Chapter 7

16.6K 1.4K 34
                                    

Jisung kembali mengulang semuanya dari awal. Dimulai dengan mencium bilah tipis semanis cherry milik Donghyuck, menghisapnya kelewat terburu seolah tidak ada lagi kesempatan untuk menikmatinya di kemudian hari.

Tangannya tak dibiarkan hanya diam, salah satu lengan sudah merambat ke arah dada di bawahnya dan memainkan nipple pink muda yang sudah menegang.

Teramat menggoda.

Lidahnya digunakan mengetuk bibir yang masih tertutup rapat. Entah Donghyuck yang memang sudah menikmatinya, ia dengan mudah bisa masuk lebih dalam dan mengobrak-abrik seluruh isi dalam mulut Donghyuck. Saling bertukar saliva satu sama lain, sesekali memainkan lidahnya untuk saling melilitkan.

"Mmhh--" Donghyuck mendesah tertahan dan itu menaikkan libido Jisung tanpa diminta. Ia bisa merasakan bahwa Donghyuck memeluk lehernya sambil sesekali meremat rambut belakangnya, menyalurkan rasa nikmat yang sedang ia terima.

Air Conditioner yang dinyalakan tak membuat mereka yang sudah telanjang merasakan dingin. Keduanya saling menghangatkan tubuh satu sama lain melalui kegiatan yang mereka lakukan.

Donghyuck menepuk pelan belakang Jisung. Ia hampir kehabisan napas. Tak lucu rasanya bila kau mati lantaran kehabisan napas karena bercumbu. Dengan berat hati Jisung menyudahi ciuman keduanya kemudian turun ke leher dsn kembali menyesap kanvas putih yang sudah ada ruam kemerahan sebelumnya.

Melukiskan semakin banyak, bahkan merambat hingga dada. Sampai tiba pada gundukan kecil, Jisung menyesapkan. Bermain menggunakan lidah dengan memilin bagian lainnya dengan tangan.

Donghyuck membusungkan dadanya, memudahkan akses Jisung berbuat lebih. Sesekali menggigit nippelnya gemas, membuat Donghyuck menggeram rendah.

"Padahal baru dimulai, cepat sekali basahnya." ledek Jisung saat menyentuh hole Donghyuck yang ternyata sudah basah. Donghyuck tak menjawab, dirinya sibuk mengatur napas hingga dadanya terlihat naik turun berkali-kali.

"Akh!" Donghyuck memekik kala salah satu jari panjang milik Jisung masuk ke dalam lubangnya. Ini memang bukan yang pertama, namun rasanya tetap saja menyakitkan bagi Donghyuck.

"Oh Shit! Sempit sekali. Kau memang tak pernah disentuh kekasihmu ya? Suatu kehormatan sekali selalu aku yang bisa menikmatinya,"

"Diam bodoh! Arkhh mmhh--" Donghyuck memekik lagi saat Jisung menambah satu jari lagi dan mulai menggerakkan jarinya di dalam sana-- sesekali membuat pola menggunting.

Tangannya yang bebas mulai memainkan ereksi Donghyuck yang sudah tegang. Bergerak dengan tempo cepat membuat Donghyuck memekik berkali-kali sambil menggelengkan kepala kuat atau sesekali menghempaskan kepalanya karena kenikmatan yang diterimanya.

Donghyuck terlalu payah dalam hal ranjang. Maka tak butuh waktu lama, dirinya pun ereksi. Mengeluarkan cairan putih pekat dengan bau yang khas, mengalir hingga paha dalam.

Jisung bersiul menyaksikan Donghyuck. Kepalanya beralih ke arah selangkangan dan menyapukan lidahnya ke sana. Menyesap seluruh cairan yang mengaliri selangkangannya dan menelannya tanpa sisa. Sangat menikmatinya, tanpa ada rasa jijik sekalipun.

"Baiklah, sudah cukup pemanasannya." Jisung mengubah posisi, menggenggam ereksinya yang sudah benar-benar hard. Meludah ke arah hole Donghyuck sebagai tambahan pelumas sambil sesekali menusuk jari tengahnya di dalam sana. Merasa sudah cukup basah, Jisung mulai mendorong pelan ujung ereksinya ke hole Donghyuck yang seolah siap menelannya.

"Tahan sebentar,"

Donghyuck memekik nyaris berteriak. Matanya berair, hingga tanpa diminta mengalir begitu saja tanpa diminta. Jisung yang tak tega menghentakkan miliknya dalam sekali dorongan, membuat penis besarnya total masuk ke dalam sana.

"Argh!" Donghyuck menancapkan kuku tangannya ke punggung Jisung. Panas. Perih. Penuh. Semua dirasa menjadi satu.

"Ya, bagilah rasa sakitmu." Jisung mengecup mata Donghyuck yang berair. Menghapus jejak air mata dengan ibu jari sebelum kembali mengecup ranum bibirnya.

"Bergeraklah! Aku kesakitan!"

Maka tanpa menjawab sepatah kata lagi, Jisung bergerak. Memompa dengan tempo pelan, bermaksud agar dapat beradaptasi. Lama-kelamaam lirihan Donghyuck berganti dengan desahan nikmat seiring bertambahnya tempo hentakan yang Jisung berikan.

"Akh ngghh J-jisung--"

"Sebut namaku terus, baby."

Jisung menumbuk keras, hingga telak mengenai prostat submissivenya. Donghyuck memekik, jari-jari kakinya menekuk merasakan nikmatnya dosa dunia yang sukses menghilangkan akal. Berkali-kali juga menghempaskan kepalanya ke dalam bantal, dengan kedua lengan meremat seprai kasur yang sudah kusut sejak awal.

Donghyuck sudah klimaks tiga kali. Sementara Jisung, manusia biadab satu itu justru belum mencapai puncaknya sejak tadi.

Merasa ada yang semakin membesar dalam lubangnya, Donghyuck ikut membantu-- menggerakkan pinggulnya berlawanan arah membuat Jisung menggeram nikmat dengan suara bassnya.

"Arghh sial lubangmu, Hyuck!"

Donghyuck meremang sekaligus menikmati suara Jisung-- ia suka kalau boleh jujur.

Hingga tiba saatnya, Jisung mencapai puncaknya. Menyemburkan semuanya di dalam sana. Mendorong ereksinya semakin dalam, tak ingin cairannya keluar terbuang sia-sia.

Jisung mengubah posisi, membalikkan tubuhnya tanpa melepas penyatuan keduanya. Membiarkan Donghyuck berada di atasnya sambil mengembalikan napasnya yang sempat tersengal. Salah satu tangannya yang bebas terangkat, kemudian mengusap lembut kepala Donghyuck, sesekali merapikan poni lepeknya yang menempel di dahinya yang berkeringat. Jisung tersenyum-- hangat sekali. Namun sayang, Donghyuck tak melihatnya.

"Kekasihmu tak pernah melakukan ini padamu?"

Donghyuck tak menjawab.

"Kuanggap itu iya."

"Lantas kenapa kalau Jeno tidak pernah menyentuhku? Itu artinya dia menghormatiku," Donghyuck menyandarkan kepalanya di dada Jisung, dapat didengarnya detak jantung Jisung yang sedikit cepat dari yang seharusnya.

Jisung mengusap kepala Donghyuck. "Kau terlalu polos. Sex tidak selalu diartikan sebagai pemuas nafsu tapi juga bisa dijadikan sebagai simbol besarnya cinta yang dia punya untukmu. Kalau dia mencintaimu, dia akan menyerahkan semuanya padamu. Cintanya, tubuhnya, bahkan hidupnya sekali pun."

Donghyuck diam, otaknya mencoba menguntai setiap kata yang diucapkan Jisung. Apa mungkin Jeno tidak mencintainya?

"Sudahlah jangan dipikirkan," Jisung kembali berujar. Ia memiringkan tubuhnya sehingga tubuh Donghyuck ikut terbaring di kasur, dengan posisi kepalanya masih bersandar pada dada Jisung. Sangat intim.

"Tidurlah, kau pasti lelah. Nanti kuantar pulang."

Terakhir yang Donghyuck ingat adalah saat Jisung mencium keningnya teramat lembut sekaligus hati-hati. Setelah itu semuanya gelap. Donghyuck terlelap sambil memeluk tubuh Jisung erat.

To be continued
.
.

Baby? || JihyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang