Bagian 2

18.9K 1.3K 62
                                    

Happy reading!

♥♥♥

Suara itu kembali mengagetkan Greta, kali ini ikut menepis imajinasi Greta. Seolah menyadarkan cewek itu, bahwa ia hidup di dunia yang sebenarnya. Bukan di dalam kisah novel seperti yang baru saja ia bayangkan.

"Ma-maksud kakak?"

"Gue cuma bilang ini topi. INI TOPI. Bukan nyuruh lo buat ngambil topi gue. Ngarep banget sih lo!" Cowok itu mengomel sembari meraih kembali topi miliknya. Greta menganga tidak percaya. Oh, ayolah. Nada bicara cowok itu terdengar seperti menawarkan topinya, bukan menjelaskan kalau yang ia pegang adalah sebuah topi. Lagipula batita juga tahu kalau itu topi, ya kalik pantat panci!

"HUUUUUU!!!!!"

Sialan. Sorakan menggema bahkan membuat Greta semakin jadi pusat perhatian. Yang tadinya tidak melihat ke arahnya, kini ikut-ikutan menatap karena sorakan barusan. Kepala cewek itu tertunduk. Malu, tentu saja. Bahkan ia malu pada imajinasinya tadi, bodoh sekali dia berharap akan diperhatikan bahkan saat baru di hari pertama sekolah.

Cowok itu menampilkan smirk menyebalkan. Seolah ia baru saja berhasil melakukan rencananya. "Greta Evelyn. Oke, nama lo akan selalu gue ingat sebagai adik kelas paling pede dan enggak punya malu!"

Greta menyipitkan matanya membaca nama di badge cowok itu.

Ansel Arkana.

Oke, Greta juga tidak akan melupakan nama itu sebagai cowok paling berengsek yang sudah mempermalukannya di depan umum.

Greta membalikkan badannya tanpa memedulikan sorak-sorai yang seolah hendak memusnahkannya. Ia memejamkan mata, astaga. Kenapa tadi dia bertindak bodoh dengan mengambil topi itu? Sudah dapat diprediksi, tidak ada jaminan hidup Greta akan damai setelah ini. Kalau begini, pasti akan menyulitkan dirinya untuk berubah menjadi baik.

Puk!

Greta terjenggit kaget saat sesuatu menyentuh kepalanya. Mata cewek itu terbuka lebar, tapi ia tetap enggan menoleh ke belakang.

"Karena lo udah pede banget, nih gue pinjemin topi gue. Tapi nanti balikin ya, ke kelas XI IPA 3," bisik seorang cowok yang Greta yakini adalah Ansel. Baru beberapa menit bertemu, tapi Greta langsung hapal suara cowok itu. Jelas, dia akan selalu mengingat orang yang sudah mempermalukan dirinya.

***

Kedatangan cowok bernama Ansel tadi membuat Greta bingung harus bereaksi seperti apa. Entah harus berterima kasih karena berkatnya Greta tidak jadi dihukum, ataukah merasa sial karena dia sudah dipermalukan. Ah, terserah. Yang harus Greta lakukan saat ini adalah menyiapkan buku dan alat tulisnya karena pemateri akan segera datang.

"Gre, lo harus lihat ini!" ucap Tanisha heboh sendiri tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. Satu tangan cewek itu menepuk-nepuk bahu Greta tidak sabaran.

Sebenarnya Greta sudah bisa menebak, pasti dia jadi pusat perbincangan terpanas hari, atau mungkin bisa jadi minggu ini. Tapi, Greta tetap menoleh demi menghargai Tanisha.

Greta dapat melihat berbagai instastory kakak kelasnya yang menyindir dirinya. Tidak sedikit yang menyebut nama, bahkan mentag akun instagram Greta.

"Wah parah Gre, ini namanya pembullyan!"

Greta melirik wajah Tanisha sekilas. Sepertinya SMP asal cewek itu tidak mengenal kata bully sama sekali. Berbanding terbalik dengan Greta yang sudah mengganggap lumrah hal seperti itu. Menurutnya bully pasti akan terus ada, dan akan ada masanya setiap orang terlibat ke dalamnya. Baik jadi pembully, korban, atau bahkan hanya penonton.

Bukan Hansel & GretelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang