Dari Benci Menjadi Bucin

44 5 0
                                    

Hey!

Setelah menghilang beberapa waktu, aku kembali. Aku bukan pergi tanpa alasan, atau kabur dari dunia orange ini. Aku sebelumnya melakukan KKN. Tau kan?! Yg tinggal di desa selama sebulan itu, lho. Di sana susah signal, dan banyak kegiatan juga. Jadi, aku tidak menulis.

Sudah 3 minggu sejak aku kembali dari KKN. Tapi, aku baru mau menulis sekarang. Bukan karena signal, tapi, karena hatiku masih sangat bahagia kemarin. Dan jika aku bahagia, ideku memang banyak, tapi, aku gagap dalam menulis, tak tau harus memulai, tak tau harus bagaimana. Jadi, sekaranglah aku baru bisa meluapkan isi pikiranku.

Agar lebih paham, mari kuceritakan.

"Aku benci anak kecil."

Kalimat itu selalu kulontarkan ketika teman-temanku menunjukkan foto atau video bayi. Kalimat itu juga kuucapkan ketika melihat anak kecil.

Sungguh, aku benci, tak suka. Mereka itu mengganggu, menyebalkan.

Aku selalu menghindari anak kecil. Tak mau berurusan dengan mereka, ribet.

Tapi,

Sebentar, aku menata hati dulu, perasaanku campur aduk saat ini.

Baiklah,

Tapi,

Setelah bertemu mereka, aku merasa aku bukan diriku lagi.

Akan kuperkenalkan mereka pada mereka,

Mereka adalah anak-anak desa Mulyosari. Mereka bersekolah di satu sekolah yg sama. Ya, karena sekolahnya cuma satu. Ada sih, sekolah lain, tapi tempatnya jauh sekali.

Kami sebagai manusia yg sedang KKN diminta untuk mengajar di sekolah itu. Bagiku, kabar ini adalah bencana. Pertama, aku tidak bisa mengajar. Kedua, aku tidak suka anak kecil. Lalu, bagaimana caranya aku mengajar anak kecil?

Aku, yg benci dengan anak-anak ini ogah-ogahan datang ke sekolah itu. Tapi, entah bagaimana, aku bisa mengajar. Entah, aku juga heran pada diriku. Dan, entah kenapa, aku tertarik dengan anak-anak sekolah itu. Mereka berbeda dari anak kecil yg biasanya ku ejek.

Aku mencoba mendekati salah satunya, dan, dia menyambutku dengan hangat. Lalu, aku bertemu yg lainnya. Oh, ini tipe yg berbeda dengan sebelumnya. Anak-anak ini begitu nakal. Bayangkan, mereka bermain panjat pinang dan bambu gila dibagian depan kelas. Kuulangi, di bagian depan kelas, saat aku dan temanku sedang mengajar.

Aku, berencana akan mencabut ucapanku yg mengatakan bahwa mereka berbeda.

Tapi, aku melihat sisi lain mereka. Mereka memang nakal, ada juga yg susah menerima orang baru, tapi, mereka tulus dan setia kawan. Mereka berbarengan membantu temannya yg butuh bantuan.

Aku semakin tertarik, aku mencoba mendekat. Satu dari mereka, sebut saja Masha (cowok, manis dan keren, kelas 6 SD) sudah akrab denganku. Yg lain, juga sudah mulai akrab. Tapi ada satu, dia itu wow. Sebut dia Misha (cowok, ganteng, lucu, kelas 4 SD). Ketika aku menyalakan kamera ingin memvideokan dia, dia akan langsung tiarap di tanah, memukul atau menendangku, berlari secepat kilat, atau, menutupi dirinya dengan sesuatu.

Ini aku, dididik menjadi petarung agar bisa bertahan dikerasnya dunia. Tak akan mudah membuatku menyerah untuk mendekatinya. Setiap hari aku akan menyapanya, menanyakan hal-hal seperti kabarnya hari itu, walaupun dia tidak pernah menjawab.

Tapi seperti kata pepatah, tak ada usaha yg sia-sia. Dia lama kelamaan terbuka padaku. Dia memulai percakapan denganku, menggangguku, mengajakku bermain. Dia akhirnya mau bermain bersama kami (aku dan anak-anak lainnya).

Kami biasanya main bola, main catur, dan main ke sungai. Sesuatu yg tidak pernah kulakukan dengan anak kecil sebelumnya. Tolong diingat, aku benci anak kecil.

Semakin kami dekat, semakin aku merasakan bahwa mereka rindu pada sosok orangtua. Karena yg aku tau dari kepala dusun, kebanyakan dari warga di desa itu pergi ke luar negeri untuk bekerja.

Jelas mereka rindu, mereka sedang butuh kasih sayang dan perhatian orangtua. Tapi karena keharusan mencari uang, mereka tidak banyak merasakan kasih sayang.

Makanya, ketika kami datang, dan aku mencoba mendekat, mereka bahagia, karena dengan kehadiran kami, sisi kosong di hati mereka sedikit demi sedikit terisi.

Kalau dulu, aku akan menghindar, atau bahkan mengejek jika ada anak kecil. Tapi sekarang, aku rela menempuh jarak berpuluh kilo meter hanya untuk bertemu dengan mereka.  Aku rela menghentikan kegiatanku hanya untuk membalas pesan singkat mereka yg mengatakan mereka kangen, dan bahkan duluan mengirim pesan rindu pada mereka. Ya, sebucin itu.

Mereka mengajarkan aku bahwa, sesuatu yg kita sangat benci akan bisa menjadi sesuatu yg sangat kita sayangi. Skenario Tuhan seluarbiasa itu. Jika aku mengikuti skenarioku, aku tidak akan belajar bersyukur dengan posisiku sekarang, aku tidak akan mendapat pelajaran jika bahagia itu sesimpel ini, aku tidak akan tau bagaimana luarbiasanya adik-adikku di desa ini. Tuhan memang luarbiasa dengan segala kuasanya.

Maka, bencilah secukupnya, karena akan malu jika nantinya kamu tau yg kamu benci adalah hal luarbiasa. Jangan sepertiku.

18 Feb '20

Aku

Theory Of Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang