4. Go home

20 3 0
                                    

"Raga!" Sheina berjalan cepat, berusaha menyejajarkan langkah kakinya dengan Raga.

Sudah 30 menit jadwal pulang sekolah berlalu, sedari tadi Sheina menunggu kedatangan cowok itu di loby sekolah. Entah bagaimana cowok itu kembali bersikap dingin, cuek dan tak peduli. Bahkan tak menyahut ketika Sheina memanggil-manggil nama cowok itu.

"Jawab dulu, gue mau ngomong bentar." Sheina menahan tas Raga yang membuat langkah cowok itu terhentu seketika.

"Bentar aja, 5 menit deh."

"Kenapa?" Raga membalikkan badanya, membuat jarak di antara keduanya sangat dekat.

Refleks Sheina mundur beberapa langkah, "Oke, yang tadi waktu istirahat. Maksud lo apa?"

"Lo suka gue?"
"Emang sebelumnya kita saling kenal? Nggak kan?"

"Apaan sih nggak jelas," jawab cowok itu sembari memalingkan wajah, matanya menyapu pemandangan sekitar.

Tepat di ujung loby matanya terhenti seketika, melihat sosok pria paruh baya dengan tongkat sebagai penompang badannya tengah berdiri aga bungkuk memandanginya. Di susul dua orang di belakang priaparuh baya tersebut yang ikut memperhatikannya, Raga menundukan kepalanya sebentar, sebagai tanda salam hormat kepala pria paruh baya tersebut. Sheina yang menyadari ikut merilik ke belakang, keningnya mengkerut, tidak mengenali sosok pria paruh baya tersebut yang dilihat Raga.

"Siapa itu?" Tanya Sheina penasaran.

"Nggak usah banyak tanya. Dan menjawab pertanyaan sebelumnya, gue nggak suka lo, Sheina." Raga memperjelas.

"Tapi lo bilang nggak menyesal nolongin orang apalagi orang yang lo suka."

"Bukan berarti gue nolongin lo karena lo adalah orang yang gue suka. So gue nggak suka lo."

"Terus ngapain lo usap kepala gue, tiba-tiba senyum lagi."

"Bukannya lo yang suka gue? Gue berusaha bersikp baik aja sekali, karena ngerasa bersalah perihal ucapan gue di kantin."

Sheina mengangguk paham, anggukan tersebut sebagai sinyal berakhir percakapan antara keduanya. Raga tidak melangkan mundur, tidak membalikan badannya keluar dari loby untuk meninggalkan area sekolah, justru cowok itu melangkah maju, masuk kembali ke area sekolah. Tidak ada ucapan selamat tinggal, keduanya melangkah berlawanan arah. Sama-sama dengan wajah datar dingin keduanya berpisah, bedanya sembari berjalan Sheina tiba-tiba mengepalkan kedua tangannya, wajahnya mendadak terlihat seperti orang yang menahan dendam. Tak berapa lama ketika sedang melangkah keluar area sekolah tiba-tiba ponselnya bergetar, Sheina melirik ponselnya. Melihat satu pesan baru saja muncul.

60•401773

Buru-buru Sheina membalikan badannya, berlari kembali masuk ke dalam area sekolah. Sore hari sekolah belum terlalu sepi, masih banyak siswa-siswi yang sibuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, rapat, belajar atau sekadar nongkrong menghirup hiruk pikuk udara asri sekolah.

Sheina memperlambat langkahnya begitu ia melalui lorong sekitaran ruang musik. Alunan musik di sore hari yang menenangkan, perpaduan antara biola dengan piano yang bisa membuat seseorang tenang. Sejanak Sheina berbelok tujuan, berjinjit berusaha mengintip suasana ruang musik di balik jendela, kemudian ia menghembuskan nafas panjang. Tersadar akan tujuan utamanya kembali ke sekolah, berjalan cepat melewati taman sekolah dimana terdapat pohon karet ikon sekolahnya, perjalanan terakhirnya berhenti di belakang gedung teater dimana terdapat gudang belakang sekolah yang bersebelahan degan sebuah kontainer usang yang terbengkalai di pojok.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 15, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Extraordinary You: Secret MissionWhere stories live. Discover now