Bagian 6

6 7 1
                                    

"Ra, kita bisa ketemu?" ucap seseorang di sebrang sana melalui sambungan telepon.

"Oke aku otw."

Setelah mengucapkan itu kepada seseorang yang mengajaknya ketemu. Kini Zahra sudah berada di cafe yang menjadi tempat langganan bersama teman-temannya itu.

"Hay, Rahma. Yang lain mana?" tanya Zahra ketika sudah melihat sosok Rahma yang mengajaknya ketemu.

"Gaada, aku sengaja aja berdua. Pengen ngobrol-ngobrol."

"Oh iya, dikirain ada yang lain juga."

"Emang kalau tau gaada yang lain, gamau ketemu aku?"

"Bukan gitu, Rahma."

"Haha.. Bercanda aja kok gua."

Tawa rahma yang menjadikan suasana terasa hening. Mereka berdua memesan makanan yang ia sukai masing-masing.

"Ra, aku udah bersahabat dengan Ridwan dan Fauzan dari SMP jauh sebelum Ridwan kenal kamu."

Zahra tiba-tiba terdiam karena ucapan Rahma itu.

"Aku tau kalau kamu dan Ridwan punya hubungan. Jangan marah ke Ridwan, dia hanya percaya ke gua. Tapi selama ini gua tutup mulut kok. Jadi tenang aja, Ra."

"Jadi lu tau?" tanya Zahra dengan kaget.

"Santai aja, iya gua tau kisah kalian dari awal hingga harus berakhir dengan komitmen dan akhirnya yang kemarin gua dengar ya tentang itu. Lu pasti udah paham tanpa gua jelasin panjang lebar lagi."

"Lu sengaja ngajakin gua ketemu berdua karena hal itu?" tanya Zahra tak percaya.

"Bukan hanya itu. Gua udah suka sama Fauzan sejak lama. Gua selama ini mencintai dia dengan diam. Gua gaberani mengungkapkannya bahkan hingga saat ini, Ra." kata Rahma dengan mengalirnya air mata. Sungguh berat beban yang ia pendam tentang percintaannya.

"Bahkan hingga saat ini gua sulit untuk menjangkau Fauzan. Tapi dengan mudahnya lu langsung dapetin Fauzan. Gua tau, tapi gua diam."

"Karena gua sadar, Ra. Dia ga mencintai gua. Dia hanya mencintai lu, yang bahkan baru dikenalnya. Berbeda sama gua yang udah kenal lama. Namun gapernah ditatap sama Fauzan."

"Rahma." ucap Zahra dengan lirih. Ia sunggu benar-benar tidak tahu jika Rahma mencintai Fauzan lebih dulu daripada Zahra. Jika ia tahu akan hal itu, ia tidak akan berbuat seperti ini.

"Gapapa, Ra. Gua paham. Lu butuh pelampiasan terluka saat itu. Gua ngerti." ucapnya.

Lalu pergi begitu saja dengan air mata yang masih mengalir dan Zahra yang terpaku di tempat duduknya sambil menatap punggung Rahma yang terus menghilang dari balik pintu kaca cafe ini.

~~~

"Ridwan, gua minta maaf." kata Fauzan.

"Gua udah tau semuanya dari Rahma. Dia minta ketemu sama gua. Maaf, gua gatau kalau Zahra pernah ada hubungan sama lu. Disini gua benar-benar melepaskan Zahra, Wan."

"Zahra bukan mainan!!!" teriak Ridwan dengan mengangkat kerah baju Fauzan.

"Bukan maksud gituh."

"Dengan mudahnya lu melepaskan Zahra!! Dia bukan mainan!!"

"Sorry, Wan. Gua gatau harus apa. Gua ga mungkin lanjut hubungan ini dengan Zahra. Jika gua tau keadaannya seperti ini. Lu juga pasti bakal ngelakuin ini jika berada di posisi gua."

Ridwan hanya diam, lalu berbalik membelakangi Fauzan.

"Gua jug baru tau, kalau selama ini Rahma mencintai gua. Gua sejak dulu Wan, mencintai dia. Tapi gua hanya diam gabisa mengungkapkannya. Karena apa? Gua pikir, lu sama Rahma ada sesuatu karena kedekatan kalian yang berlebihan di mata gua." jelas Fauzan yang membuat Ridwan tercengang.

Akhirnya Rahma berani mengungkapnnya, dan hasilnya perasaan Rahma setidaknya terbalas tak bertepuk sebelah tangan. Lalu bagaimana dengan Zahra?

"Sekarang mending lu temuin Zahra. Sebelum semuanya terlambat." kata Fauzan lalu pergi meninggalkan Ridwan. Tapi ia terkaget kala melihat Zahra sedang berdiri mematung tak jauh darinya.

"Zahra, lu sejak kapan disini?"

Zahra menampar Fauzan dengan keras di pipi sebelah kanannya. Fauzan terkaget karena tamparan Zahra yang tiba-tiba.

"Jadi selama ini lu jadiin gua pelampiasan karena gabisa dapetin Rahma? Bukan ginih caranya."

Emosi Zahra semakin memuncak kala semuanya menjadi rumit dengan seketika.

Terkadang perasaan dan percintaan sulit untuk kita tolak kehadirannya. Namun itu membuat semua kehidupan menjadi rumit.

"Gua minta maaf, Ra."

Zahra pergi berlari ke arah Ridwan, lalu memeluknya dengan erat.

"Maafin gua, Ridwan. Maafin gua, ini salah gua. Andaikan gua lebig sabar menunggu dan berpikir dengan dewasa." ucapnya menambah erat memeluk Ridwan.

Tangis Zahra pecah begitu saja. Ridwan membalasnya dengan pelukan hangat.

"Shutt, udah jangan nangis."

"Kita lanjutin perbaiki yang sudah hancur menjadi utuh kembali. Jangan nangis, ini bukan salah kamu."

"Ridwan, maafin aku." kata Zahra sekali lagi.

~~~

My Perfect Scout Coach (Tamat)Where stories live. Discover now