak karena menangis.

"Lo kenapa nangis?" Abiseka mengusap pipi Leia yang hanya diam. "Liat, gue nyelametin anak kucing yang gak bisa turun dari pohon." Cowok itu menimang anak kucing berwarna putih bersih dengan mata biru terang dipelukannya.

Leia mendengus dan berusaha untuk tidak lagi menangis karena Abiseka benar-benar membuatnya semakin kesal sekarang.

"Au!" teriakan Abiseka tercipta karena tendangan keras yang dilakukan oleh Leia. "Sakit, Le," protesnya dengan berjingkat menahan sakit.

(soul) Mate?? (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang