Hujan Malam

609 46 14
                                    

Hari ini, mataku terus memandang langit-langit kantor. Pikiranku kosong. Tubuhku sedari tadi lemas tak bertenaga. Ah tidak aku tak boleh bermalas-malasan seperti ini. Pikirku dalam hati.

Sontak aku berdiri, meregangkan otot-otot sendi tubuhku. Pinggang putar sana putar sini, kepala mendanga ke atas, jari jemari ku lemaskan.

“Ini adalah hari yang cerah!” ucapku berbicara pada diri sendiri.

Langkah kakiku bergerak menuju pintu yang terbuka setengah. Setelah membukanya…

*wusss~*

“Ah sial panas!” keluhku ketika angin-angin dari luar itu menerpa wajahku.

Sudah berapa hari hujan tak turun-turun. Langit biru sangat terlihat jelas, bahkan tak ada satupun awan yang menutupinya. Rasa-rasanya aku seperti hidup di sebuah planet yang berbeda dengan bumi dan sangat dekat dengan matahari.

“Keiichiro, kemarilah!!” tiba-tiba saja suara atasanku, pak Hilltop dari dalam kantor memanggilku.

Tak ambil waktu lama, sesegera mungkin aku datang menghampiri beliau.

“Ada apa, pak?” tanyaku tidak lupa sambil memberi hormat.

“Nanti malam kau tidak sibuk, kan?”

Rangsangan dalam tubuhku tiba-tiba seperti tersengat listrik mendengar ucapan beliau. Bola mataku melirik ke kiri kanan dengan bibirku yang terus mengecap, “Eng… enggak pak,” jawabku singkat.

“Bagus, kalau gitu kamu yang gantiin shift jaga malam milik Sakuya di pos jaga dekat stasiun, ya,”

Hah.. Yang benar saja

“Kenapa begitu? Memangnya ada apa dengan Sakuya?” seluruh pertanyaan menolak permintaan itu tanpa segan kuucapkan secara terang-terangan.

“Dia lagi-lagi beralasan badannya tidak enak. Hanya hari ini saja. Besok jika dia masih seperti itu akan kuberi peringatan,”

“Tapi pak…” terlihat sekali aku masih tidak mau menerima kerja shift dua kali. Apalagi di tempat bukan wilayahku.

“Tolonglah Keiichiro, kau adalah satu-satunya petugas polisi yang bisa saya andalkan disini,”

Aku melihat atasanku yang berkulit hitam memohon dengan sangat seperti ini sungguh sangat tak tega. Kutarik nafasku dalam-dalam, lalu perlahan kuhembuskan.

Awas kau, Sakuya

“Baiklah pak,” jawabku dengan nada tidak bersemangat.

“Bagus! Kalau gitu saya pulang dulu ya. Istri tercinta saya nungguin di rumah hahaha…”

Ia mengambil tas kerjanya lalu pergi meninggalkan meja. Senyum lebar memperlihatkan gigi putih penuh kemenangan berhasil membujuk pekerjaan orang lain pada bawahan tergambar sekali di wajah kulit hitam eksotiknya itu. Suatu hal yang membuatku jengkel.

Setelah beliau pergi meninggalkan kantor, aku mengecek jam hari ini, 16:05. Sudah saatnya aku pergi ke pos jaga dekat stasiun dan melanjutkan--tidak, bisa dibilang aku melakukan pekerjaan Sakuya brengsek hari ini.

-------

Sepi. Tidak terlalu banyak orang berlalu lalang dekat stasiun. Karena ini hari kamis, kupikir tidak akan sesibuk hari pekan atau hari senin. Namun sesekali para penumpang ini melewati pos hanya untuk menyapa denganku, ada yang benar-benar datang ke pos untuk bertanya-tanya tentang jalan menuju loket kereta api, bahkan ada yang meminta dipesankan gojek lewat ponselku.

Ah.. Harusnya sekarang aku berbaring di kasur atau duduk depan tv sambil makan malem yang enak di rumah. Sial sekali semua gara-gara anak baru itu.

Cerita Cinta PolisiTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon