Bagian 05 : Satu Nurani Per Insan [2/2]

42 24 0
                                    


Setelah mengambil kembali senjatanya, Alka melanjutkan kegiatan itu mengamati segala sisi, mencari dimana kira-kira roh akan muncul kembali. Sementara seniornya sudah berkali-kali menjumpai roh dan segera menyerangnya dengan mudah, sungguh hebat.

Wajar juga hal itu terjadi, karena di wilayah ini rata-rata roh yang hidup berasal dari hewan darat, dimana itu adalah sasaran terbaik bagi seseorang dalam kategori spesialis jarak dekat seperti Zazie.

Alka menatap ke arah candi, seketika matanya terbelalak lebar. Ia sangat kaget, setelah mendapati sebuah roh macan putih yang berdiri di atas candi, dengan begitu menawan sekaligus mengerikan.

Alka melipat kedua bibirnya erat-erat, memberanikan dirinya untuk mendekat kepada roh tersebut. Begitu jarak mereka cukup dekat, roh macan putih nyatanya juga menyadari keberadaan Alka, dan balik menatap gadis itu dengan sorot mata menusuk.

Dari sisi lain, perhatian Zazie sedikit teralihkan oleh apa yang terjadi di sekitar candi. Ia mulai mengamati dengan seksama, awalnya ia hanya sedikit waspada dengan keberadaan roh macan putih di atas sana. Namun amarahnya seakan-akan meledak ketika ia mendapati Alka yang seolah menantang roh tersebut. "Al, lu ngapain?" ujar Zazie dari kejauhan.

Sayangnya Alka tak mendengar Zazie sama sekali, dan gadis itu justru mengangkat bambu runcingnya, bersiap untuk melempar. Padahal jarak antara Alka dan roh macan putih hanya beberapa meter, tentu terlalu dekat untuk seorang spesialis jarak menengah seperti Alka.

"Itu mustahil, Al!" teriak Zazie memperingati gadis tersebut. Namun Alka justru membidikkan bambu runcingnya itu, semakin bersiap untuk melemparnya. "Alka, roh macan putih itu-," kalimat Zazie mendadak terhenti.

Alka tanpa ragu melempar bambu runcingnya, yang tentu saja dapat dihindari oleh roh macan putih semudah itu. Zazie segera berlari dengan sangat kencang, serta bambu runcingnya telah ia posisikan lurus ke arah roh tersebut.

Sialnya lagi, roh macan putih kini justru turun dari atas sana, ia melompat lurus ke arah Alka, dengan cakar-cakarnya yang mencuat. Kecepatannya yang sangat presisi itu membuat Alka tak memiliki kesempatan untuk pergi kemanapun, bahkan ketika gadis itu mulai sadar kembali, Zazie telah berada di hadapannya, mencoba menusuk roh tersebut.

Bambu runcing Zazie justru mendarat di tanah, tanpa mengenai apapun. Seakan-akan tak merasa bersalah, Alka segera mengamati sekelilingnya, mencari kemana roh macan putih berlari.

"Alka, udah deh!" bentak Zazie.

Nampaknya Alka tak mau menyerah, ia menatap sang senior dengan ambisi yang meluap-luap. "Saya bisa kak!" ujarnya begitu yakin. "Saya nggak bakal ngerepotin!" ujarnya lagi, dan justru membuat Zazie nampak semakin marah.

Lelaki itu sesaat terdiam, mencoba memikirkan kalimat yang cocok untuk ia ucapkan saat ini. "Ini bukan bidang lu, Al," ujarnya lirih namun tegas.

"Tapi kak-."

"Denger ya!" kali ini Zazie kembali dengan nada bicaranya yang meninggi. Alka kembali terdiam, menunggu sang senior untuk berbicara. "Gue nggak mau ada masalah kayak kemarin lagi!" ujarnya tegas. Alka perlahan mulai menurunkan arah pandangannya, ia sudah tak berani lagi untuk menatap Zazie, rasa bersalah telah muncul kembali di hati gadis itu. "Apalagi di posisi kayak gini! Apapun yang terjadi sama lu ... itu tanggung jawab gue sebagai senior, dan ...! Gue nggak mau repot hanya karena lu di serang roh!"

Alka menunduk kian dalam, ia ingat betul peristiwa yang terjadi kemarin, dimana tubuhnya diambil alih oleh roh Dewi Kilisuci dan membuat beberapa orang terlibat secara langsung hanya untuk membuatnya sadar kembali.

"Ngerti?!" ujar Zazie dengan nada bicaranya yang semakin meninggi. Alka mengangguk pelan, guna menjawab pertanyaan seniornya. "Lu diem di sini, gue yang bakal maju .... Kalo lu ngerasain adanya ancaman, buruan beritahu gue!" Lagi-lagi, kalimat Zazie itu hanya dijawab dengan anggukan pelan oleh Alka. "Lu hanya boleh beraksi selama ada roh yang terbang .... Selain itu, gue yang urus!" ujarnya dengan nada bicara yang sama sekali tak berubah.

Eunoia RonWhere stories live. Discover now