Kenyataan Tidak Seperti Harapan (Ariel - Oniel)

1.2K 155 18
                                    

Kalau aku tahu mencintaimu akan sesakit ini, aku akan lebih memilih tidak mengenal cinta untuk seumur hidupku. Entah sudah berapa kali aku berucap bohong pada orang-orang yang menanyakan kondisiku atau menanyakan mengapa mataku bengkak setiap bangun pagi.

Semenjak hari itu, usaha menahan air mata itu hanya terbuang sia-sia. Berharap tidak lagi mengingatnya, kenyataannya tidak bisa. Dia selalu hadir dalam pikiranku, rasa sayangku masih ada untuknya. Kalau ingin mengatakan aku bodoh, ya, memang aku bodoh. Masih bertahan dengan mencintainya walau kenyataannya dia melukaiku begitu besar.

Semalam Kak Anin mengirimiku chat, mengatakan kalau hari ini, di hari last show-nya, dia akan datang. Apa yang aku rasakan? Aku takut. Ya, aku takut tidak bisa menahan diri. Entah menahan diri untuk menangis, bahagia melihatnya, atau justru marah. Aku bingung.

Usai mandi, mencari pakaian dan menyiapkan segala keperluan, aku pun pergi menuju theater JKT48. Selama perjalanan, aku hanya bisa diam dengan lagu-lagu BTS mengalun indah di telingaku melalui air pods yang aku pakai.

Pikiranku melayang pada apa yang akan terjadi nanti. Aku berharap, aku akan baik-baik saja. Tentu, harusnya aku akan baik-baik saja. Ini sudah cukup lama setelah kejadian itu. Jadi, harusnya aku tidak akan goyah.

Aku turun dari dalam mobil, melangkahkan kaki menuju lift dengan langkah berat. Sisi lainku menolak untuk bertemu dengannya. Tapi tidak bisa, kenyataannya aku harus kuat bertemu dengan orang yang membuatku bahagia sekaligus terluka.

Ketika aku membuka pintu, tampak beberapa member sudah ada di sana. "Kak Oniel!" sapa Kathrina yang sedang mengunyah makanan.

"Nah, ini Oniel dateng," ucap Kak Gaby yang baru saja keluar dari ruang make-up.

"Kenapa, Kak? Aku telat, ya?" tanyaku khawatir. Takut kalau telat untuk gladi resik.

"Nggak kok, tapi ayo kita GR sekarang. Udah pada lengkap," jawab Kak Gaby dengan tersenyum. Tapi ada yang aneh dalam senyumannya, seperti penuh makna.

Segera aku meletakan tasku dan pergi menuju stage melalui ruang make-up. Baru saja aku membuka pintu, ternyata ada orang yang juga akan keluar dari sana. Seseorang yang sangat tidak aku duga, seseorang yang masih memiliki sepenuh cintaku.

"Hai!" ucapnya pelan.

Suaraku rasanya tercekat ditenggorokan, jadi aku hanya bisa mengangguk. Ketika akan melewatinya, aku bisa merasakan cengkeraman kuat di lengan kiriku. Semakin aku bergerak, cengkeraman itu menguat.

"Jangan ngehindar lagi," bisiknya dengan suara bergetar.

Sedikit kasar aku menarik tangannya agar lepas dari lenganku karena cengkeramannya begitu kuat. "Aku mau GR," gumamku sebelum pergi.

"Ayo GR!" Seruan Ci Shani membuatku menoleh.

"Ci, aku ke toilet bentar," ujarku meminta izin.

"Oke, tapi langsung ke stage, ya?" Aku mengangguk dan segera pergi ke toilet. Rasanya aku sudah tidak bisa lagi menahan air mata yang menggenang di ujung mata.

Aku kunci pintu toilet lalu menengadahkan kepalaku ke atas. Berharap air mata itu tidak mengalir dengan kurang ajarnya. Sesak yang aku rasakan beberapa minggu lalu, kini lagi-lagi hadir menyiksa. Sementara sengatan listrik saat dia menyentuhku, masih terasa begitu nyaman.

Meski begitu, aku berusaha untuk tetap kuat. Aku kembali memikirkan rasa sakit yang sudah dia buat. Tapi sayang, kebodohanku dan kebutaan cinta membuat aku lemah.

"Niel! Ayo buruan!"

Aku menghela napas untuk menekan sesak yang sedari tadi terasa dan mengecek mataku pada cermin, memastikannya tidak merah walau aku tahu itu tidak bisa diubah. Setelah itu aku pun pergi menuju stage untuk melakukan gladi resik bersama member yang hari ini akan memeriahkan last show Kak Anin.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang