Tangan yang menganggur ia gunakan untuk membuka pintu kamar. Sinar matahari sore langsung menyambut kedatangannya. Sore ini langit sangat cerah. Masih dengan langkah pelan, Bambam berjalan menuju jendela kamarnya. Dia menyibak gorden berwarna biru dan menyisakan gorden tipis setelahnya.

“Bam?” Bambam menoleh, mendapati sang suami tengah berdiri di ambang pintu kamar dengan secangkir teh yang masih mengepulkan uap.

“Tehnya tidak terlalu pahit, kan, hyung?” Tanyanya kemudian dia tersenyum setelah melihat Mark mengangguk pelan.

Setelahnya Bambam duduk di pinggiran ranjang dengan hati-hati. Dia tidak tertarik dengan tehnya, mungkin nanti setelah cukup berbaring dia akan meminum tehnya.

“Pelan-pelan saja.” Ujar Mark penuh kasih sayang sembari membantu Bambam untuk berbaring.

Bambam mendengus geli, dia bahkan lebih tahu harus bagaimana dia bersikap demi menjaga si bayi kesayangannya ini. Setelah berhasil berbaring, Bambam segera membalikkan tubuhnya menghadap kiri.

“Perlu ku buka jendelanya?” Tanya Mark yang melihat Bambam terus menatap jendela kamar.

“Ya, please. Sedikit saja juga tidak apa-apa.”

Mark melangkah menuju jendela kamar. Membukanya sedikit hingga angin sore itu masuk ke dalam ruangan yang membuat gorden tipis terbang tertiup angin.

Hawa sejuk dan bau suasana sore itu langsung memasuki indera penciuman Bambam. Oh nyamannya. Kebetulan dari posisi Bambam berbaring ini dia langsung menghadap ke jendela jadi dia bisa langsung melihat indahnya matahari sore ditambah sejuknya angin.

“Posisi begini sudah membuatmu nyaman?” Suara Mark tiba-tiba saja sudah berada di telinga Bambam, membuat pemuda yang tengah hamil itu bergidig karena terkejut.

Gumaman pelan dari Bambam, Mark dapatkan. Mark tidak tahu bahwa Bambam sudah mulai memejamkan matanya guna menikmati semilir angin yang merangsek masuk ke dalam kamar mereka.

Tangan Mark mulai melingkari pinggang suaminya, kemudian mengusap-usap perutnya. Ah, anakku, sehat selalu kau di dalam sana, ya? Daddy dan papa menunggu kehadiranmu.

Sepuluh menit terlewati begitu saja. Mark nyaris tertidur jika saja Bambam tidak menyikut perutnya dengan pelan, “Jangan tidur, hyung.”

“Apa dia selalu bersembunyi begitu, Bam?” Mark benar-benar mengantuk. Hawa sore ini membuat matanya semakin memberat saja rasanya.

“Tidak selalu. Mungkin dia ingin menguji kesabaran daddynya?” Bambam terkekeh dan Mark mendengus.

Kemudian hening menghinggapi kedua insan itu. Bambam masih senantiasa memejamkan matanya, menikmati sinar matahari yang menyorot ke dalam kamar. Juga Mark yang tangannya tak kenal lelah dalam hal mengelus perut buncit berisi bayi milik suaminya.

Gerakan tangan Mark memutari perut itu hingga terkadang membuat Bambam terkikik geli. Diangkatnya kaus kebesaran yang digunakan Bambam agar tangannya bersentuhan langsung dengan perut suaminya. Kulit bertemu kulit.

Detik jam dinding terdengar nyaring karena keadaan kamar yang begitu tenang. Dan Mark lagi-lagi nyaris tertidur jika saja gelenyar menyenangkan itu tak hinggap dalam dirinya.

Untuk yang pertama kalinya, dia merasakan bahwa dunia seakan terhenti. Jantungnya berpacu dengan cepat. Darah berdesir ke seluruh tubuh. Tapi dia seperti merasakan kelumpuhan mendadak.

Desiran ini sangat menggelikan sekaligus mengharukan.

Disana, di perut bagian bawah milik suaminya, dia merasakan sebuah tendangan halus dari sang buah hati. Tendangannya pelan, tapi menyenangkan. Tangannya yang bersentuhan langsung dengan kulit perut Bambam, dapat merasakan dengan jelas tendangan kaki mungil dari dalam.

MARKBAM-Oneshoot[✔]Where stories live. Discover now