Chapter Satu | Aku juga

311 46 6
                                    

Selamat membaca
___________________

Perkenalkan, namaku Sean, hari ini adalah pertamakali nya aku menginjakan kaki di sekolah baruku. SMA pelita Bandung.

Tidak berbeda dengan kebiasaan keluarga pada umumnya, setiap pagi selalu terjadi kesibukan yang luar biasa.

Bunda yang sejak pagi buta sudah bangun, memasak sarapan untuk kami, menyiapkan pakaian kerja ayah, juga menyiapkan seragam sekolahku.

Ya, tepat sekali, aku ini meskipun laki-laki tapi terbilang manja, bahkan sangat manja mungkin.
Tapi itu bukan sepenuhnya kesalahanku, bagaimana tidak, aku ini anak satu-satunya di keluarga ini, jadi tidak berlebihan jika aku diperlakukan seperti raja di sini.

Tapi, sikap tersebut berbanding terbalik jika aku berada diluar rumah, aku menjadi mandiri dengan sendirinya, tapi entah kenapa, orang-orang sepertinya suka sekali melayaniku seperti seorang raja, bahkan para siswi di sekolahku yang dulu, tidak pernah henti-hentinya memandangiku dengan kagum, entah kenapa.

"Sayang, kamu udah siap berangkat belum? Lihat ayah kamu udah nunggu di mobil tuh". Nah itu bundaku, ia selalu berteriak seperti itu setiap pagi.

Bundaku namanya Dona. menurutku bunda adalah manusia paling sempurna di bumi ini. Cantik wajahnya adalah karunia Tuhan yang tiada tanding. Meskipun, terkadang aku merasa risih dengan perlakuannya yang menganggap ku seperti anak kecil saja.

"Iya bun, aku turun sekarang" jawabku singkat. Tanpa berlama-lama, aku segera menghampiri ayah dan bunda yang sedari tadi menungguku di meja makan.

Sambil menuruni anak tangga, aku merasa hari ini seperti menyambut hari baru, meskipun menurutku sekolah itu akan sedikit sulit untuk menerima kedatanganku.

Sambil bersiul, aku hendak memeluk bunda dan sekaligus berpamitan padanya.

"Ayah dimana bun?" Tanya ku.

"Itu di mobil", telunjuknya mengarahkan pandanganku kesana.

"Kalau begitu, aku berangkat dulu ya bunda". Ucapku lembut, lalu ku kecup keningnya.

"Loh.. loh, kamu kok gak sarapan dulu sih sayang" cemas bundaku.

"Hehe, enggak bunda, aku bawa saja rotinya buat dimakan di jalan yah bun, soalnya takut kesiangan nih, gak enak juga kan ayah kelamaan nunggu" balas ku.

"Yasudah kalau begitu, kamu semangat yah.. jangan lupa, kontrol diri kamu di sekolah baru mu yah sayang". Ucap bunda sambil meng-elus rambutku.

"Beres bun, aku kan jago kalau urusan kayak begitu, beda hal nya sama bunda, hehe" balasku, tertawa kecil.

"Kamu ini bisa aja" saut bunda yang sedikit malu.

Segera aku pergi sambil berucap menjauhi bunda.
"Dah bunda... Love you"

"Sudah siap boy?" Tanya ayah yang sedari tadi sudah menunggu di mobil.

"Pastinya dong yah" jawabku semangat.

Tanpa menunggu waktu lagi, ayah langsung memacu mobilnya menuju sekolah baru ku.

Sebelumnya, kalian bisa panggil ayahku Geri, ayahku adalah seorang direktur di sebuah perusahaan besar di Jakarta, kemudian ia dipindah tugaskan ke Bandung, maka karena itulah, kami sekeluarga ikut berpindah pula, termasuk sekolahku.

Langit kulihat cerah sekali hari ini, jalanan pun ramai lancar, udara masih bisa ku hirup dengan nyaman disini, berbeda dengan Jakarta, sepagi ini di sana sudah bising dengan bunyi kendaraan, tapi alam Bandung, masih asik untuk digauli.

Sepanjang jalan menuju sekolah, rasanya tidak ada hal yang aneh ku temukan. Kecuali rumah yang nampak kacau balau di samping sekolah itu, pandanganku tertegun ke arah sana.

"Ada apa boy?" Tanya ayah, sambil memarkirkan mobilnya.

"Nggak yah, kayaknya Sean ngeliat perempuan pake baju pengantin di teras rumah yang barusan kita lewatin yah".

"Yang bener kamu? Pagi-pagi masa sarapannya liat yang kaya begituan". tanya ayah penasaran.

"Iya Sean gak mungkin salah lihat yah. Tapi yasudah lah, lagian mata ini udah biasa lihat yang kayak gituan". Lugas ku.

Lalu kemudian, ayah menolehkan pandanganku dari rumah itu, lalu tangan ayah mengusap rambutku "Sean anak ayah, kamu tuh gak jauh beda ya sama ibu kamu, untung ayah bisa paham sama kalian berdua", ucapnya coba menenangkan ku yang sedari tadi tidak berhenti menggerutu di dalam hati, bertanya perihal sosok pengantin itu.

"Hehe iya yah Sean minta maaf, makasih juga udah jadi ayah yang bisa mengerti Sean sama bunda". Balas ku, tersenyum.

Mesin mobil dimatikan, pemandangan lapangan sekolah sudah terlihat jelas dari gerbang, dan aku siap melangkah menemui berbagai hal yang baru di dalam hidupku, kecuali penglihatan ku ini.

Murid-murid tampak ramai memasuki gerbang sekolah, akupun segera berpamitan dengan ayahku. Jika kalian bertanya, kenapa aku tidak diantar ayah, padahal aku adalah murid baru disini?.

benar sekali, beberapa hari sebelumnya, kami tepatnya aku, ayah dan bunda sudah sempat ke sekolah baru ini, tujuannya untuk menyelesaikan berbagai hal yang berurusan dengan administrasi sekolah terkait kepindahanku. Jadi hari ini aku hanya tinggal masuk ke kelas sebagai murid baru.

"Karena urusan administrasi kamu sudah selesai, ayah pikir kamu bisa sendiri yah untuk menemui wali kelas kamu?". Tanya ayah.

"Santai yah, Sean bukan anak kecil lagi, Sean bisa tanya-tanya ko, kalau gitu Sean langsung turun aja yah, ayah hati-hati di jalan, see you".

Seperti biasa, sebelum pergi, sebagai anak berbakti, ku cium tangan ayah, melepas sabuk pengaman, lalu berangsur pergi dan memasuki sekolah. Begitupun ayah, ia pun pergi menuju kantor barunya.

Nampak dari kejauhan, ada satu siswa yang sedang berjalan tertunduk, pandangannya hanya melihat pasti langkahnya sendiri. Aku tahu dia sedang menahan dirinya, sepanjang koridor orang-orang mengejeknya, bahkan mereka menyebutnya gila.

Aku mendengar dengan jelas, dalam hatinya dia begitu kesakitan menerima cacian dari siswa lain.
Aku juga mendengar dengan jelas, bagaimana murid-murid itu sangat membenci seorang siswa yang belum ku tahu siapa dia, kenapa seisi sekolah lebih banyak tidak menyukainya?.

Entahlah, tapi yang pasti menurutku dia cantik.

__________
Vote, komen, follow & share.
Terimakasih.

SEEING THE UNSEEN (Unintentional Darkness)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang