👔Unspeakable: Three.👔

Start from the beginning
                                    

    "Mana? Dimana?" tanya Harun polos dengan muka bantalnya.

    Seketika tawa satu kelas pecah, begitu juga Jihan. Harun pasti sering jadi bahan candaan saat ada razia, karena sikap polosnya saat bangun tidur bisa diperdaya. Memutar sifat dingin dan acuh Harun menjadi sosok yang menggemaskan minta ditendang.

     "Jihan, Jihan. Udah sih, kasian si Harun." Yoda membantu Harun bangkit yang ternyata mengantuk di bawah kolong meja.

    "Lo nya juga, polos amat kalo bangun tidur. Kek serabi."

   Sekelas kembali tertawa ngakak. Pantas saja kelas 11 IPA 2 terkenal kelas paling berisik, karena ketika tertawa bersama sudah seperti konser k-pop.

    "Assalamualaikum."

   Gelak tawa menjadi hening dalam hitungan detik, penghuninya sibuk kembali ke bangku masing-masing. Saat melihat beberapa anggota OSIS masuk membuat satu kelas melotot ke arah Ari, karena cowok itu tak memberi tau bakal ada razia hari ini.

    "Untuk perempuan, silahkan maju ke depan, letakkan tas dan ponsel di atas meja," Rendi selaku ketua OSIS membuka suara, membuat cewek-cewek ketar-ketir tak jelas.

    "Untuk laki-laki, silahkan keluar kelas. Temui pemeriksa rambut di depan ruang kelas," lanjut Rendi.

    Semua menurut karena tak ingin diseret ke ruang BK. Jihan aman, karena isi tasnya hanya buku tulis, tempat pensil, dompet, dan kunci motor. Tapi isi ponselnya, mampus! Banyak drama korea yang penuh adegan skinship.

    "Ini ponsel siapa?" Salah satu anggota OSIS mengangkat ponsel tinggi-tinggi. Itu ponsel Jihan, lagi-lagi menggetarkan lutut sang pemilik saat ini.

    Jihan mengangkat tangannya engan. "Punya Jihan."

    Anggota OSIS yang dikenal Roki itu mendekati Jihan. "Kata sandinya? Mau diperiksa."

    Jihan akan menerima ponselnya, dia siap masuk BK jika benar-benar melanggar aturan.

   "Gak usah, yang itu udah gue periksa." Sebuah suara terdengar nyaring dari belakang kelas. Jihan mengatupkan bibir saat tau itu siapa. Sandi.

   "Isinya cuman foto selfi dia sama foto bias. Gak ada yang aneh," katanya tanpa berhenti memeriksa setiap kolong bangku.

   "Oh, ok."

   Roki kembali ke bangku Jihan, meletakkan ponsel di sana. Diam-diam Jihan membantin, maksud Sandi tadi apa? Tentu saja itu bohong. Sejauh Jihan jadi fangirl, dia tidak menyimpan satu pun foto bias di ponsel karena dia membeli versi cetak. Juga dia tidak suka selfi. Lalu, untuk apa Sandi berbohong demi dirinya?

    Sandi tanpa sengaja menatap bola mata almond Jihan, kemudian tersenyum kecil. Jihan semakin meremas rok gusar, apa arti senyuman tadi?!

👔👔

     

     "Astagfirullah, bau mantan."

    Wahyu menutup mulutnya saat Sandi melepas sepatu dan kaus kakinya, hingga mendapat jitakkan nikmat di kepala pintarnya.

    "Lebih wangi kaos kaki gue dari pada mantan lo," sengit Sandi seraya berlalu untuk mengambil  wudhu.

    Dia cukup telat untuk mengikuti sholat dzuhur karena sibuk dengan barang hasil razia tadi pagi yang lebih banyak make-up dan harus dihancurkan hari ini juga.

    Selesai mengambil wudhu Sandi segera melaksanakan sholat empat rakaat itu. Dalam keadaan sedikit ramai dia langsung mengambil posisi paling depan alias imam. Dia menoleh sebentar.

    "Berjamaah, ya?" ajak Sandi sebelum kembali menghadap kiblat.

    Hampir sepuluh siswa laki-laki membuat shaf dan empat siswi mengikuti di belakang. Mereka melakukan ibadah begitu khusyu' sampai mengucap salam. Beberapa siswa dan siswi langung bangkit keluar sementara Sandi masih duduk, mengangkat tangan sambil berdoa.

    "Aamiin."

    Sandi mengusapkan telapak tangannya ke seluruh area wajah baru bangkit dari duduknya. Begitu terkejutnya ia saat seorang siswi yang memakai mukena berwarna pink berdiri tepat di belakangnya.

    "Jihan? Ngapain?" tanya Sandi spontan.

   Jihan tersenyum ceria kemudian menyodorkan tangannya meminta salim.

    "Kalo di rumah gue sering salim sama imamnya, sini salim dulu," kata Jihan.

    Entah dorongan dari mana Sandi menerima tangan Jihan, membiarkan gadis itu menempelkan telapak tangan Sandi di antara hidung dan dahi Jihan. Momen ini, akan tercetak sempurna dalam ingatan Sandi.

     "Makasih, Bapak Imam," ucap Jihan seraya terkekeh dan melepas tangan mereka.

   Tanpa pamit Jihan membalik dan melepas mukenanya, merapihkan posisi jilbab di cermin yang tersedia di pojok masjid. Diam-diam Sandi tersenyum sambil menatap tangannya sendiri.

    "Sama-sama, makmum."

    "Ekhem!"

   Sandi terlonjak kaget, refleks memukul kepala Wahyu saking kesalnya. "Kalo gue jantungan terus mati, gue gentayangin lo!" sebalnya seraya berlalu keluar masjid.

    Tiba di luar Sandi segera mencari sepatunya yang ternyata dekat dengan sekumpulan temannya di lantai batas suci.

    "Iya, tuh cewek berani bener lawan Bu Andin," cerita Fatur.
 
    "Lah, tuh cewek 'kan emang bandel nauzubilah," sahut Cecep.

    "Heh! Muka aja baru kering dari wudhu udah main ghibah," ujar Sandi tepat setelah duduk.

    Ketiga teman Sandi terkekeh lebar. "Sekali-kali," elak Zidan.

    "Nongkrong aja udah bagus di masjid, lah mulutnya pada ghibah bukannya ibadah sana," Sandi kembali berujar, kemudian beranjak bangun setelah memakai kembali sepatunya.

   "Gue duluan, gak mau ikutan ghibah."

    Fatur terkekeh melihat kepergian Sandi, "Padahal ghibahnya seorang cowok tuh nikmat, ya gak?"

     Zidan dan Cecep mengangguk setuju. Because people can't life without Ghibah, Astagfirullah.

👔👔

   

Mohon Do'anya semoga cerita ini lolos ya!  

   

   
  

   

   

   

   

Unspeakable [Terbit]Where stories live. Discover now