Bagian 05 : Satu Nurani Per Insan [1/2]

38 27 0
                                    

"Rakka, mulai sekarang kamu libur dulu," ujar Pak Yudis.

Rakka kaget. "Libur?" Tak hanya itu, rasa khawatir dan gelisah juga seketika muncul di dalam hatinya. "Ke-kenapa, pak? Sa-saya salah ya?"

Pak Yudis justru tertawa kecil, berbanding terbalik dengan Rakka yang hebohnya minta ampun. "Saya nyiapin formasi baru buat kalian. Jadi ikutin aja arahan saya, oke?"

Mungkin keputusan ini terdengar sangat mendadak dan tak masuk akal, akan tetapi Rakka tak memiliki kekuatan untuk melawannya. Rakka mengangguk pelan, diikuti oleh dua siswa yang berada di ruangan ini pula.

"Jadi mulai sekarang, Kelompok Satu hanya terdiri oleh Zazie dan Alka. Detail tentang misi kalian yang selanjutnya akan saya beritahu nanti, tapi kalian bisa siap-siap sekarang."

"Siap!"

Zazie beranjak dari posisi semula. Ia segera berjalan ke arah pintu, dan diikuti oleh Alka yang mengejar langkahnya. "Permisi, pak," ujar mereka berdua sebelum meninggalkan ruangan dan menutup kembali pintu Markas Inti Candramawa dengan rapat.

"Kenapa Pak Yudis kok tiba-tiba ngubah formasi lagi?" tanya Alka, menghentikan langkah Zazie yang hendak menjauh dari depan pintu ruangan.

Lelaki itu mengangkat kedua pundaknya, dan menatap gadis di depannya itu dengan tatapan malas. "Entahlah .... Tapi kalo ini keputusan Pak Yudis, pasti ada yang dipertimbangkan lah," kata Zazie. "Oh iya." Lagi-lagi langkahnya terhenti kembali. "Gue lupa kalo ada urusan sama Pak Yudis, lu standby ada duluan."

Tanpa memberi kesempatan bagi Alka untuk berbicara, Zazie segera kembali masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu dengan rapat. Sehingga gadis itu terpaksa menuruti ucapannya.

Baik Pak Yudis maupun Rakka, mereka dua menatap Zazie yang kembali datang itu dengan raut wajah yang begitu santai, seakan-akan memprediksi akan terjadinya hal tersebut. Tanpa membuang-buang waktu untuk berjalan mendekati meja, Zazie segera bicara di saat ia masih berada di belakang pintu, "Pak Yudis, saya-."

"Ini demi Alka ...," Pak Yudis menjeda ucapannya. Zazie seketika nampak serius, lelaki itu akhirnya berjalan mendekat meja berisi dua orang tersebut dengan langkah yang begitu cepat. "Dengan begini, emosinya bakal lebih stabil," lanjut Pak Yudis.

Zazie hanya berdiri di depan meja, dengan kedua tangan yang menyangga tubuhnya di atas hamparan kayu tersebut. "Harus saya yang ngalah?" ujar Zazie pelan.

"Kamu senior, Zie."

Kalimat Pak Yudis mungkin nampak bijaksana, akan tetapi itu tak berlaku sama di hadapan Zazie. Lelaki itu justru terlihat semakin serius, menatap Pak Yudis dengan penuh perasaannya. Satu kalimat ia ucapnya, dengan nada bicaranya yang terdengar memelas, "Pak ... saya juga punya hati."

Pak Yudis menghela nafas panjang. Beliau melipat kedua tangannya di atas meja, dan menatap Zazie dengan begitu serius. "Pilih mana ... mentingin perasaan kamu atau kejadian kayak kemarin terulang lagi?" ujar Pak Yudis.

Seketika Zazie terdiam, ia bahkan menatap pembinanya itu sorot mata yang tajam. Amarah perlahan mulai merasuki raga lelaki itu, namun kalimat Pak Yudis sudah tak bisa lagi ia elak lagi.

Zazie memalingkan pandangannya dari Pak Yudis, ia mendecak kesal. "Sialan...," ujarnya lirih.

"Ingat, Zie. Begitu kamu teriak, Alka langsung ngerespon," ujar Pak Yudis.

Zazie beranjak dari posisinya, "Iya iya pak, saya tau," ujarnya dengan nada bicara yang terdengar kesal, seraya pergi meninggalkan meja, dan keluar dari ruangan tanpa salam sama sekali.

"Dasar KU nggak sopan ...," ujar Rakka lirih, ia melirik sosok yang berjalan pergi itu dari kaca jendela.

Pak Yudis nampaknya memperhatikan sikap Rakka, beliau pun sempat tertawa kecil. "Kenapa sih Ka?" tanyanya. Rakka kembali memfokuskan pandangan pada Pak Yudis, menghormati sosok yang bertanya padanya. "Nggak suka sama Zazie?"

Eunoia RonWhere stories live. Discover now