(19). Ini Bukan Akhir Dari Kita

163 10 0
                                    

Bagian sebelumnya

"Semuanya mungkin akan selesai secepatnya" kata Gachutel.

"Ya"

_______________________________________________

Kami hanya bisa menyaksikan pertarungan hebat. "Kekuatannya masih banyak, padahal umurnya tak akan panjang lagi" gumam Lord. Walau itu sebuah gumaman, tapi itu terdengr jelas di telingaku.

Umurnya tak akan panjang lagi

Aku belum tahu silsilah keluarganya atau hal hal yang penting dari dirinya. Yang pasti ia menyembunyikan sesuatu. Itu maisih sebuah kemungkinan sih. Tapi, memangnya umur Raizel berapa sehingga sisa umurnya itu pendek?

Dia benar-benar ingin melindungi bangsawan yang bertujuan sama dengannya.

"Umur Tuan Raizel tak lama?"

Gachutel yang berada di sampingku terkejut. Menatapku dengan tatapan ITU-SEHARUSNYA-KAU-TAK-TAHU. Entah ia ingin mengucapkan hal apa lagi. Terdiam. Hanya bisa memandang yang lain sedang bertarung.

Kapan ini berakhir?

Sret!

"Ukh"

Harusnya aku memperhatikan belakang juga. Payahnya diriku ini.

SKIP

"Tolong gotong Kei Ru"

"Aku keberatan" ucapku. Kalau pun aku menggotong Kei Ru, aku mungkin akan langsung ambruk.

Aku sedari tadi tak banyak bicara lagi pula, aku juga bingung harus berbicara mengenai apa. "Kalian bisa istirahat di mansion masing-masing" kata Lord. Semua hanya mengganguk. Dan membubarka diri. Paman ikut ke dalam mansion Raizel.

"Dari mana saja kau ini?"

Yang bertanya tentu saja pelayan mansion ini. "Tadi keluar sebentar, disini tak ada kerusakan ya" jawabku. "Di luar sempat ada yang menyerang?" tanyanya lagi.

Aku menggangguk.

"Lukamu tak akan sembuh jika dibiarkan saja"

Lukanya memang belum aku bersihkan tapi, biarkanlah aku beristirahat dahulu. "Baiklah" ucapku. Kali ini aku menuruti perkataannya (biasanya sih, tidak pernah soalnya malas). Kotak P3K disini sepertinya tak ada. "P3K ada di lemari paling atas" katanya lagi.

Betadine sudah diteteskan di atas kapas. Tangan Uta langsung menghentikan tanganku. Dengan cekatan ia mengobati lukaku.

"Terima kasih"

Dia tersenyum tipis dan merongoh sakunya. "Ini aku dapat di lantai 2, sarung tangan punya Ibumu, simpanlah" katanya. Aku meerima sarung tangan itu. "Terima kasih lagi" ucapku lembut. Setelah menyimpan sarung tangan yang dia berikan, aku angkat bicara. "Sepertinya hari ini aku harus pulang" kataku.

Dia tak berbicara lai hanya mengganguk dan pergi. "Hei? Kau ini kenapa?" tanyaku. Cukup khawatir jika dia bisa tertekan di saat saat yang tidak tepat. "Aku baik-baik saja" jawabnya dengan penekanan disetiap kata yang ia ucapkan.

"Oh, aku pergi dahulu ya, semoga kau baik baik saja, dah!"

Aku pergi begitu saja tanpa bertatapan muka dengannya.

"Yah tak ada masalahnya sih jika dia tertekan, tapi jangan terlalu tertekan sih" gumamku. "Hei!" panggil Rosaria. Aku berbalik. "Ada apa?" tanyaku. Dia terlihat ingin meluapkan apa yang ia rasakan. Melihat air mukanya, aku langsung mengerti. "Ya baiklah, ayo"

Selesai mengadakan pertemuan sebentar, aku langsung pulang ke dunia manusia.

Hening. Tak ada yang mau berbicara. Aku pun juga tak mau berbicara untuk saat ini. Yah, saat ini suasananya tak bisa diajak kompromi. Hah, ini terlalu sunyi batinku.

Noblesse ✔Where stories live. Discover now