6: Kataware-doki; Forget

Start from the beginning
                                    

Jam pada dinding berdetik, tapi Hyunjin tetap tidak menyadari bahwa waktu dengan cepat meninggalkannya.

Bisik-bisik Hyunjin tersembur sepi. Satu jenis kesepian menyakitkan. "Baru awal malam. Dia belum akan pergi walau merajuk seperti itu."

These days

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

These days.

Pukul sepuluh malam seringnya mereka habiskan dengan mengobrol, atau menonton, atau melakukan apapun yang Felix suka dan pastinya bisa ia lakukan. Felix tidak menghabiskan waktunya bersama Hyunjin di siang hari, jadi ketika malam Hyunjin persiapkan banyak kesempatan membersamainya. Tiba-tiba saja Hyunjin beralih menjadi nokturnal, sedang siang hari ia habiskan dengan tidur dan tidak bekerja.

Namun malam ini Hyunjin jatuh tertidur kelelahan. Terlentang di sofa ruang tengah mereka. Tanpa berganti baju, tanpa sempat makan malam.

Felix pikir, mereka berdua akan seperti ini selamanya. Berdua, dengan kebiasaan yang selalu mereka lakukan. Ia pikir mereka akan abadi, tidak seperti orang-orang yang saling meninggalkan hanya karena pertengkaran di malam hari, atau karena kepercayaan yang rusak akibat orang ketiga dan semacamnya.

Felix suka dengan Hyunjin. Suka dengan cara pikirnya yang terlalu mudah. Suka dengan senyumannya yang tidak pernah pudar. Suka dengan hal-hal unik yang sering lelakinya perbuat. Suka bagaimana pria tinggi itu dapat menghiburnya di kala sedih.

Felix duduk di depan sofa yang ditiduri Hyunjin. Matanya lurus dan berkabut, tapi senyum kesendirian yang ia punya menepis segala kemendungan. Tangan Felix terangkat naik, ia memuja, satu sentuhan ia beri lewat ujung telunjuk di pipi Hyunjin. Apapun yang bisa ia lakukanㅡdan inginkanㅡsaat ini hanyalah menyentuh Hyunjin. Bersama Hyunjin.

"Hyunjin yang tampan," bisikan Felix tenggelam oleh suara televisi, dibarengi satu kecupan ia beri di tulang pipi. Wajah Hyunjin yang terlelap tampak damai, hal itu mengundang pertanyaan apakah wajahnya ketika itu damai juga? Tapi kenapa Hyunjin selalu sedih? Kenapa tatapan Hyunjin yang melihatnya seolah bercerita seberapa kasar Felix telah melukainya? Apa Felix menyakiti Hyunjin? Entah.

Begitu Felix singkirkan rambut Hyunjin yang menutupi kelopak mata, lelaki itu mengerjap. Ruangan terang sebagai latar penampakan Felix menusuk netranya, perih, namun Felix adalah satu-satunya yang tampak paling jelas di antara kekaburan mata.

"Kamu akan pergi?" serak Hyunjin bertanya. Ia panik tergesa mencari penunjuk hari di dinding. Dua puluh tiga lewat lima belas.

Hal itu membuahkan gelengan Felix, serta jemari lanjut mengusap puncak kepala. "Aku tidak pergi di tengah malam, Hyunjin."

Nafas berangsur tenang tapi kecemasan tidak banyak menghilang. Tangan besar Hyunjin menangkup milik Felix yang berukuran kontras.
"Tapi aku ingin kamu tidak pernah pergi." katanya.

Dua puluh tiga lewat enam belas.

Dua puluh tiga lewat delapan belas.

Mata tidak terputus.

INEFFABLE; hyunjin ft. felix || hyunlixWhere stories live. Discover now