The Revenge

127 12 4
                                    

This part of Story was written by Viona Ang.

Shirley POV

Nyala api membuat tubuh kami terasa hangat, sehangat kemenangan yang meluap dalam dadaku. Setelah memendam kebencian sekian lama, akhirnya kebencianku tersalur juga, lega rasanya.

Sejak pertama kali mengenalnya, aku sudah membencinya. 

Stacy Rosemary.

Segala tentangnya membuatku benar-benar naik darah! Bagaimana anak itu selalu dimanja, dibelikan apapun yang ia mau oleh orang tuanya, bagaimana guru-guru selalu memperhatikannya, bagaimana ia selalu dimenangkan dan permintaanya dikabulkan, bagaimana Christ selalu menatapnya dengan pandangan kasmaran, semua itu membuatku ingin muntah.

Aku ingat betul saat kami berpapasan di kantin. Dia dengan si babu Amanda dan Christ, pangeranku, benar-benarmembuatku amat jengkel! Aku bahkan sudah malas merecokinya dan berusaha menganggapnya tidak ada semenjak kami bertengkar masalah tempat duduk itu. Tentu saja bukan karena Christ selalu melindunginya dan aku tidak ingin tampak jelek di matanya kalau kalian tanya aku, tentu saja bukan. 

Terus karena apa? Sudahlah, kalian tidak perlu tahu, dasar makhluk-makhluk kepo.

Intinya saat itu kami berpapasan di kantin, sebagai seorang Shirley, tentu aku selalu punya keuntungan untuk tidak perlu antri saat ke kantin. Toh, mereka semua mengagumiku, bukannya mereka bakal senang kalau berpapasan apalagi bisa menyerahkan antriannya si cantik jelita sepertiku?

Aku mengada-ada? Tentu saja tidak, tanyalah Amy dan Grace kalau tidak percaya. Seluruh kaum adam itu mengagumiku, tahu.

Tapi semenjak datangnya Stacy si aneh yang se-enaknya sendiri menyuruhku antri di belakangnya, semua berubah. Anak-anak jadi tidak membiarkanku menyela antrian mereka dan membuatku harus mengatri panjang hanya untuk makan! Kalau saja seandainya Christ tidak ada di pihaknya tentu aku tidak perlu memancingnya ke sini seperti sekarang.

Dan sekarang lihat apa yang makhluk-makhluk bodoh ini lakukan? Sudah bagus kuundang untuk bersama-sama mempermak wajah Stacy, malah mereka membunuhnya. Sekarang aku harus cari alasan jika seandainya diinterogasi polisi sewaan orang tuanya yang paranoid itu, argh!

Tapi untunglah yang diketahui oleh keluarga Stacy ia pergi ke rumah si babu Amanda, pasti dia yang akan kena, kan? Mungkin setelah ini aku harus menghasut anak-anak ini lagi, kali ini untuk memojokkan yatim piatu itu agar menyerahkan diri ke polisi sebagai pembunuh Stacy.

***

Amanda POV

Kutinggalkan gudang tua yang terbakar beserta Stacy di dalamnya.

Dari awal rencana, aku mungkin sudah menyesali perbuatanku. Apalagi setelah aku melihat Stacy disiksa hidup-hidup hingga wajahnya rusak. Bulu kudukku masih berdiri saat bayangan tulang tengkoraknya retak dan berdarah-darah terlintas kembali di benakku. Apalagi kalau aku ingat tulang hidungnya yang patah dan matanya yang mengeluarkan darah.

Mengerikan.

Kupikir, mereka hanya akan mempermak sedikit kecantikan berlebih milik sahabatku itu, tapi, tak kusangka mereka akan sekejam ini.

Aku terperdaya. 

Karena aku tidak punya uang, Shirley bisa menekanku dengan mengiming-imingi biaya sekolah gratis di sekolah favorit dengan uang saku yang tidak sedikit hingga aku lulus. Tentu saja itu akan mengubah hidupku yang hanya sebatangkara miskin ini, kan? Walaupun aku juga sering berpikir bahwa Stacy terlalu sempurna dan butuh suatu kekurangan, aku tidak pernah berpikir untuk melenyapkannya dari dunia.

[KUMPULAN CERPEN] Stacy's CursesTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon