6

2.6K 278 29
                                    

Malam berganti siang, bergulir bagai roda berporos yang selalu statis. Begitupula kehidupan yang dihadapi setiap jagad muka bumi ini. Daun bertumbuh di sepanjang dahan dan ranting, lantas menggugurkan diri jika sudah lelah melintasi waktu hingga ia menjadi layu. Namun tidak kiranya dengan perasaan manusia yang bergulir terus menerus, rasa senang, sedih, marah, kecewa bahkan frustasi tak bisa kita tebak datangnya, kita hanya mampu mengendalikan semua perasaan itu agar tak berlebihan.

"Hobari sayang-" hoseok mengabaikan presensi ayah dan ibunya yang berada di depan kamar.

Hoseok hanya terkekeh sakit sambil meninggalkan orang tuanya yang kembali ia abaikan. Katakan ia memang jahat, sungguh ia tak peduli, ia hanya ingin adiknya kembali, bukan justru surat kepindahan yang ia terima. Dengan marah ia menuruni tangga rumah juga mengabaikan presensi kakek dan nenek nya.

"Aku akan menemaninya berangkat sekolah-" ujar tuan jung lantas diangguki sang istri.

Sang nenek menitipkan bekal untuk cucu pertamanya itu pada sang suami, mengatakan untuk memastikan jika cucunya memakan bekal itu dengan baik.

"Aku pergi-"tuan jung mengecup sekilas dahi sang istri dan bergegas mengejar sang cucu yang sudah menghilang dari pandangannya.


















Disisi lain, keluarga min masih memanjakan cucu kedua nya yang berada disini.  Bahkan sang calon bibi sejak tadi terus menyuapinya dengan sayang.  Sang paman juga ada disana, membantu calon istrinya mendandani namjoon.

"Begini kan keren, kau terlihat seperti paman-" hwang ji eun menggulirkan mata bahkan tersedak mendengar perkataan yoongi.

"Kau menjijikkan!-"hardik sang kekasih dibalas acuhan yoongi.

Sedang namjoon terus menerima suapa japchae dari ji eun tanpa henti. Bahkan saat sendok bergerak kesana kemari, hampir batal masuk ke mulut namjoon karena tangan ji eun yang tak bisa diam sejak tadi. Sang nenek bahkan sudah terpingkal memandang raut wajah sang cucu yang begitu berbinar memandang japchae yang berada di sendok ji eun.

"Astaga, hentikan pertengkaran tidak penting kalian-"sang ibu menengahi perdebatan antara yoongi dan ji eun.

"Dia menyebalkan bu-"gerutu ji eun dibalas pukulan di bokongnya oleh yoongi.

"Kau kdrt lagi padaku!-" histeris ji eun pada sang calon suami.

Sang ibu dan ayah hanya menghela nafas panjang. Dalam hati berpikir bisa anaknya yang kaku ini mendapatkan calon istri yang begitu cerewet. Bahkan sang ibu penasaran bagaimana cara yoongi menyatakan cinta pada ji eun, jika saat melamar saja mereka terlihat seperti kucing dan tikus yang saling mengibarkan bendera perang. Kembali lagi perhatiannya tersita pada namjoon yang beberapa kali menghela nafas, tak lupa mulutnya yang setia terbuka menanti datangnya sendok berisi japchae dari ji eun.

"Tolong lihat cucuku yang sudah kelaparan itu,-" ujar wanita berambut pendek sambil terkikik geli.

Semua orang mengalihkan pandangan ke arah namjoon yang sekalipun tak terganggu dengan pandangan itu, karena ia terlalu berkonsentrasi dengan japchae yang tak segera masuk kemulutnya.
"Ahh bibi--" akhirnya rengekan  dari namjoon yang merasa kesal membuat ji eun berhenti meledek keponakannya itu.

"Bayi besarkuu, maafkan bibi ya-" ujar ji eun sambil kembali menyuapkan japchae kepada anak bermata sipit itu.

"Eum..mwaaf dhiterimwa-" ucap namjoon dengan mulut penuh makanan.



















Mungkin benar jika lingkungan pertemanan di sekolah itu benar-benar menjadi penentu bagaimana setiap anak mengungkapkan perasaannya.  Tak terkecuali dengan hoseok yang sejak tadi merasa tersudut melihat temannya yang datang dengan tangan tergips dan mata menatap merendahkan.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang