Duabelas

2 0 0
                                    

'Apa kabar mu, mas? Kenapa telepon ku tidak diangkat?'

Isi DM dari salah satu akun palsu yang aku kenal sekali siapa pemiliknya.

Ah, perempuan itu terus menggangu ku. Bukan kah dirinya sendiri yang memutuskan untuk berpisah dari diri ku ketika waktu itu? Lalu sekarang menyesal dan berharap agar aku mau menerima dirinya kembali? Untuk apa?

Apa aku harus pura-pura sikap buruknya di masa itu? Ketika status sosial dan politiknya lebih tinggi dari ku? Dengan lagaknya memandang rendah diri ku, suaminya? Apa ia lupa?

'Apa lagi sibuk sama perempuan pelacur itu?'

Sial, tentu saja ia sudah cukup mengenal siapa diri ku dan bisa menebak tepat seperti saat ini apa saja yang sedang aku lakukan.

Menikmati tubuh perempuan yang ada terbaring di samping ku, seseorang yang sudah halal bagi ku, setidaknya di mata agama. Perempuan setelah dirinya, dari dua yang masih bertahan.

Belum juga perempuan yang baru saja ku tinggal di kampung halaman sana, yang pertama, yang masih bertahan lama hingga sekarang, entah sampai kapan, karena kami sepertinya semakin jauh, dan ia semakin dingin.

Aku bukan tak mengerti akan sikap dinginnya itu, perempuan mana yang mau berbagi cintanya, tapi mau bagaimana lagi.


Aku akui, aku adalah penggemar berat makhluk yang bernama perempuan. Begitu juga tak terelakkan, banyak perempuan yang menjadi penggemar berat atas diri ku.

Sehingga mereka ada yang rela dimadu.

Tapi apa urusannya lagi dengan apa-apa yang aku lakukan? Ia sudah bukan siapa-siapa, ku talak dirinya dengan sekeping uang seribu perak.

Untuk aku yang sudah muak dianggap telah menjadi benalu dalam hidupnya.

Aku bagaimana pun sosok yang menjadikan dirinya seperti saat ini, aku pun bagaimana pun adalah seorang pangeran.

"Belum tidur juga a'?" Ujar perempuan disebelah ku dengan logat sunda nya yang kental.

Melihat aku masih terbangun dengan menggenggam smartphone ku yang layarnya menyala terang, kontras dengan gelapnya kamar kami saat ini.

"Belum, aku masih ada urusan yang harus diselesaikan," Aku tidak berbohong, selain memang membaca DM dari perempuan lainnya, aku juga menunggu jawaban dari Bramm yang semoga memberi kabar baik kepada ku.

"Apa nggak capek setelah yang tadi?" Goda dirinya dengan nada manja.

"Nggak tuh, bahkan kalau mau hayu kita ulangi," Tantang ku.

"Dasar.....Nggak ah, besok lagi, aku sudah kehabisan tenaga melayani mu," Ujarnya mengelak, lalu membalikkan tubuhnya dan kembali melanjutkan tidur.

Aku sudah tahu dia tidak akan mau, bukan hanya dia saja, sebenarnya aku juga sudah kehabisan tenaga. Tadi itu lebih dari satu jam kami menyelesaikan permainan kami, dengan berbagai gaya, kami berdua sudah cukup lama tidak bersua, tiga puluh tiga hari lebih tepatnya, sehingga tadi kami melampiaskan dan menuangkan segala hasrat dan kerinduan di antara kami yang sudah memuncak.

Tidak lama kemudian ku dengar suara dengkuran, nampak nya ia benar-benar capek, aku juga sebentar lagi menyusulnya.

'Tit...tiit' Suara bunyi pesan telegram masuk, dari Bramm.

Marvin akan menemui kita besok bos, pagi ini ia tiba di Jakarta dan pak Chandra juga akan ikut bergabung dengan kita, pertemuannya di kantor beliau, jam 1 siang.

02.12

Baguslah. Sampai jumpa besok siang, Bramm

02.13

Akhirnya bisa bernafas lega, tujuan ke ibukota ini jelas bukan hanya masalah selangkangan. Ada urusan besar yang harus aku kerjakan, kalau ini berjalan lancar maka semua beban besar yang sudah menggelayut di bahuku ini bisa ku lepaskan.

Aku pun bisa pergi ke Maroko besok lusa dengan tenang.

Setelah ku periksa dan tidak ada pesan lainnya lagi, baterai smartphone ku pun sudah tinggal 10% lagi aku pun mengecasnya.

Setelah itu aku pun meluruskan tubuh ku di tempat tidur, menarik selimut, tubuh ku juga butuh diisi ulang.

Fukara ChronicleWhere stories live. Discover now