Chapter 10

2.1K 344 155
                                    

"HUSH! HUSH!"

Yohan menghampiri Wooseok dengan langkah-langkah kaki yang dipercepat. Pemuda itu membawa dua kantung belanjaan besar dan mendatangi Wooseok yang berdiri tak jauh dari parkiran swalayan, di ujung, tepatnya di bawah sebuah pohon. Satu tangannya memegang ranting pohon, diarah-arahkan ke satu titik. Setelah cukup dekat, sebuah senyum tersungging di bibir Yohan. Senyumnya meneduh.

"Hush! Pergi! Pergi!"

Seekor anak kucing ketakutan karena ada kucing besar—sepertinya kucing garong jelek—yang mendekatinya.

"Yaa, Wooseokkie."

"Yohanaaa."

Rengekan itu cukup untuk membuat Yohan meletakkan dua kantung belanjaannya ke atas tanah. Ia lalu bergerak mengusir kucing besar itu dan mengangkat kucing kecil—mungkin berusia dua bulanan—menjauh dari sana. Yohan kembali ke tas belanjaannya, mengangkatnya satu dan menoleh pada Wooseok. Yang dipandangi segera mendekat—pelan-pelan sampai Yohan menjauh sedikit, barulah Wooseok mengambil satu tas belanjaan sisanya dan mengikuti Yohan. Keduanya berhenti ketika Yohan menemukan tempat duduk, mengambil posisi di ujungnya. "Duduklah dulu."

Wooseok mengangguk.

Yohan memeluk kucing itu di dadanya, lalu menggumamkan 'pus pus' berulang kali. "Di tas yang itu ada susu kotak cair murni, bisa ambilkan satu?"

Kim Wooseok menurut dan mendorong benda itu di bangku. Ia dan Yohan duduk berjauhan.

Sementara Yohan sibuk dengan anak kucing itu, Wooseok mengamatinya dari jauh. Iseng, ia gunakan ranting panjang di tangannya untuk membelai jidat kucing belang warna oranye itu. Badannya kurus, pasti kucing liar. Yohan memandangi ranting itu, dan menyisirkan pandangannya hingga ujung, pada jemari kurus Wooseok. "Awas kumat."

Wooseok menggembungkan pipinya. "Enak ya, tidak punya alergi."

Yohan hanya tersenyum.

"Padahal aku mau juga sayang-sayang."

Yohan bangkit berdiri, meninggalkan kucing kecil yang menjilati susu murni di bawah bangku. Ia mendekat pada Wooseok yang duduk, mendongak menatapnya heran. Pemuda Kim itu lalu menepuk kepala Wooseok.

Menepuk-nepuknya.

"Ap-apa?"

"Kenapa kucing ingin sayang-sayang ke kucing?"

"Tsk." Wooseok memalingkan wajahnya, menghindari Yohan. "Kucingnya mau diapakan setelah ini?"

"Aku keliling dulu. Siapa tahu ketemu induknya. Kau di sini jaga barang belanjaan."

"Iya, bawel. Jangan lama-lama nanti aku bersin-bersin."

Yohan mengangguk dan segera pergi.

Wooseok memandangi punggung Yohan yang menjauh, memasuki gang-gang di antara mobil-mobil yang terparkir, sebelum akhirnya sosoknya menghilang. Pemuda itu menggembungkan pipinya, memandangi anak kucing kehausan itu di bawah bangku, tak bisa ia dekati. Ia lalu membelai puncak kepalanya sendiri, pada jejak tepukan Yohan beberapa saat lalu. Wooseok menggigit bibirnya. "Sejak kapan aku jadi kucing?"

Hening. Tentu saja kucing kecil itu tak akan menjawab pertanyaan Wooseok.

"Kau beruntung Yohan segera menolongmu tadi. Kau tahu aku tidak bisa memegangmu kan, Cing? Aku berharap aku bisa, tapi aku bisa sakit," cerocos Wooseok. "Asal ada Yohan, kau pasti aman. Dia selalu bisa diandalkan." Wooseok mengangkat kakinya ke atas bangku, lalu memeluk lututnya. Disandarkannya dagunya di atas lututnya sementara satu tangan Wooseok memainkan ranting di tangannya, masih memainkan jidat dan leher si anak kucing. "Dia akan selalu menolong orang lain seperti dia menolongku dulu."

Ryeon: Someone Named LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang