TRACK 3 - SIMPLE TWIST OF FATE

3.7K 258 11
                                        

That day, three years ago.

Radith terduduk sendiri di kursi taman kota yang ramai. Ia melihat banyak orang yang berlalu lalang untuk sekedar menikmati suasana senja, berolahraga, maupun berekreasi bersama keluarga atau kekasihnya. Pada sore hari di akhir pekan ini ia membuat janji untuk bertemu dengan seseorang.

Jarang sekali ia datang lebih dulu dalam sebuah janji pertemuan. Namun entah mengapa sore itu berbeda, ia berangkat lebih awal. Sejak tadi malam Radith tidak bisa tertidur. Ketika ia memejamkan matanya, Ia selalu teringat dengan percakapannya melalui telepon dengan Amira Sera tadi malam.

Ya, gadis itu meneleponnya, setelah 7 tahun berlalu..

"Siapa?" gumam Radith menggeleng tak percaya dengan kata-katanya tadi malam, ia menyeringai sambil membetulkan rambutnya.

Tentu saja Radith mengingat siapa Amira Sera. Gadis yang ia temui di London dulu, yang meremehkan kemampuannya untuk menggaet seorang wanita. Mengapa ia meneleponnya setelah tujuh tahun dan mengajaknya bertemu? Jika ia ingin menagih janjinya, ia akan menunggu 3 tahun lagi. Sesungguhnya waktunya belum habis. Ia masih memiliki 3 tahun untuk memenangkan taruhannya itu.

....

....

"Ini Sera.. Amira Sera, kita ketemu di London 7 tahun lalu..lo nolongin gue dari bule-bule yang nyebelin dulu." Katanya.

She still remembers.

"Aahh.. iya ya?" Lagi-lagi Radith berpura-pura tidak ingat.

"Ah masa lo lupa, dulu lo tersesat terus nangis nyamperin gue untuk minta gue anterin lo sampe ke rumah om lo." Celetuk Sera.

Wait.

"Gue gak nangis!" Serunya. Sandiwaranya terbongkar dengan begitu saja. Amira Sera masih terlalu kuat untuknya.

"Hahahaha. Lo besok Sabtu kosong? Ketemuan yok! Gimana karir musik lo? Entah mengapa gue merasa gue punya deposit 100 dolar cuma-cuma dari lo.. let's update each other!" Kata Sera.

....

....

Percakapan itu menjadi awal dari rencana pertemuannya kini. Radith kembali mengingat taruhan yang ia buat. Setelah tujuh tahun berlalu, ia belum bisa dengan bangga mengatakan bahwa ia telah menjadi seorang musisi besar. Bahkan mimpi itu kini tampak semakin menjauh karena saat ini ia bukan seorang full time musician seperti yang diinginkannya dulu, pilihan hidupnya tidak membawanya ke arah sana.

Dalam pikiran Radith muda, lulus SMA, menekuni musik secara full time, membuat album, dan menjadi musisi adalah sebuah tahapan ideal untuk menggapai mimpinya. Namun kehidupan tidak semudah itu. Setahun setelah kepergiannya ke London, Ayahnya meninggal. Radith sempat menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab kematian Ayahnya ketika itu.

Apakah mimpinya untuk menjadi musisi yang membuat ayahnya sakit? Apakah keengganannya untuk melanjutkan sekolah menjadi beban pikiran ayahnya ketika itu sehingga ia jatuh sakit dan harus meninggalkannya untuk selamanya?

Ibu Radith memohon padanya untuk mendaftarkan diri ke perguruan tinggi setelah ayahnya meninggal. Ibunya berkata, sebagai satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga, Radith harus bisa menjadi tiang penyokong keluarga, menggantikan ayahnya. Ia juga berkata bahwa hal tersebut adalah permohonan terakhir ayahnya. Sebagai anak yang berbakti, ia pun akhirnya memaksa diri untuk menekan egonya dan mendaftarkan dirinya untuk berkuliah di fakultas ekonomi bisnis, seperti yang selalu didambakan kedua orang tuanya.

Setelah lulus dan mendapat gelar Sarjana Ekonomi, Radith kini bekerja di salah satu perusahaan multinasional. Sebagai budak korporat, waktu kerjanya tidak pernah longgar selain akhir pekan dimana dia masih bisa menyalurkan jiwa bermusiknya di sebuah café yang merupakan milik seorang teman dekatnya. Di sana dia biasa menyanyikan lagu-lagu dari musisi yang ia sukai, juga terkadang menyelipkan lagu-lagu yang dibuatnya di waktu senggang, seperti yang akan dilakukannya malam ini.

STRINGSWhere stories live. Discover now