Ekstra Part 1 Bulan untuk Awan

151 11 0
                                    


Selalu ada harapan setelah tangisan, kamu adalah alasan aku bertahan hidup lagi.

- Awan-

Awan Pov

Aku pikir hatiku akan kering setelah Senja membuatku kehilangan keindahan hidup.
Membuatnya bisa menjadi tunanganku tidak membuat cintanya berpaling dariku.
Aku memang merasa takdir sebercanda ini padaku. Menjungkir balikan duniaku yang sudah ku anggap benar dalam satu hari.

Aku lambat laun menyadari bahwa sesuatu yang tidak di takdirkan di miliki, sekuat apapun aku berusaha tetap tidak akan aku miliki. Tuhan dengan segala keindahan skenarionya.

" Pak, kenapa Mbak Senja dan Mas Fajar bersatu, bukan karena kekurangan bapak yang menutupi itu, tp karena memang takdir mereka. Bahkan sudah tertulis jutaan tahun lalu bahwa mereka berjodoh, sebelum mereka sama-sama dilahirkan."
Gadis periang ini bernama Wulan. Perawakannya tidak setinggi Senja, sekitar 155 cm saja. Berbanding jauh denganku. Kalau berdiri tanpa hak tingginya mungkin hanya sebatas dadaku.

Wulan sangat periang, entah apa yang ada dipikiran ku untuk mengajak dia ke pesta resepsi Senja dan Fajar. Awalnya tanpa alasan jelas hanya karena agar aku tak terlihat menyedihkan bila datang sendiri. Di tempat itu pun kedua orang tuaku hadir, dan hatiku menggerakkan untuk memperkenalkan Wulan pada kedua orang tuaku. Pembawaan Wulan yang mudah beradaptasi langsung mencuri perhatian ibuku.

" Berhenti memanggil saya Bapak, saya nggak tua-tua sekali juga."

" Tapi saya kan cuma staff bapak, jadi saya harus panggil apa?"

" Kalau di luar kantor panggil mas, jangan bapak, nanti orang-orang mengira saya om-om genit dengan anak SMA."
Mata gadis itu melebar dan menahan tawa.

" Kita cuma beda usia 3 tahun lho pak...eh Mas, tapi memang sih, wulan itu awet muda dan imut, makanya suka di kira anak SMA. Hahahaha."

Sejenak menatap Wulan tertawa begini, rasanya ingin membuatnya diam dengan membungkam mulutnya. Ada rasa hangat yang menjalar setelah 3 bulan kedekatan kami pasca menghadiri pernikahan senja.
Sejak itu seperti ada magnet yang menarik untuk berdekatan dengan Wulan, kami sering makan siang bersama, dengan berbagai alasan selalu membuatku memaksa Wulan mau aku antar jemput setiap hari.

" Mulai besok, bapak jangan antar jemput Wulan lagi, saya malu pak."

" Malu kenapa?"

" Rekan kantor mulai membicarakan kita, karena Bapak suka memberi perhatian sama wulan, tapi tolong jangan berlebihan Pak, saya takut baper, saya punya hati kalau bapak lupa."

" Yang niat bikin kamu baper siapa? Sebelum kamu baper, saya udah baper duluan sama kamu." Aku berusaha berdiri, memandang lekat gadis di depan ku dengan intens. Dia hanya menunduk dan terdiam.

" Saya juga mau berhenti Pak, saya mengundurkan diri."

" Hei...kok bisa gitu? Cuma karena omongan orang lain kamu gak harus berhenti bekerja."

" Sa..yaa...saya...mau pulang kampung Pak, mau di jodohkan, dan pihak keluarga calon suami saya mau saya berhenti bekerja."

Rasanya ada yang mengganjal di hati saya, ada sesuatu yang sakit, dan meminta untuk berontak.

" Kapan kamu pulang? Saya antar."

" Minggu depan Pak, tapi tidak usah pak. Buat apa?"

" Buat ketemu orang tua kamu, mau melamar kamu. "

Wulan hanya terlihat kaget, bahkan dadanya seakan susah bernafas.

" Maksud bapak? Mau melamar Wulan?"

SENJA SANG FAJAR (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang