December: The Best Thing I Ever Did (BebNju)

2.4K 117 11
                                    

Hidup menjadi seorang artis itu ada enaknya, ada juga tidak enaknya. Aku mengetahuinya dari seseorang yang aku temui di salah satu rumah sakit. Hari itu, aku pergi ke tempat yang paling tak ku suka hanya untuk menjenguk teman yang sakit.

Biasanya, aku akan segera pergi setelah menjenguk, tapi entah kenapa, aku masih menyempatkan berdiri untuk melihat pemandangan indah rumah sakit ini yang begitu asri. Apa lagi view dari lantai 5, lantai terakhir rumah sakit ini, sangat indah. Rasanya aku terbuai hingga membuat aku yang tak suka rumah sakit jadi mampu terpaku seperti ini karena pemandangannya yang begitu indah.

Saat aku sibuk menatap ke depan, suara pintu terbuka, tak sengaja tertangkap oleh telingaku. Aku menoleh ke sumber suara dan melihat sebuah pintu yang sedikit tertutup dinding terlihat dibuka oleh seseorang.

Tubuh kurus dengan pakaian rumah sakit terlihat masuk dan menutup pintu itu. Keningku berkerut dan berpikir sejenak, "Ini lantai 5 yang berarti adalah lantai terakhir dari gedung rumah sakit ini. Berarti gadis itu...." Paham akan kondisi, aku segera bergerak ke arah pintu yang tadi gadis itu masuki.

Pintu yang terlihat berbeda. Bukan pintu menuju kamar, melainkan tangga darurat. Jika kita turun, akan menuju lantai 4 dan jika kita naik, kita akan menuju.... roof top. Tempat paling tenang yang ada di rumah sakit ini, itu menurutku. Karena aku suka langit. Menikmati langit dari atas roof top adalah tempat yang tepat.

Kakiku perlahan sampai di ujung tangga paling atas, terlihat ada pintu besi di hadapanku saat ini. Tanganku membuka pintu itu dan mulai merasakan hembusan angin yang lumayan kencang dari luar. Sejuk, itu yang aku rasakan.

Ketika aku sudah berada di luar, terlihat gadis yang tadi sempat ku lihat. Rambutnya yang terurai tampak berkibar bagaikan bendera merah putih yang ada di atas tiang tertinggi. Kakinya tak mengenakan sandal dan dia memakai pakaian rumah sakit yang sedikit kebesaran. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi aku rasa dia sedang tidak baik-baik saja.

"Kalo ada masalah, jangan berpikir buat bunuh diri." Sepertinya ucapanku membuatnya terkejut. Dia menoleh dengan kening mengkerut seakan bertanya aku ini siapa. "Tadi aku liat kamu naik ke sini. Aku takut kejadian di Korea Selatan, kejadian di sini. Makanya aku naik ke sini. Jangan buat rumah sakit jadi tempat yang makin serem." Lanjutku sedikit bergurau.

Dia tak lagi melihatku, kini dia terlihat membelakangiku dan melihat langit biru yang terlihat cerah hari ini. Seandainya aku bisa membaca pikirannya, mungkin dia sedang memaki diriku yang terlihat sok kenal.

"Berpikir buat lompat dari sini?" Tanyaku setelah berada di sampingnya. Aku mencoba melongok ke bawah dan sedikit bergidik. "Hiih! Tinggi banget, kayak khayalanku." Celetukku yang ternyata mengundang kekehan kecil darinya.

Aku tersenyum mendengarnya terkekeh kecil seperti itu. "Apa itu suaramu? Kayak tante-tante ternyata." Sebuah pukulan lemah mendarat di lenganku. Aku pun tertawa kecil. "Bercanda," kataku tersenyum.

"Boby Caesar, biasa dipanggil noleh. Kalo nggak noleh berarti lagi pake headset." Lagi-lagi dia tertawa kecil mendengar gurauanku yang kata teman-temanku tak lucu.

"Shania Ju-"

"Shania jum'at sabtu?"

"Ih, bukan!"

"Kirain."

Kami tertawa bersama dengan ditemani angin sore yang sangat sejuk. Untuk beberapa detik kami diam menikmati langit dan angin yang berhembus.

"Ini tempat terbaik buat liat langit." Kata Shania setelah kami sibuk dengan pikiran sendiri.

Aku mengangguk, menyetujui apa yang dia katakan. "Setuju, tempat yang tepat buat liat langit biru kayak gini."

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang