Enam

9 1 0
                                    

"Alhamdulillah, kalian tiba dengan selamat, sidi" Ujar seseorang yang muncul dari arah parkiran kepada Arya. Memeluk dan mencium tangannya, begitu juga sebaliknya.

Tubuhnya kecil, seperti kebanyakan orang Indonesia. Ia memakai topi fedora berwarna krem dan berkacamata hitam, ia bersama seseorang.

"Ndre, kenalkan ini, bang Cero." Ujar Arya memperkenalkan orang bertubuh kecil itu kepada ku, kami pun saling memperkenalkan diri,

"Andre"

"Cero Siagiaan. Ini namanya Achbar, supir kita yang akan mengantarkan kita ke Kell'az Mghouna,"

Aku pun menjabat tangan orang yang dimaksud, memperkenalkan diri.

Orang bernama Achbar itu bertubuh sangat besar, tinggi Cero hanya sampai bahunya. Kulitnya hitam legam khas orang Afrika. Nampak sangar, akan tetapi begitu ia tersenyum lebar dan jejeran gigi nya nampak putih bersih dan besar-besar, hilang sudah sangarnya.

"Sudah beberapa hari di kota ini, Bang?" Tanya Arya kepada Cero yang sudah cukup lama dikenalnya sehingga ia memanggilnya dengan panggilan abang, panggilan akrab buat saudara tua dari rumpun Melayu.

Cero Siagiaan adalah salah seorang pengacara di ibukota Jakarta, berasal dari kota Medan, Sumatera, berdarah batak, kau mudah mengenalinya dari logatnya yang tidak hilang sama sekali meski sudah puluhan tahun hidup di ibukota.

"Baru saja tadi malam, Sidi, masih belum hilang penat awak," Jawabnya.

"Foto dulu kita sidi, sebagai kenang-kenangan pernah menginjakkan kaki ke tanah maghribi," Ujar Cero, yang kemudian meminta Achbar untuk memotret kami dengan smartphone miliknya dengan latar belakang tulisan besar nama bandara tempat kami mendarat ini "KING MOHAMMED V"

"Ayo langsung berangkat kita, perjalanan masih jauh," Ajak Cero setelah itu.

Kami pun pergi ke parkiran tempat mobil taksi milik Achbar diparkir. Sebuah mobil sedan tua berwarna biru muda, setelah menyimpan tas dan koper milik kami di dalam bagasi mobil, Achbar pun langsung menyalakan mobil sedan dan segera pergi meninggalkan bandar udara.

Kaca jendela dibuka semua, semua-kecuali aku-menyalakan rokoknya dengan bebas. Angin kencang masuk ke dalam mobil sepanjang perjalanan. Aku antusias, ini pengalaman langka.

Mobil kami masuk dan melintasi jalan bebas hambatan dengan kecepatan tinggi, di sisi jalan nampak rumah-rumah kecil dan ladang yang tidak pernah ku lihat di Indonesia, seperti ladang sawah, berwarna kuning keemasan seperti tanaman padi yang siap hendak dipanen. Ku tanyakan kemudian kepada Arya.

"Ladang gandum, sidi" Jawabnya singkat.

Pantas saja aku tidak pernah melihatnya.

Yang tidak pernah ku lihat juga, ada penampakan beberapa ekor keledai.

"Berapa jauh lagi perjalanan kita, Bar?" Aku bertanya kepada Achbar, dengan menggunakan bahasa Inggris yang fasih. Ku pikir sudah saatnya menggunakannya, untuk itu lah aku berada disini.

Achbar hanya tersenyum diam tidak menjawab, aku bingung. Ku ulangi lagi pertanyaan ku, siapa tahu aku menggunakan kata-kata yang salah.

"Jangan repot-repot kau ajak dia cakap pakai bahasa Inggris, Sidi. Tidak paham dia, aku sudah coba. Orang disini cakap pakai bahasa Arab dan Perancis, Bahasa Inggrisnya sama teruknya dengan orang kita" Terang Cero dengan logat batak yang kental sekali.

"Heh??!!" Aku tentu saja terkejut, celaka lah. Bahasa Inggris adalah satu-satunya alasan ku kenapa Arya mau mengajak ku kemari. Sekarang ternyata yang tidak kami berdua ketahui, ternyata kemampuan bahasa Inggris ku tidak akan berguna sama sekali??!!

Fukara ChronicleWhere stories live. Discover now