Chapter 12

1.5K 340 288
                                    


Muncul di hadapan geng X101 bukanlah ide bagus. Namun Seungyoun tak pernah berpisah dari mereka sejak hari itu. Sebesar apapun Seungwoo ingin menemuinya, ia tak bisa.

Pesan-pesan Seungwoo terabaikan. Sehari, dua hari, hingga hari ketiga, Seungwoo mengira Seungyoun tak membuka ponselnya sama sekali—mati seperti kali terakhir ia melihatnya langsung di kereta dari Busan ke Seoul. Di hari ke empat, Seungwoo mendatangi rumah Seungyoun, tapi hanya menemukan Dohyon, adik Seungyoun. "Hyung di rumah sakit."

Esoknya Seungwoo datang di jam yang berbeda, ia menerima jawaban yang sama.

Seungwoo menimang ponselnya sepanjang ia duduk di bus.

Merindukan Seungyoun-nya.

Setiap kali ponselnya berdenting, Seungwoo berharap ada pesan masuk dari Seungyoun. Tapi sama seperti kemarin-kemarin, selalu nama-nama lain yang masuk. Kali ini Kookheon, menanyakan apakah ia masuk kerja malam nanti. Seungwoo mengiyakannya—ia butuh pengalihan pikiran dan kesibukan.

Rindu yang menggerogotinya sudah hampir menelan seluruh energinya.

Hari libur sekolah menuju ujian membuatnya tak bisa menemukan Seungyoun di sekolah. Ini semua membuatnya frustrasi.

Masih tiga jam menuju jam kerjanya, Seungwoo berencana langsung berangkat saja. Ia bisa menghabiskan waktu di bar. Namun pesan lain yang masuk membuatnya mengubah rencana sekali lagi. Pesan dari seseorang yang akhir-akhir ini berkomunikasi dengannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

...

Hangyul pernah mencoba gantung diri.

Tapi wanita di sampingnya itu bercerita bahwa ketika Hangyul berdiri di atas tepian kursi, ia memergokinya dan menangis seketika, pecah dengan sangat keras, memohon anaknya membatalkannya. Hangyul, si bocah yang senyumnya seperti matahari itu, mengatakan bahwa ia menggertak saja—tapi kemudian ia bilang ia mungkin akan melakukannya kalau ibunya tak menceraikan ayahnya.

Wanita itu masih menimbang banyak hal. Gurat di wajahnya menggariskan bukti stress dan frustrasi yang luar biasa. Seungwoo tak dapat melakukan apapun kecuali sering mengelus pundak wanita itu, berusaha menguatkannya. Dan wanita itu bersyukur ada Seungwoo kali ini. Membuat pertimbangannya tak lagi sulit untuk diputuskan.

"Kalian sudah sampai di rumah sakit?"

Seungwoo memberi kabar seperlunya dan menutup teleponnya setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi pada ayah Minhee. Lelaki itu memiliki profesi utama sebagai dokter di rumah sakit lain. Ia bersedia menjadi saksi dan mengeluarkan hasil visum kekerasan yang dialami ibu Hangyul.

Ibu Hangyul menerima satu kotak sushi dari tangan Seungwoo. "Kau tidak ikut masuk?"

Seungwoo menggeleng. "Ingat, Bibi harus banyak makan agar kuat dan punya banyak energi."

Keduanya berhenti melangkah di lorong dekat resepsionis.

Hangyul sudah sadar dua hari yang lalu, tapi kondisinya masih lemah meski dari hasil pemantauan dokter, kondisinya semakin hari semakin membaik. Ia bahkan bisa meninggalkan kamar meski harus dengan kursi roda—untuk menjaga tenaganya. Prediksi dokter, dalam beberapa hari ke depan Hangyul sudah diperbolehkan pulang, bahkan bisa mengikuti ujian di sekolahnya nanti sejak hari pertama.

Ryeon: Someone Named LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang