Bu Sulami

25 0 0
                                    

Seperti biasa, pukul 2 pagi, Bu Sulami berangkat ke pasar. rumah sebelum subuh, masak, persiapan mandi, kemudian pergi sholat berjamaah di musholla. Sampai Sampai rumah lanjut jualan di toko peracangannya. Tokonya selalu ramai dan tak pernah sepi, lebih-lebih ketika hari minggu.

Suami dan kedua anak laki-lakinya menjadi pengangguran. Pak Ridwan, suaminya, kakinya cacat karena kecelakaan kerja di proyek tempat ia bekerja lima tahun yang lalu. Fandi, anak pertamanya di rumah bantu-bantu sang ibu berjualan, karena ia kesulitan mencari pekerjaan meskipun ia seorang sarjana. Sedang Arif, anak keduanya tak pernah pulang ke rumah. Sekalinya pulang, ia sering bikin rusuh di kampung. Iapun tak mau sekolah sejak SMP kelas dua. Kerjaannya hanyalah mabuk, begadang, kebut-kebutan di jalan, dan judi. Arif menjadi cobaan terbesar bagi Bu Sulami.

Esok hari, Bu Sulami melayani pelangga seperti biasa. Seperti biasa, hari ini pun masih ada yang menggunjingnya. Mereka tak sadar bahwa Bu Sulami sedang jongkok merapikan Jahe, Laos, dan beberapa Polo Pendem sehingga tak terlihat ibu-ibu yang belanja dari luar toko.

"Kasihan ya Bu Sulami. Orangnya sabar, baik, tapi punya anak yang rusak kayak gitu. Kemarin habis tawuran di kampung sebelah. Dan sepertinya dia berhasil kabur." Ujar Bu Tino.

"Ini pasti karena didikan yang bener. Kalo bener, mana mungkin bisa gitu?" Sahut Bu Adi.

"Padahal kan sebelum Pak Ridwan kecelakaan, dia imam sholat ya. Bu Sulami juga tidak pernah bolong sholat 5 waktu di Musholla. Bahkan selalu ikut rutinan Tahlilan. Khataman juga. Mana mungkin bisa salah didik?" Bu Ditopun menimpali.

"Mana pergaulan si Arif sekarang sama preman-preman pasar. Kelakuan sama namanya ga cocok." Bu Adi menimpali lagi.

"Sudah bu, tidak selalu seperti itu. Bisa jadi si Arif cobaan Bu Sulami. Wong Bu Sulami itu orangnya baik." Bela Bu Tino.

"Ibu-ibu mau belanja apa?" suara Bu Sulami mengejutkan mereka.

Kemunculan Bu Sulami yang mendadak itu, membuat muka para ibu-ibu pada mupeng dan belingsatan. Seketika jurus anu... anu... anu-nya pada muncul. Mencoba mengalihkan suasana dan mencuci tangan dengan menanyakan beberapa dagangan. Begitulah emak-emak kalo sudah pada silaturahmi di warung. Ribut-ribut dan hujat menghujat antar tetangga karena urusan beda jagoan pada pilpres 2019 kemarin yang sempat memanas jadi bersatu hanya karena urusan "Ghibah". Hidup emak-emak marung! Sebab urusan rumpi terbukti dapat mempersatukan umat emak-emak suka gosip se Indonesia. Kecuali yang tidak suka rumpi, sih. Beruntunglah mereka karena Bu Sulami adalah orang yang sabar.

Malam itu setelah prahara per-ghibahan, Si Arif pulang ke rumah dengan muka buram dan uring-uringan. Dia terduduk di kursi kayu ruang tengah sambil berteriak-teriak memanggil ibunya.

"Bu, ibu... kenapa lauknya cuma tahu tempe sih. Ga ada yang enakan dikit makannya?!" Bentak Arif kepada ibunya.

"Ma'af nak. Ibu sedang mengirit pengeluaran karena bulan ini tak seberapa banyak pendapatan." Sahut sang ibu.

"Halah, alasan. Ibu kan jualan bahan pokok dan peracangan. Ada daging ayam, sapi, kambing, ikan, dan banyak lagi. Kan bisa ambil dari dagangan ibu. Alasan aja. Bilang saja lagi males masak karena Arif di rumah."

"Masya Allah, ibu ga ada niat seperti itu, nak."

"Alasan saja. Kalo gitu mana uangnya? Arif mau beli makan di luar saja."

"Makan seadanya saja nak. Ibu sedang ga punya uang banyak. Uang ibu habis buat biaya berobat bapak." Ucap Bu Sulami mencoba menjelaskan. Namun anaknya tak mau dengar.

Anak itu mulai beranjak menuju kamar ibunya. Dan mengacak-acak isi lemari seolah mencari sesuatu. Bapaknya yang sedang tertidur jadi terbangun.

"Ini ada apa, Rif?" tanya Pak Ridwan.

MomWhere stories live. Discover now