Sepuluh

2 1 0
                                    


Akhirnya kami tiba di kota yang menjadi tujuan kami, Kellaz Mghouna. Seperti apakah kota nya? Entah lah, saat ini masih gelap, masih sekitar jam 1 dini hari, tidak nampak sekali apa pun untuk dijadikan referensi.

Namun yang pasti aku langsung jatuh hati pada tempat menginap kami. Sama sekali tidak mewah, tapi unik,,,atau lebih tepatnya antik....atmosfir bangunan tempo dulu begitu terasa di tempat ini, dan aku suka.

Kali ini giliran aku yang membangunkan Cero dan Arya.

Seorang pelayan pria yang sepertinya baru memaksakan diri untuk bangun, menyambut kedatangan kami dan mengangkut koper-koper kami ke dalam kamar yang sudah dipesan dan disediakan.

Setelah aku membayar uang taksi kepada Achbar dan mengucapkan terima kasih padanya, supir taksir pun langsung pergi meninggalkan kami.

Lalu kemudian pelayan pria itu mengantarkan kami ke sebuah kamar yang kembali membuat diri ku jatuh cinta. Kamarnya sangat luas, cukup lah untuk kami bertiga, dua tempat tidur besar untuk Cero dan Arya dan satu bagian yang seperti sofa yang cukup besar namun menyatu dengan dinding sepertinya cukup lah untuk menjadi tempat tidur ku selama menginap di tempat ini.

Ku perhatikan secara seksama, ku raba bahkan, dindingnya. Teksturnya menarik, seperti dibuat dari tanah liat yang keras dengan dicampur dengan jerami kering di dalamnya, tebal dinding itu sekiranya dua kepalan tangan orang dewasa, tebal sekali, membuatnya terasa begitu dingin menambah suasana dingin ruangan ini sehingga tidak nampak satu air conditioner pun yang ditaruh di kamar ini, tidak masalah.

"Argghhh...lanjut tidur kita, sidi" Ucap Arya dan langsung merebahkan dirinya di salah satu tempat tidur besar yang ada di kamar itu.

Kami memang sudah tidur lama selama di perjalanan, tapi dengan posisi tubuh yang sama sekali tidak ideal, sehingga ketika bertemu kasur empuk tentu saja tubuh kami menuntut lagi untuk tidur dan berisitrahat dengan benar.

"Besok pagi kita akan sarapan lalu kemudian jalan-jalan," Sambut Cero yang menyusul Arya dengan memakai ranjang besar lainnya.

Sementara aku, mengambil tempat di sofa yang tidak kalah empuknya, paling tidak, tidak seburuk jok mobil di sepanjang perjalanan tadi. Lalu ku taruh kepala ku di sebuah bantal besar yang luar biasa empuk, mata ku pun mendadak kembali begitu berat.

Perjalanan yang melelah kan, benar-benar sungguh perjalanan yang melelahkan. Membuat baterai yang ada di dalam tubuh kami sudah benar-benar mau habis, dan ini lah saatnya untuk mengisi kembali tanpa banyak gangguan.

Dan itu tidak lah membutuhkan waktu yang lama. Beberapa jam kemudian aku mendengar Arya dengan suara berbisik membaca ayat-ayat dalam sholatnya. Suara burung terdengar di luar dan begitu juga suara air terjun, entah dimana posisinya aku sudah mendengarnya tadi malam, tidak jauh sepertinya. Nanti begitu benar terang akan ku cari tahu.

Matahari pagi pun sudah mulai mengintip dari balik jendela. Samar-samar nampak pemandangan di luar, ternyata sungguh begitu indah, ada sungai yang mengalir di depan tempat kami menginap, dan di baliknya ada bukit-bukit indah yang masih berupa siluet dengan bangunan-bangunan yang berdiri di atasnya, luar biasa.

Aku pun menyusul Arya untuk melakukan sholat, ku ambil air wudhu dari kamar mandi yang brrrrr..... Dingin sekali, sepertinya kota ini berada di sebuah pegunungan.

Selesai sholat, Arya memutuskan kembali ke tempat tidurnya, sepertinya belum cukup ia mengisi tenaganya,

"Sarapannya masih lama lagi, sidi" Ujarnya dengan malas-malasan.

Sedangkan aku keluar dari kamar dan sungguh terkutuklah begitu pintu ku buka pintu kamar, hawa dingin yang lebih dingin langsung menerpa tubuh ku yang tidak siap yang hanya memakai kutang dan seluar, dingin sekali!!!

Aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar kembali, ku pakai kaos tebal, jaket, syal, celana jins dan sepatu ku. Begitu keluar lagi dan berada di pelataran, ku temukan air terjun kecil alami pegunungan yang mengalir di sela-sela tangga dan kamar kami, suara gemericik air ternyata berasal dari aliran sungai yang mengalir di hadapan kamar kami, tidak deras dan tidak mengalir begitu deras, aku berniat nanti ketika sehabis sarapan aku akan terjun ke sungai itu.
Aku puaskan diri menikmati pemandangan pagi dengan matahari terbitnya itu, ku ambil beberapa video untuk ku songongkan di sosial media, ku kirimkan beberapa foto ke ibu dari anak-anak ku dan juga salah satu perempuan ku.

Cakep sekali bi

05.30

Ujar Nia, isteri ku.

Aku nyusul yah,

05.32

Ujar perempuan itu.

Aku jawab sekedarnya dan menjanjikan kalau ada rejeki akan ku bawa ke tempat ini, tentu saja itu hanya omong kosong.
Di sini masih pagi jam setengah enam lewat, kalau ku hitung perbedaan sepuluh jam antara negara ini dengan Indonesia maka di sana sudah hampir pukul empat sore.

Bhhh....Dingin sekali, empun mengepul keluar dari hembusan nafas ku, percuma aku gosok-gosokkan telapak tangan ku atau ku rapatkan setiap celah pakaian ku, kami anak pesisir pantai tak terbiasa dengan cuaca sedingin ini. Aku pun masuk kembali ke dalam kamar dan kembali meringkuk masuk ke dalam selimut tanpa melepas jaket ku.

Fukara ChronicleWhere stories live. Discover now