Bagian 02 : Neraca Perbuatan [3/3]

67 45 1
                                    

Zazie membuka pintu masuk Markas Inti Candramawa dengan dengan berat hati. Sedikit pun ia tak ingin melihat isi ruangan. Akan tetapi, mau tak mau Zazie harus memaksa diri untuk kedua kalinya. "Selamat sore," ujarnya dengan pelan dan terdengar lesu.

"Selamat sore," ujar sosok lelaki yang seumuran dengannya, Rakka sudah beberapa saat yang lalu datang mendahului Zazie.

"Masuk, Zazie," sahut lelaki lain. Suaranya terdengar begitu dingin dan tenang, ditambah dengan sorot matanya yang terkesan mengintimidasi, sukses membuat aura cool memancar kuat dari dalam dirinya.

"Selamat sore!" ujar seorang gadis yang mendadak telah berada di belakang Zazie. Gadis itu nampak ngos-ngosan, serta rambutnya terlihat agak berantakan.

"Lu juga anak baru, buruan masuk," ujar lelaki itu masih dengan nada bicara yang sama persis. Zazie mungkin sudah tak terpengaruh lagi, namun Alka yang notabene baru pertama kali ini bertemu dengan lelaki tersebut tentu merasakan sebuah panah tajam yang menusuk ulu hati, ia bergidik ngeri.

Zazie melirik gadis di sebelahnya, lalu mulai membisik, "Rapiin rambut lu tuh, nggak sopan sama senior kelas dua belas." Zazie segera melangkah masuk, sementara Alka masih berusaha menata rambut acak-acakannya setelah berlari sekuat tenaga dari Ruang BK ke Markas Inti Candramawa yang berjarak cukup jauh.

Selesai selesai memperbaiki penampilan, Alka segera menutup pintu kembali, dan berjalan mendekati ketiga lelaki yang telah duduk di depan meja besar. Alka menghampiri Zazie, lalu duduk di sebelah lelaki itu dengan perlahan, sengaja membuat kesan sopan santun di depan sosok yang Zazie bilang 'senior kelas dua belas' itu.

Lelaki dengan aura cool itu melipat kedua tangannya di atas meja, serta menatap tiga siswa lain di hadapannya dengan begitu dalam. Terutama satu-satunya sosok gadis di ruangan ini, nampaknya ia menjadi perhatian tersendiri bagi lelaki tersebut. "Lu kelas sepuluh?"

"Iya kak," jawab Alka dengan pelan.

"Udah tau gue?"

Alka terdiam, ia terlihat bingung untuk menjawab. Pasalnya nada bicara lelaki tersebut tak terdengar seperti orang yang bertanya baik-baik, ia justru lebih terdengar seperti hendak mengetes seseorang.

"Emm ...." Alka berusaha melirikkan kedua matanya, berharap mendapat pertolongan dari seniornya yang lain.

Merasakan kode keras dari Alka, Zazie pun berbicara menggantikannya. "Ini baru pertama kalinya Alka ketemu kakak, jadi belum kenal lah," ujar Zazie dengan santainya seperti biasa.

"Baiklah, kalo gitu gue kenalan dulu," ujar lelaki itu seraya mengembangkan senyuman kecil di wajahnya. "Nama gue Loka Laksmana, kelas dua belas IPA dua, gue KU Candramawa tahun lalu," ujarnya lagi, lelaki itu nampak bangga dengan pernyataannya.

"Lu Alka, 'kan? Gue udah tau," ujar Laksmana lagi, menghentikan bibir kecil Alka yang hendak berucap. Kini, senyuman di wajah Laksmana telah menghilang, kembali memancarkan aura cool dan mengerikan di saat yang bersamaan. "Gue udah denger gimana kronologi dari misi pertama kalian." Laksmana menatap ketiga juniornya dengan sorot mata serius. "Zazie, lu ketuanya?"

"Tentu," jawab Zazie dengan tegas dan tanpa ragu.

"Tau nggak anggota lu itu masuk kategori spesialis jarak apa?"

Zazie menatap seniornya itu sesaat, setelahnya baru ia mengalihkan pandangan pada Rakka. "Kalo Rakka spesialis jarak menengah, dia jago melempar bambu runcing."

"Kalo Alka?"

Pertanyaan Laksmana sempat membuat kedua bola mata Zazie seketika kembali ke arahnya. Zazie sedikit terkejut ketika ia menyadari bahwa dirinya tak mempunyai jawaban tepat akan pertanyaan tersebut.

"Kalo Alka ...," Zazie menjeda ucapannya, seraya melirik pada gadis di sebelahnya. Untung saja Alka tak sebodoh itu, ia menyadari maksud dari lirikan Zazie padanya, gadis itu pun memberi anggukan kecil yang nyaris tak terlihat. "Sama ... Alka juga spesialis jarak menengah, dia juga jago melempar bambu runcing," ujar Zazie seakan-akan mengetahui segalanya.

Laksmana melepas kedua tangannya dari atas meja, lelaki itu kini meletakkan pada sandaran kursi. "Jarak menengah ya?" kata Laksmana. "Lalu kenapa serangan Rakka dan Alka sempat meleset? Bukannya ngelempar bambu runcing adalah keahlian kalian?"

Sebelum salah satu dari ketiga bocah di hadapannya sempat menjawab, Laksmana telah berbicara kembali. "Ah, nggak heran sih, roh elang itu emang datang dari Candi Penataran, jadi dia termasuk roh dengan usia tua, wajar aja kalo dia lincah dan jago menghindar. Tapi ...!"

Laksmana mengernyitkan mata, menatap tajam pada sosok yang berada lurus di depannya, Zazie. "Zazie, lu bego banget ya!" Sosok yang dimaksud oleh Laksmana itu justru terdiam, tak paham akan kalimat yang diutarakan seniornya barusan. "Lu masuk kategori spesialis apa?"

"Jarak ... dekat," ujar Zazie pelan, dan terbata-bata.

"Keahlian lu?"

"Menusuk secara langsung."

"Terus kenapa lu malah ngelempar bambu runcing?!" Nada bicara Laksmana mulai naik, ia juga menatap Zazie dengan semakin tajam. Zazie sendiri justru terdiam, terpaku pada posisinya. Ia tersentak dan tak sanggup berkata apa-apa lagi, begitu bodoh Zazie baru menyadari hal itu saat ini juga.

"Kenapa?!" Laksmana menatap Zazie, namun Zazie belum juga mengatakan sepatah kata pun. "Bilang ke gue kenapa?!" ujarnya lagi, lelaki itu nampak kesal dengan nada bicaranya yang meninggi.

Sedikit merasa terpojok, akhirnya Zazie memberanikan diri untuk berbicara, "Karena-."

"Kenapa?! Karena rohnya terbang?! Gitu?! Jadi lu nggak bisa deketin dia dan nusuk secara langsung?! Hah! Klasik!"

Seketika Zazie menundukkan kepalanya, ia menyadari betul apa kesalahan yang diperbuatnya. Pemuda itu tau Laksmana tak mengatakan sebuah kalimat fitnah sedikit pun.

"Lu spesialis jarak dekat! Bambu runcing nggak boleh sampe lepas dari tangan lu!" Laksmana terdiam sejenak, ia menatap Zazie yang kini hanya nampak rambutnya saja dari sudut pandang lelaki itu. "Nggak bisa ya lu mancing roh itu buat turun?!"

Zazie masih terdiam, kepalanya pun tak kunjung-kunjung ia angkat kembali. Namun perlahan, ia mulai mengumpulkan keberaniannya untuk menjawab. "Maaf," ujarnya pelan.

"Lu KU sekarang ... bersikaplah selayaknya KU." Kalimat Laksmana mulai terdengar tenang kembali, namun justru membuat Zazie merasa semakin tertekan mendengarnya.

Sejenak tak ada percakapan di antara mereka. Laksmana tak lagi mengeluarkan suara, Zazie pun belum memiliki keberanian untuk mengutarakan argumen. Pikirannya telah penuh oleh penyelasan-penyesalan tak berguna.

"Udah cukup ... Gue yakin lu pasti ngerti ... Angkat balik kepala lu, Zazie. Lu nggak pantes kayak gitu."

Secepat kilat, Zazie mengangkat kepalanya kembali, ia menatap Laksmana dengan sorot matanya yang terasa tegas dan serius. Laksmana tersenyum kecil, bangga pada sosok pengganti posisinya itu. "Bagus," kata Laksmana. "Oh, iya. Gue ada pesen dari Pak Yudis." Hanya dengan satu kalimat, ia berhasil membuat tiga pasang mata memandang tertuju padanya. "Kalian ada misi kedua besok."

"Besok?" ujar Rakka, sosok yang semula diam saja itu kini mulai angkat bicara. Laksmana yang sejak tadi hanya memfokuskan pandangan pada Zazie akhirnya beralih, kedua mata lelaki tersebut kini menatap Rakka, seakan-akan mengerti apa yang dikhawatirkan oleh bocah itu.

"Kalo masalah dispensasi, udah gue urus kok, kalian besok langsung ke lokasi aja, nggak perlu ke sekolah dulu."

"Lokasinya kak?" tanya Alka.

"Alka besok bawa mobil, 'kan? Zazie sama Rakka nyusul aja ke rumahnya Alka. Kalian bertiga bawa mobil, entar gua bawa motor di depan kalian, kalian tinggal ngikutin gue."

"Siap!"


.

To be continue ...

Eunoia RonWhere stories live. Discover now