"Aku sebenernya mau jelasin, sih. Tapi...."

"Tapi?"

Terdengar Hamid menghela. Pemuda itu kemudian berujar, "Benjol yang kemarin masih belum sembuh, loh." Saat digebuk Dina, Hamid terjengkang. Belakang kepalanya membentur kursi.

"Kamu masih belum terima soal kemarin? Sini aku tambahin!" Dina ancang-ancang ingin menghenyak kaki kiri Hamid. Hamid langsung pasang langkah seribu.

Karena keduanya bukan anak yang atletis dan jarang olahraga, mereka sudah ngos-ngosan usai berlari dua puluh meter.

"Bego! Kenapa lari?" Dina menangkap ujung tas Hamid. Punggungnya membungkuk. Dadanya kembang kempis.

"Ya, larilah! Masak ditindas diem aja?" Hamid tak kalah engap.

"Tanggung jawab! Aku lapar lagi ini!"

***

Canggung.

Rozes tiba di klinik Elwa dan mendapati Malika sedang diperiksa. Elwa minta pemuda itu langsung menempati ranjang lain tepat di sisi kiri gadis itu. Elwa akan menempel beberapa sensor pada tubuh Rozes sembari menunggu hasil pemeriksaan tubuh Malika keluar.

Dengan mata yang masih tertuju pada Malika berbalut piama, Rozes merebah. Elwa mulai menempel beberapa elektroda, meminta Rozes mengatur napas, serta menegurnya.

"Malika kemarin, kan, sudah minta maaf."

"Minta maafnya pas aku sedang tidur." Rozes buang muka ke langit-langit.

Elwa tersenyum. Ia tiba-tiba berujar, "Wah, aku ada janji dengan Pak Bay. Aku permisi sebentar." Ia lalu meninggalkan keduanya di dalam klinik. "Jangan cakar-cakaran, ya," pesannya sebelum benar-benar menghilang.

Lagi-lagi, canggung.

Suasana hening.

Hingga kemudian, Malika batuk-batuk.

"Rasain!" seloroh Rozes di sebelah. "Kebanyakan ngopi, sih."

Malika langsung menoleh. Keduanya saling tatap.

Malika batuk lagi.

"Jangan batuk sambil noleh ke sini!" tegur Rozes pula.

Malika buang muka sembari melanjutkan batuk. Melihat punggung gadis itu berguncang-guncang, Rozes pun memprereteli sensor yang sudah dipasang Elwa. Ia turun dari ranjang, mengambil cangkir, dan mengisinya dengan air. Ia sodorkan pada Malika yang sedang berdehem-dehem.

Meski ragu, Malika menerima cangkir dari Rozes. Airnya ia minum beberapa teguk. Setelahnya, ia berterima kasih. Rozes kembali ke ranjang dan memasang elektroda sensor sendiri. Ia sedikit mengomel mengapa staf unit kesehatan yang lain belum datang.

"Ro... Rozes...." Suara Malika akhirnya terdengar usai batuknya mereda.

"Iya."

"Maaf yang kemarin."

Rozes diam.

"Jangan diulangi!" Rozes akhirnya menyahut.

Malika berputar menghadap Rozes.

"Ro... Rozes sudah baikan?"

"Sudah. Tapi, Kak Elwa minta aku datang ke sini untuk diperiksa lagi."

"Aku tes, ya?"

"Ha?"

Malika menarik ponsel dari kocek. Beberapa saat kemudian, ponsel di celana Rozes bergetar.

"A... apa iniiiii?" Rozes menjerit usai membuka pesan yang masuk. Punggungnya kembali menegak. Sementara itu, Malika melompat turun dari ranjang dan bergegas menuju pintu. "Woi! Jangan kabur! Udah dimaafin malah iseng lagi!"

"Aku cuma khawatir." Pintu klinik terbuka. Kelihatan Elwa mondar-mandir di depan sana, kemudian bertampang bengong. "Rozes masih normal, kan?"

"Aku masih normal! Seratus persen normal!" jerit Rozes. "Jadi, jangan permainkan jiwa lelakiku!"

Malika kabur. Setelah ia jauh, Elwa baru sadar belum selesai memeriksa gadis itu. Sementara di dalam klinik, Rozes mengernyit. Ia baru saja menerima dua pesan baru.

"Syukurlah."

"Itu punya Kak Elwa."

Orang yang disebut dalam chat masuk ke klinik. Ia mengomel. Sempat terlontar dari mulutnya akan memasung Malika nanti malam. Dan kalau batuk-batuk lagi, akan ia sumpal mulut gadis itu dengan lakban.

"Kalian sudah baikan, kan?" tanyanya kemudian pada Rozes seraya membetulkan elektroda yang menempel. "Tadi jerit-jerit bukan lagi berantem, kan?"

"Malika makin kurang ajar! Aku tak tahu sampai kapan masih bisa waras."

"Loh?"

Rozes menunjukkan pesan yang masuk. Melihatnya, Elwa langsung istigfar.

"Aku tak menyangka hubungan kalian sudah sejauh itu. Sudah berani kirim-kirim gambar begituan."

"Apanya yang jauh? Dia mengerjaiku lagi. Dia bilang itu punya Kak Elwa!"

"Eh?"

Elwa memperhatikan lagi gambar yang dikirim. Setelah mengamati dengan penuh khidmat, ia pun berkomentar, "Bukan, ah. Punyaku lebih bagus dari itu. Mau lihat?" Elwa memegang kerah jasnya.

Rozes memicing. "Kak Elwa jangan ikut-ikutan. Aku bukan Pak Bay yang tak mudah baper."

Elwa tertawa. Rozes menggerutu.

"Atau jangan-jangan itu punya Malika sendiri?" Elwa seperti ingat sesuatu. "Asetnya lumayan bagus, loh."

"Malika takkan sebodoh itu!" Rozes berbaring. Semua pesan dari Malika sudah ia hapus. Bahaya kalau ada orang lain yang lihat.

Woles World Legend: AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang