Mendengar jawaban Maira, Reinald dan Rendy terkikik. Sudah bisa ditebak. "Makanya nurut aja, jangan melawan terus. Kanjeng Ratu adalah muthlaq penguasa rumah."

Maira memajukan bibirnya, menatap kembali adiknya "Dek, atau karena hal ini kamu pulang?"

Rendy menggeleng, "Aku memang udah niat pulang, Kak."

Maira kembali menatap kakaknya, tapi Reinald buru-buru mengangkat tangan tanda tak mau ikut campur. Bisa digilas dia sama ibunya.

"Kalau begitu, Mai gak mau ikut."

"Bicarakan itu di hadapan mami!" Reinald dan Rendy menjawab secara bersamaan. "Dan lagi, Adek lupa di rumah sedang ada nenek dan kakek. Jadi mungkin acaranya beneran serius."

"Tapi kok, bikin badan Mai merinding, ya?"

"Jangan terlalu banyak berpikir, Kak. Sekali-kali positif thinking sama mami kenapa? Kali aja dapet berkah, calon suami idaman, misalnya."

"Naaah, benar kata Rendy tu, Dek. Husnu Dzon."

Maira hanya mendengus, tapi tak berniat untuk berkilah. "Yaudah, Kakak sana pergi! Mai mau istirahat. Kamu juga, Dek."

Rendy mengendikkan bahunya, "Sama. Aku juga mau istirahat. Assalamu'alaikum. "

"Wa'alaikumussalaam."

"Kak---" Maira kembali menelan ucapannya saat telunjuk Reinald menempel di bibirnya. "Percaya sama Kakak." Reinald tersenyum. 'Mungkin udah ada firasat dia.' "Istirahat, gih! Kakak juga belum shalat ashar."

Maira menatap punggung Reinald yang menjauh, dan menghilang masuk ke kamarnya. Acara apa, ya? Kok, rasanya agak aneh. Apa mungkin benar juga, dia terlalu parno sama ibunya. Lagian gak mungkinkan ibunya jerumusin dia? Segalak-galaknya kanjeng ratu, Maira yakin beliau sangat sayang padanya. 'Ya Allah, semoga semua baik-baik saja.'

.........

'Toktoktok'

"Kak, udah siap belum? Kita udah nunggu, nih."

'Ceklek'

Maira menatap Rendy yang memakai kurta warna abu muda, begitu tampan dan sopan. Pun dengan Maira yang sudah cantik dengan busana syar'inya berwarna dusty pink. "Dek, rapi bener. Emang acara apaan sih, harus rapi kek gini?"

"Gak tahu. Sepertinya kita akan kedatangan tamu. Jangan tanya siapa!" serobot Rendy melihat mulut kakaknya sudah terbuka. Ia yakin, kakaknya akan bertanya ini itu, dan berakhir dengan debat mereka yang tak berujung.

"Ish, yaudah, ayo!"

"Ayok silakan duduk. Waah Mbak Lisha tak berubah ya? Tetap cantik." Suara sang ibu terdengar dari ruang tamu. 'Pasti tamunya sudah datang.'

Maira berjalan beriringan dengan Rendy, menuruni tangga dan percakapan mereka sepertinya memang seru. Karena di sana terdengar suara kakek, nenek, juga ayahnya yang sedang mengobrol. 'Mungkin saudara jauh mereka.'

"Assalamu'alaikum," sapa Rendy menginterupsi para orangtua dan tamu dari obrolan ramah tamah mereka sekaligus membangunkan Maira dari lamunannya.

"Wa'alaikumussalaam. Maira, Rendy. Kemarilah! Ayo beri salam sama tamu kita." Zamzam memanggil kedua anaknya. Di sebelahnya, ada pria seusia sang ayah yang duduk bersama sang kakek. Maira melangkah duluan, menyalami tamu perempuan tersebut, "Assalaamu'alaikum, Tante." Lalu mendekap kedua tangannya di depan dada sambil menghadap tamu laki-laki, "Assalamu'alaikum, Om."

"Wa'alaikumussalaam warahmatullah."

Begitupun yang dilakukan Rendy. Maira duduk di samping neneknya dekat dengan tamu wanita.

Suami Killer-ku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang